Home / Romansa / Oh, My Grim / Jadi Penghuni Asrama

Share

Jadi Penghuni Asrama

Author: elhrln
last update Last Updated: 2021-06-18 18:02:48

Chloe menghabiskan waktunya hanya untuk menatap gundukan tanah yang telah diselumuti begitu rapi oleh rerumputan hijau. Membayangkan jika saja mamanya—Nyonya Alessa—tidak meminta untuk bertukar tempat, pasti nama Chloepatra lah yang terukir pada batu nisan di depannya.

Usai mamanya mengucap kalimat permintaan yang sakral itu, Chloe langsung tersadar dan menemukan dirinya sudah berada di sebuah ruang kamar di rumah sakit. Berharap apa yang dialami olehnya hanyalah mimpi. Namun, di saat dirinya memperoleh kabar bahwa mamanya telah meninggal, Chloe rasa apa yang terjadi padanya memanglah nyata.

Dokter juga mengatakan kesembuhan Chloe adalah bentuk dari keajaiban, karena tanpa diduga Chloe mampu melalui kondisinya yang begitu kritis. Ditambah dengan proses pemulihan yang terbilang cepat, dokter menyebut Chloe adalah orang yang sangat beruntung.

Beruntung. Satu kata itu terus saja berulang di dalam pikiran Chloe. Menghantuinya dengan perasaan bersalah atas kematian mamanya sendiri. Bagi Chloe, keberuntungan yang seperti ini justru menjadi beban berat untuknya. Mana mungkin dirinya bisa dengan santainya menjalani hidup yang tadinya ditakdirkan untuk mamanya? Bahkan jujur saja, Chloe baru tahu kalau kematian seseorang bisa diubah hanya dengan mengucapkan kalimat permohonan pada malaikat maut.

Intinya, semua yang telah terjadi sekarang adalah karena grim reaper yang berpenampilan seperti gangster itu. Jika saja dia tidak memberitahu cara untuk bertukar tempat, pasti hal semacam ini tidak akan terjadi. Lagi pula, lelaki itu main mengabulkan begitu saja tanpa mempertimbangkan dulu dengan Chloe. Itulah poin yang membuat Chloe kesal hingga detik ini. Seolah-olah hidup dan mati seseorang ada di genggaman tangan seorang grim reaper.

Dan ya—berdasarkan pengalaman pribadi Chloe—memang benar ada di tangannya. Contoh satu poin lainnya yang amat sangat membuat Chloe kesal.

“Chloe,” panggil seseorang dari arah samping. Panggilan yang berhasil membuyarkan lamunannya. “Ayo kita jalan.”

Chloe menoleh. “Iya, Pa.”

Tepatnya, sekarang sudah hari ketujuh kepergian mamanya. Chloe datang kembali bersama papanya ke pemakaman untuk meletakkan seikat bunga lagi, sebab mamanya sangat senang sekali dengan bunga. Sekaligus memberitahu bahwa dirinya akan mulai tinggal di asrama kampus agar lebih mudah menjalani perkuliahan sehari-hari.

Terasa berat juga untuk Chloe meninggalkan papanya seorang diri. Meskipun Tuan Edgar—papanya Chloe—selalu saja mengatakan kalau dirinya akan baik-baik saja, Chloe tetap tahu bahwa papanya tidak sedang baik-baik saja. Namun, kembali lagi semata-mata untuk menyenangkan hati papanya, Chloe sebisa mungkin menjadi anak yang penurut. Alhasil, dia memutuskan untuk mulai pindah ke asrama hari ini.

***

Pintu bagasi terbuka. Chloe mengambil koper-kopernya yang dibantu oleh papanya. Begitulah. Papanya selalu saja menganggap Chloe sebagai seorang remaja perempuan yang tidak boleh melakukan aktivitas yang berat-berat. Sampai-sampai menuruni dua buah koper kecil dari dalam bagasi mobil saja tidak boleh dilakukan seorang diri.

Usai menutup kembali pintu bagasi, Tuan Edgar berkacak pinggang.

“Bawaan kamu ngga terlalu sedikit?”

Chloe mengamati kembali dua buah koper di aspal, satu tas ransel di punggung, dan satu tote bag di bahunya. Mencoba mengingat-ingat apakah ada yang kurang atau tertinggal.

“Ngga kok. Cukup. Lagi pula, tiap akhir semester kan aku pulang. Ngga bisa lama-lama juga tinggalin Papa sendirian.” Kedua tangan Chloe bergerak melingkari tubuh papanya yang agak berisi.

“Aduh, apa ngga malu ini dilihat banyak orang?” ledek Tuan Edgar seraya mengelus lembut punggung dan kepala Chloe.

“Bodo amat. Semua orang pasti tau kok kalau setiap Papa itu adalah cinta pertama anak perempuannya. Sampai kapan pun. Jadi, aku bebas peluk Papa kapan pun dan di mana pun,” jelas Chloe belum ada niatan melepas pelukannya. “Uhh, gimana ini, aku ngga punya teddy bear lagi yang bisa dipeluk setiap hari.”

Langsung Tuan Edgar mengetuk kencang dahi Chloe dengan jari telunjuknya.

“Enak aja. Kamu samain Papa sama boneka teddy bear?”

“Hehehe,” kekeh Chloe mendongak melihat papanya. 

“Yaudah, masuk sana. Kamu kan juga harus beres-beres di kamar yang baru. Biar cepat selesai, terus kamu bisa istirahat,” perintah Tuan Edgar yang sebenarnya jauh di dalam lubuk hatinya, masih terlampau sulit melepas Chloe—anak satu-satunya.

“Siap!” Chloe berseru sambil memeragakan gerakan hormat diikuti dengan hentakan sebelah kaki. “Aku masuk dulu ya. Bye, Papa. Hati-hati,” sambungnya diikuti dengan lambaian tangan, sambil terus memperhatikan sosok papanya hingga benar-benar hilang bersama dengan mobil yang melaju.

Detik ini juga Chloe menghela napas berat. Lengkungan senyuman yang sedari tadi sengaja ditampilkan di depan papanya, seketika lenyap. Berganti dengan raut wajah yang sayu.

Menurut Chloe, bukan seperti ini yang dirinya ingin. Diantar ke universitas impiannya hanya dengan seorang papa—tanpa mamanya. Membiarkan papanya pulang dan tinggal seorang diri tanpa ada yang menemani. Membayangkan sejenak bagaimana perasaan papanya pun Chloe tak sanggup. Entah bagaimana pula Chloe bisa menjalani keseharian hidupnya di asrama tanpa terpikirkan sedikit pun tentang kepergian mamanya? Kepergian yang disebabkan oleh dirinya sendiri.

Aarrgghh! Chloe menggaruk kepalanya begitu frustasi.

“Chloe!”

Sontak Chloe menoleh ke arah suara berasal. Dalam hitungan detik, pegangan kedua kopernya langsung dilepas begitu saja untuk menyambut seseorang berambut model pixie yang barusan memanggilnya.

“Grace!” teriak Chloe tak kalah kencang.

Tidak peduli seantero lobi asrama menggema akibat teriakan keduanya, mereka berdua dengan percaya dirinya berpelukan bahkan sampai bergoyang dan berputar-putar.

“Ya ampun, akhirnya dateng juga anak kecil satu ini,” ujar Grace sambil mengacak-acak rambut Chloe. Andai Grace tahu betapa lamanya waktu yang dibutuhkan Chloe hanya untuk menata rambut panjangnya yang aslinya bergelombang tak keruan.

Chloe berusaha merapikan rambut seadanya.

“Hehe iya. Maaf gue ngga sempat kasih kabar.”

By the way, sekali lagi gue turut berduka cita ya atas perginya nyokap lo.”

Chloe merapatkan bibirnya. “Iya, kan lo juga udah ngucapin lewat telepon.”

“Tetap aja ada rasa ngga enak kalau ngga diucapin langsung.”

“Ah, lebay deh,” ledek Chloe tertawa.

“Yaudah, sini gue bantuin bawa koper.” Grace dengan cekatan mengambil kedua koper Chloe. Tanpa adanya kalimat basa-basi menolak, Chloe biarkan saja.

Grace sebenarnya adalah kakak kelas Chloe sewaktu masih di sekolah menengah atas. Mendadak saling kenal dikarenakan sama-sama pernah mengikuti seleksi olimpiade matematika tingkat nasional. Hanya saja keduanya gagal lolos dan terpaksa berhenti ketika masih di tahap pertama. Sejak saat itulah hubungan Grace dan Chloe sudah seperti kakak adik. Tidak seperti anak-anak lainnya yang begitu hormat dengan kakak kelas, Chloe sudah tidak pernah lagi memanggil Grace dengan panggilan ‘kak’. Cukup panggil nama saja, seperti yang diminta oleh Grace sendiri. Lebih-lebih keduanya sama-sama anak tunggal. Membuat Grace merasa memiliki adik, sementara Chloe merasa memiliki kakak. Yah, meskipun kakaknya ini agak tomboi.

Beruntung Grace tahu kalau Chloe mengambil universitas yang sama dengannya. Tentunya Grace jadi akan bertemu lagi dengan Chloe sesering dulu. Jurusan yang sama pula. Bahkan dari jauh-jauh hari Grace sudah berjanji akan menjadi senior yang baik dan siap membantu Chloe menyelesaikan kuliahnya tepat waktu. Apalagi Chloe berhasil menerima beasiswa penuh selama empat tahun. Mau tak mau, siap tidak siap, nilai-nilanya di setiap semester haruslah baik. Jika tidak, bye bye scholarship!

“Jadi, ini khusus buat asrama perempuan?” Kepala Chloe mulai berkeliling.

“Kenapa? Berharap dicampur sama asrama cowok?” tanya Grace menebak apa yang ada di kepala Chloe.

“Ya, siapa tau. Lumayan buat cuci mata habis seharian liat rumus,” celetuk Chloe yang ikut menghentikan langkahnya saat Grace berhenti tepat di depan sebuah loket yang masih terletak di lobi.

“Belajar, woy! Jangan pacaran. Ingat tuh beasiswa,” cetus Grace menasihati dengan sedikit bumbu ancaman. “Kunci kamar mahasiswa baru atas nama Chloepatra,” lanjutnya bicara pada seseorang di balik loket. Chloe tebak dia adalah penjaga asramanya.

Di tengah waktu menunggu, tanpa sadar kepala Chloe kembali mengitari sekitar. Hingga kaki jenjangnya mulai melangkah pelan menuju salah satu dinding yang terpasang sebuah papan mading besar. Terdapat banyak flyer, brosur, surat edaran, surat pengumuman, memo, dan informasi lainnya yang ditempel di sana. Bahkan sudah hampir tidak ada celah kosong untuk menempelkan informasi lagi.

Sampai akhirnya mata Chloe tertuju pada sebuah flyer kegiatan seminar minggu lalu yang di dalamnya terdapat dua buah foto narasumber dan sebuah foto moderator. Diamatinya dengan lekat foto moderator yang terpampang. Entah kenapa wajahnya terkesan familiar bagi Chloe. Hanya saja fotonya terlalu kecil, jadi Chloe tidak bisa memastikan.

“Eh, ngapain?” tanya Grace mengagetkan.

“Ngga, cuma liat-liat aja.”

Grace memberikan kunci kamar Chloe. "Congratulation! Anda fix jadi penghuni asrama Universitas Seirios," ujarnya bertepuk tangan.

Chloe pun tertawa sambil menerima kunci kamarnya. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Oh, My Grim   Satu Permintaan Juan (End)

    Mau tak mau Chloe datang menghampiri Juan demi menuntaskan rasa penasarannya yang sudah telanjur terpancing. Juan pun sengaja membiarkan pintu kamarnya terbuka. Membiarkan Chloe masuk tanpa perlu repot-repot membuka pintu.Awalnya Chloe mengira Juan sudah langsung merebahkan diri di atas tempat tidurnya, tapi ternyata dia masih sibuk mengecek ponsel. Chloe hendak lanjut melangkah setelah sempat berhenti di ambang pintu, tapi pergerakan Juan setelahnya entah kenapa membuat Chloe mengurungkan niatnya itu. Juan dengan santai melempar ponselnya ke atas tempat tidur, kemudian melepas hoodie yang dipakai. Sempat membuat Chloe berdengap, dikarenakan berpikir Juan tidak sedang mengenakan apa pun lagi di balik hoodie-nya, tapi ternyata di

  • Oh, My Grim   Mungkinkah?

    Beberapa minggu kemudian.Alex dan Grace benar. Chloe harus bangkit dan harus berpikir positif. Terlebih semakin bertambahnya hari, semakin banyak pula kemajuan kabar yang diberikan oleh Alex. Chloe harus yakin bahwa Juan akan kembali. Meski terkadang rasa rindu benar-benar menguras air matanya, tapi Chloe bisa menghadapinya dan kembali beraktivitas seperti biasa. Tidak peduli celotehan dan celetukan yang tak enak didengar berseliweran di telinga kanan dan kirinya. Chloe berusaha mengabaikan itu semua.Namun, tetap tidak bisa dipungkiri bahwa hatinya berangsur waswas ketika tahu waktu satu bulan akan usai. Pertanyaan-pertanyaan yang dulu pernah menggerayangi pikirannya kini kembali bermunculan. Bagaimana jika bukti-bukti yang ada tidak cukup kuat untuk membuat Juan kembali? Bagaimana jika Juan sungguh-sungguh tidak kembali? Bagaimana jika Chloe di

  • Oh, My Grim   Juan Pasti Kembali

    "Chloe, ayo dong. Lo jangan terus-terusan nangis begini. Gue harus lakuin apa biar seenggaknya lo berhenti nangis, lo bangun dari tempat tidur, dan yang paling penting … lo mau makan."Grace sudah tidak tahu lagi harus bersikap seperti apa dalam menghadapi Chloe yang benar-benar kacau. Tidak mau makan. Tidak mau kuliah pula. Terlebih ketika dirinya tahu ada banyak orang yang menyalahkan dirinya atas kepergian Juan.Selang dua hari tanpa tanda-tanda kehadiran Juan di ruang kuliah, Alex mau tak mau mengirimkan surat permohonan pengunduran diri Juan sebagai dosen Seirios dikarenakan suatu hal yang mendesak, dimana Alex sengaja tidak menyebutkan detail alasannya. Mulai saat itu timbul banyak spekulasi yang semuanya menjurus pada satu sumber, yaitu Chloe. Orang-orang mulai menyangkutpautkan kepergian Juan yang tiba-tiba dengan Chloe. Lebih tepatnya dengan hub

  • Oh, My Grim   Memberi Tahu Chloe

    Aneh. Tidak biasanya Juan pergi begitu lama. Memang Chloe tidak sedang menunggu Juan di suatu tempat. Chloe hanya sedang menunggu kabar dari lelaki itu sejak siang tadi. Sejak dimana Juan memberikan Chloe kejutan yang sungguh-sungguh membuatnya terkejut, bahkan hingga sekarang masih terasa bagaimana rasanya. Memang baru berjalan beberapa jam, tapi tetap saja tidak biasanya Juan mengabaikan Chloe begitu lama hanya karena sedang pergi menemui Alex.Chloe bolak-balik mengecek ponselnya sambil berbaring di atas tempat tidur.Chloe : Apa obrolan kalian sangat penting?Akhirnya Chloe bertanya itu dan chat tersebut tampaknya tidak benar-benar terkirim, sebab masih tertanda ceklis satu. Benar-benar an

  • Oh, My Grim   Hukuman untuk Juan

    Juan melangkah santai melewati pintu Gedung Malaikat Maut usai mengantarkan satu arwah di siang hari yang terik. Berjalan melenggang tanpa tau apa yang terjadi. Bahkan beberapa pasang mata yang memperhatikannya di lobi gedung pun tidak cukup membuatnya terusik.Tak jauh di depannya, Alex berjalan menghampiri. Bola matanya bergulir memandangi Juan dari ujung kepala hingga ujung kaki."Kenapa?" tanya Juan tak paham. "Jangan ikut-ikutan yang lain. Lihat gue kayak lihat siapa aja," cetusnya.Alex menatap dengan tatapan kosong."Ju …," panggilnya. "Lo … ada yang cari lo."Juan mengernyit. "Siapa?"Tiba-tiba saja dua sosok berjubah dan bertudung hitam yan

  • Oh, My Grim   Kebahagiaan Chloe

    Pak Juan : Chloe, saya ada penjemputan. Sepertinya kamu harus makan siang sendiri hari ini.Tidak boleh mengeluh, pikir Chloe. Menjemput arwah adalah tugas utama Juan, Chloe tidak bisa melarangnya. Lagi pula, apa bisa Chloe yang merupakan seorang manusia ini melarang malaikat maut menjemput arwahnya? Sekilas sempat terpikirkan juga oleh Chloe bagaimana jika malaikat maut tidak datang untuk menjemput arwahnya? Apa malaikat maut tersebut akan dihukum? Hukuman macam apa yang bisa diterima malaikat maut?Chloe bersama dengan beberapa mahasiswa lainnya menyudahi agenda pertemuan dengan dosen pembimbing akademik sebelum memasuki semester baru. Menerima wejangan dari sang dosen untuk mengambil mata kuliah yang diajar oleh dosen selain Juan, seperti yang pernah Juan katakan. Namun, tidak ja

  • Oh, My Grim   Jalani Apa Adanya

    Sejak saat itu, Chloe merasa bahwa hidupnya telah benar-benar berubah. Memiliki Juan tentunya merupakan satu dari sekian banyak hal mustahil, yang justru membuat Chloe merasakan bahwa sebenarnya tidak ada hal yang mustahil. Tidak peduli orang-orang membicarakan hubungannya seperti apa, yang terpenting dirinya dan Juan menjalani atas dasar suka sama suka. Bahkan lebih dari itu. Tidak ada paksaan dan tidak ada setting-an.“Chloe, bagaimana kalau saya tiba-tiba menghilang?”Dari posisi kepala bersandar di kursi mobil, Chloe sontak menoleh. Kepalanya bergulir dari pemandangan laut—di kala malam hari yang ada di sampingnya—kemudian ke arah Juan.“Apa maksudnya Pak Juan tanya begitu?” tanya Chloe. &ld

  • Oh, My Grim   Terjadi Juga

    Berpikir bahwa semua ini telah selesai? Tentu saja belum.Di saat cerita-cerita dalam film yang penuh drama seperti ini kebanyakan berakhir dengan bahagia, cerita dalam hubungan Chloe dan Juan ini justru rasa-rasanya tidak ingin ada kebahagiaan. Sebab sekalinya kebahagiaan itu datang, kesedihan akan dengan cepat mengambil alih. Bagaimana tidak? Di saat Chloe bahagia, Juan justru menghilang darinya. Bahkan dengan terpaksa diam-diam Juan berharap jangan pernah Chloe mengungkapkan kebahagiaannya.Setelah mengetahui kenyataan bahwa sang iblis telah menerima hukuman akibat tindakannya, Chloe akhirnya kembali menjalani hari-harinya seperti biasa. Melihatnya kembali ceria sepanjang waktu—hingga lewat beberapa hari, beberapa minggu, beberapa bulan—memberikan kebahagiaan tersendiri untuk Juan."Paling nanti

  • Oh, My Grim   Perkara Aturan

    Setelah satu hari izin tidak menghadiri kuliah dikarenakan kondisi yang masih belum memungkinkan, akhirnya hari yang tidak ditunggu-tunggu Chloe pun tiba.Di sepanjang perjalanan dari lobi gedung jurusan hingga ke lantai ruang kuliah, tak henti-hentinya bisikan, gumaman, serta sorot mata tajam mengiringi langkah Chloe. Grace yang ikut berjalan di sebelahnya pun sampai menengok ke kanan juga ke kiri untuk paling tidak memberi isyarat pada para penggosip agar menghentikan kegiatan tidak penting mereka. Tampaknya, berita terkait hubungan sahabatnya dengan sang dosen benar-benar sudah tersebar dengan begitu cepat ke seantero Seirios.“Ya udah sih. Udah ngga bakal dilirik sama Pak Juan, terus bisa apa? Mereka mau apa?” gerutu Grace saat berada di dalam lift. Chloe yang dihadapi dengan situasi semacam itu, Grace-lah yang geram.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status