“Woy! Bengong aja,” seru Grace membuyarkan lamunan Chloe. “Ayo, udah mau sampe.”
Grace perlahan berdiri dari kursi bus. Dahi Chloe yang tadinya menempel lekat pada kaca jendela bus pun terlepas. Menimbulkan tanda bundar kemerahan di dahinya seperti habis tertimpa oleh sebuah bola tenis. Chloe ikut berdiri. Bersama dengan beberapa mahasiswa lainnya yang juga akan turun di halte yang berada di depan gedung jurusan. Kuliah jam delapan pagi di hari Senin, percayalah, itu adalah waktu yang paling sibuk di Seirios. Jika tidak bersiap-siap dari pagi, lebih dulu menunggu di halte depan asrama, dijamin sampai beberapa menit berlalu pun tidak akan kebagian bus.
“Jadi, masih belum mau cerita gimana caranya tadi malam lo bisa sampai di asrama?” tanya Grace masih berupaya mengorek informasi.
Hampir satu bulan lamanya bolak-balik gedung jurusan, baru pertama kali ini Chloe datang ke ruang himpunan yang terletak di taman belakang gedung, dan rupanya pemandangan taman belakang menarik juga. Mengingatkan Chloe dengan toko bunga milik orang tuanya, meskipun sebenarnya di taman belakang tidak ada bunga-bunga.Jika Chloe berniat untuk mendeskripsikan, kurang lebih seperti ini: areanya lumayan luas, berbentuk persegi panjang yang memanjang sepanjang gedung jurusan, di bagian tengahnya terdapat kolam bundar berisikan beberapa ikan koi juga air mancur kecil, terdapat pula jalan setapak di antara rerumputan hijau di sekitar kolam, dua buah pohon rindang—dimana sudah terdapat beberapa orang yang merebahkan diri di bawahnya ataupun sekadar duduk berselonjor kaki sambil bersenda gurau—sementara di pinggirannya terdapat dua buah gazebo berukuran sedang, lalu bangunan koperasi, kantin kecil,
“Aku ingat sekarang. Benar, kan?” tanya Chloe memajukan badannya ke arah Alex. Mata bulatnya makin mengembang setelah berhasil mengingat siapakah Alex.Alex memberengut. “Ya, tapi yang diingat jangan bagian itunya dong. Kan masih banyak peran lainnya yang gue mainin,” gerutunya bersandar pada sandaran kursi kayu. Pura-pura membenarkan posisi kacamata saat salah seorang pelayan coffee shop datang membawa minuman Chloe.“Makasih,” ujar Chloe tersenyum seraya menerima cup plastik berisikan minuman iced caramel macchiato yang sebelumnya dia pesan. “Soalnya emang cuma
Cih! Ingin meminta maaf katanya? Sekaligus meminta Chloe untuk tidak marah lagi pada Juan? Enak saja, batin Chloe menggerutu. Tidak semudah itu.Bisa-bisanya dengan mudah Alex mengucapkan kata maaf setelah membuat Chloe menanggung malu seumur hidup. Memang laki-laki itu tidak bisa mengerti bagaimana perasaan perempuan. Terutama Juan. Keduanya sama saja. Suka mengobral kata maaf. Menganggap kejadian malam itu seperti tidak ada apa-apanya.Lantas, lihat sekarang. Enak, kan, dibuat panik? Biar Alex itu merasakan bagaimana rasanya ketika rahasia yang telah ditutup rapat-rapat olehnya diketahui oleh orang lain di tempat umum. Yah, meski itu belum sebanding dengan apa yang Chloe rasakan, tapi Chloe cukup puas mengerjainya.
“Tadi itu siapa?” tanya Sam pada Chloe sambil membenarkan posisi tali ransel yang terpasang di kedua bahunya. “Kelihatannya Pak Juan juga kenal.”Chloe menggigit bibir. Memandang Juan yang juga tengah memandangnya. Disampirkannya sekumpulan helai rambut ke belakang telinga. Wajahnya yang tadinya mengarah pada Juan, berpaling menghadap Sam.“Kak Sam ngga tau itu siapa?” tanya Chloe hati-hati.“Gue ngga sempat liat mukanya, sih.”“Bukan siapa-siapa,” cetus Juan menarik perhatian Chloe.Seakan tahu apa yang ingin disampaikan Juan melalui sorot matanya, Chloe pun akhirnya berujar, “Iya, cuma mau tanya gedung jurusan lain kok.”
Jika diminta untuk memilih antara mengerjakan sebanyak berapa puluh soal Kalkulus atau membuat esai dengan tema kepemimpinan, sepertinya Chloe akan lebih memilih untuk mengerjakan soal Kalkulus saja, karena tampaknya otaknya itu tidak dirancang untuk bisa merangkai beberapa kalimat menarik yang bisa dituangkan dalam esai. Dan, apa juga tadi yang mesti ditulis dalam esai selain tema yang sudah ditentukan? Menuliskan apa alasan Chloe memilih himpunan sebagai kegiatan non akademiknya? Apa Chloe harus menulis karena terpaksa akibat tidak tahu harus mendaftar kegiatan apa selama berkuliah di Seirios? Sudah pasti Juan—sang pembina kemahasiswaan—dan Sam—sang ketua himpunan—akan memasukkan namanya ke dalam blacklist.Chloe melepas kacamata yang memang biasa dia gunakan selagi harus bertatapan dengan laptop dalam waktu lama. Memejamkan mata sek
Siapa? Siapa perempuan yang dimaksud Grace? Kenapa Juan bisa membawa foto itu hingga ke ruang kerjanya? Kenapa harus dia pandangi dalam waktu yang lama? Belum lagi perihal secuil ingatan Chloe yang ikut muncul tadi malam. Apa benar itu sungguhan? Bukan mimpi? Karena selama ini Chloe hanya menganggap kejadian itu adalah mimpi. Lantas, jika itu sungguhan bagaimana? Kenapa juga Juan melakukan itu? Apa Chloe harus bertanya langsung padanya untuk memastikan benar atau tidaknya? Kenapa pula pertanyaan-pertanyaan semacam itu bermunculan di kepala Chloe hingga membuatnya resah sepanjang malam? Bahkan hingga detik ini. Detik di mana Chloe sudah duduk di dalam ruang kelas mata kuliah Kalkulus. Bersiap menunggu datangnya sang dosen yang membuatnya nyaris terjaga hingga pagi. “Chloe, lo udah jadi ketemu Kak Sam?” tanya seorang perempuan yang duduk di belakangnya.
“Chloe!” pekik Juan pelan, tapi menekan.Diraihnya segera tangan Chloe dan ditariknya cepat mengarah pada pintu darurat. Tubuh Chloe yang mungil nan ringan terbawa begitu saja bagai sehelai kain yang terbang terangkut embusan angin. Berbeda dengan Chloe yang mesti sekuat tenaga menarik pintu darurat, Juan dengan mudahnya melakukan itu. Dibawanya Chloe masuk dan dibiarkan pintu darurat menutup dengan sendirinya.Juan mengusap wajah hingga ke belakang kepalanya sambil mengerang frustasi. Belum juga membuatnya tenang, Juan mulai melangkah tanpa arah yang jelas. Tangan kirinya berpegang pada pinggang, sedangkan tangan kanannya masih mengubrak-abrik wajah dan rambutnya. Chloe tidak pernah melihat Juan bereaksi seperti itu.“Kamu sadar kalau ini gedung jurusan?” tanya Juan pada akhirnya. Seti
Menyebalkan. Sekali menyebalkan akan tetap menyebalkan.Apa lelaki itu tidak paham kalau dua hal tersebut penting bagi Chloe? Setiap bagian tubuhnya adalah sesuatu yang penting untuk Chloe jaga, lantas dengan mudahnya Juan meminta maaf setelah apa yang dia lakukan pada bagian tubuhnya? Tanpa izin? Saat Chloe dalam keadaan lemah? Apa yang telah dilakukan Juan padanya benar-benar tidak mencerminkan kewibawaan sebagai seorang dosen.Tega-teganya membentak pula. Itu yang paling sulit Chloe terima. Meskipun Chloe sadar kalau dia juga terkesan keterlaluan, tapi dia seperti itu juga karena Juan. Kalau saja Juan tidak datang siang hari itu, pasti hal semacam ini tidak akan terjadi. Bukankah sudah sepantasnya Chloe marah? Bukankah juga sudah sepantasnya Juan menerima jika dia salah? Bukannya justru terus membela diri dan menganggap apa yang telah terjadi adalah