Grace, gue harusnya udah meninggal.
Grace, lo harus percaya sama gue. Pak Juan itu mirip banget sama grim reaper yang ditugasin bawa gue ke akhirat! Dan gue merasa kalau itu emang dia!
Grace, gue harus gimana?
Segala bentuk kalimat pernyataan dan kalimat pertanyaan berkecamuk di dalam kepala Chloe. Membuat semacam rentetan daftar yang Chloe sendiri pun tahu bahwa dia tidak bisa mengatakan hal semacam itu pada Grace. Akan dibilang apa dia nantinya? Gila? Stres? Atau mungkin efek kelelahan? Memang Grace akan mendengarkan cerita Chloe hingga tuntas—karena pada dasarnya Grace adalah seorang pendengar yang baik—namun setelah itu Chloe yakin, kalau teman sekamarnya itu akan langsung memintanya untuk segera periksa ke rumah sakit.
Suara jentikan jari seketika berhasil menarik perhatian Chloe dari semangkuk mie instan di atas meja. Lupa kalau dia sedang berada di kantin asrama untuk makan malam.
“Wah, jadi dari tadi lo ngga denger gue ngomong?” tanya Grace berdecak. “Berasa makan sendirian ya gue.”
Chloe menyendok mie instan yang sudah tak lagi panas akibat diabaikan selama beberapa menit. Menyeruputnya dan mengunyahnya dengan tidak terlalu niat.
“Kenapa sih? Baru juga selesai tahap orientasi, udah bengong aja,” ujar Grace heran. “Udah makan malem cuma mie instan doang, makin kosong aja perut sama otak lo.”
“Tapi kenyataannya otak gue ngga kosong, kan?”
“Ya Tuhan, sombongnya anak kecil ini.” Grace menggelengkan kepala. “Pasti gara-gara ngga ada cowok yang ganteng, ya?”
“Astaga, yang ada di pikiran lo kayaknya cowok terus deh. Jangan-jangan lo ya yang mau cari pacar di Seirios?” balas Chloe iseng-iseng menebak.
“Ya, lagian bengong sampai makan aja ngga fokus.”
“Gue cuma kepikiran Papa,” jawab Chloe mengelak. Beruntung dirinya dengan cepat menemukan alasan yang lebih logis. “Tapi ngga apa-apa. Nanti sebelum tidur gue telepon aja.”
Grace mengaduk segelas jeruk peras hangat yang sebelumnya dia pesan.
“Pokoknya history lo di sini mesti bagus biar bokap lo seneng,” tutur Grace mengingatkan.
Chloe tersenyum lemah. “Iya, gue tau kok.”
Menjadikan papanya sebagai jawaban pertanyaan Grace, justru membuat suasana sekitar berangsur muram. Padahal kantin asrama begitu ramai. Terlebih perempuan dan laki-laki saling berbaur—tidak dipisahkan layaknya gedung asrama. Chloe bisa melihat langsung bagaimana kehidupan kampus yang jauh berbeda dengan kehidupan di masa sekolah dulu.
“Jadi, lo udah ketemu dosen muda di jurusan kita yang gue bilang ganteng, tapi rada jutek?”
Chloe tersedak kuah mie instan yang tengah dihirupnya dari sendok. Melihat ada-ada saja bentuk dari kelakuan temannya itu, Grace sampai menepuk dahinya sendiri.
Setelah menepuk-nepuk dadanya yang terbatuk-batuk, Chloe menyeruput air mineral yang dibelinya. Meskipun makanan kesukaan Chloe adalah mie instan, namun hal baiknya adalah Chloe pecinta air mineral.
“K-kok lo tau kalau gue ketemu dia?” tanya Chloe panik.
Dahi Grace mengerut. “Ha? Ya, kan emang dikenalin waktu orientasi tadi. Gimana sih?”
Eh. Jadi itu maksudnya.
Chloe menggaruk belakang lehernya. “Oh, iya.”
“Emangnya lo ketemu Pak Juan di mana lagi?”
Bola mata Chloe hampir menyembul keluar dari rongga matanya, lalu bergulir ke sana-ke mari saat Grace menatapnya dengan tatapan ingin tahu.
“Ah, ngga.” Kepala Chloe bergeleng cepat. “Ngga ketemu di mana-mana lagi.”
“Gue kasih tau aja ya. Cukup lo ketemu sama dia di kampus, jangan sampai ketemu di luar kampus. Bakal ngga tenang hidup lo. Pasti bakal mimpi buruk terus. Percaya deh,” papar Grace begitu serius. Membuat Chloe bertanya-tanya, apa jangan-jangan Grace tahu kalau Juan adalah grim reaper?
Kepala Chloe menoleh ke kanan dan ke kiri. Memastikan apakah ada orang yang duduk di dekat dengannya. Kemudian mengubah posisi duduknya lebih mendekat ke arah Grace. Begitu dekat sampai pinggiran meja menekan tulang rusuknya.
“Emangnya kenapa? Apa lo tau sesuatu tentang dia?” tanya Chloe dengan volume pelan. Berharap dirinya memperoleh jawaban sesuai dengan yang diinginkan. Dengan begitu, tebakannya sedari awal bahwa Juan adalah grim reaper adalah benar.
“Lo udah liat sendiri kan tadi. Mukanya itu serem. Kalau lo ketemu dia di mana-mana, mukanya itu bakal nempel terus di kepala lo. Sampai mau tidur pun pasti kebayang-bayang,” jelas Grace bergidik tiba-tiba. Kedua tangannya terlipat di depan dada dan saling mengelus lengan satu sama lain.
“Terus apa lagi yang lo tau?”
Raut wajah Grace menegang. “Lo mau tau ngga, di kalangan mahasiswanya dia, dia terkenal sebagai apa?” tanya Grace dengan suara yang lebih pelan. Chloe mengangguk serius. “Malaikat maut!”
Chloe merasa dadanya seperti terhantam sesuatu yang teramat keras. Hanya saja tidak sakit, justru membuatnya lemas. Tidak bertenaga. Bahkan tubuhnya serasa melayang. Chloe tidak menyangka kalau ternyata sudah banyak orang yang tahu tentang siapa Juan sebenarnya. Sudah susah payah dirinya menentang hasil pemikirannya sendiri, tapi kenyataannya memang tidak perlu ada yang dipertentangkan.
Di sela-sela ketegangan yang Chloe rasakan, muncul suara cekikikan yang agak mengganggu.
“Heh! Serius banget sih. Muka sampai pucet begitu.” Grace berusaha menahan tawanya.
Mendengar ucapan Grace barusan, Chloe merasa ada yang tidak beres.
“Pak Juan itu terkenal sering buat down mental mahasiswa. Terutama yang udah tingkat akhir. Pokoknya yang mau bimbingan atau diuji sama dia, harus siap mental, kalau ngga … fix bakal dibawa ke akhirat sama dia. Alias ngga lulus! Makanya dia itu udah dikenal sebagai malaikat maut sama mahasiswanya sendiri.”
Grace menjelaskan dengan begitu santai sambil menghabiskan minuman jeruknya. Tanpa sedikit pun mempedulikan Chloe di depannya yang merasa pikiran dan perasaannya dipermainkan hanya dalam waktu kurang lebih satu menit. Chloe memang belum pernah merasakan bagaimana rasanya ketika perasaannya dipermainkan oleh laki-laki, namun ketika perasaannya dipermainkan oleh seorang Grace saja rasanya sudah begitu menyebalkan.
Kini Chloe hanya bisa memandang Grace dengan kesal. Kedua lengannya menyilang sembari menempelkan punggung pada sandaran kursi.
“Apa lagi yang lo mau tau tentang Pak Juan?”
“Ngga ada.”
“Setau gue sih dia belum nikah.”
“Ngga peduli.”
“Haha, jangan ngambek gitu dong. Lo ngga betulan percaya kalau dia malaikat maut, kan?”
Chloe diam sejenak. Memalingkan wajah. “Bodo.”
“Haduuh, dasar anak kecil.” Grace berdiri dari kursi dan mengacak-acak rambut Chloe, lalu pergi entah ingin membeli makanan apa lagi.
Bodoh. Pikir Chloe mengomentari dirinya sendiri.
Harusnya Chloe tahu bahwa tidak mungkin Grace bersungguh-sungguh mengartikan malaikat maut seperti grim reaper yang ada di pikirannya. Jikalau benar Juan adalah grim reaper, tidak mungkin juga dengan bangganya dia membeberkan identitasnya itu di depan orang banyak. Harusnya Chloe tahu. Dengan begitu dirinya tidak menjadi bahan celaan Grace lagi.
Akan tetapi, entah mengapa Chloe masih merasa yakin. Betul-betul yakin.
Dikeluarkannya brosur himpunan yang sudah penuh dengan bekas lipatan yang abstrak. Chloe sendiri juga tidak tahu kenapa dirinya membawa brosur itu sampai ke kantin. Dilihatnya lagi untuk memastikan seberapa mirip Juan bertudung dengan grim reaper yang menjemputnya hari itu. Mau seberapa besar usaha Chloe untuk mengelak atau mencari alasan untuk menyanggah keyakinannya, justru usahanya itu semakin membuat Chloe yakin bahwa Juan adalah seorang grim reaper.
Hingga akhirnya Chloe merasa bahwa dirinya harus segera menyudahi tanda tanya di dalam kepalanya. Chloe memutuskan mulai besok dia akan mencari tahu sendiri. Kalau perlu Chloe akan membuktikan bahwa Juan memanglah seorang grim reaper yang pernah dia temui.
Mau tak mau Chloe datang menghampiri Juan demi menuntaskan rasa penasarannya yang sudah telanjur terpancing. Juan pun sengaja membiarkan pintu kamarnya terbuka. Membiarkan Chloe masuk tanpa perlu repot-repot membuka pintu.Awalnya Chloe mengira Juan sudah langsung merebahkan diri di atas tempat tidurnya, tapi ternyata dia masih sibuk mengecek ponsel. Chloe hendak lanjut melangkah setelah sempat berhenti di ambang pintu, tapi pergerakan Juan setelahnya entah kenapa membuat Chloe mengurungkan niatnya itu. Juan dengan santai melempar ponselnya ke atas tempat tidur, kemudian melepas hoodie yang dipakai. Sempat membuat Chloe berdengap, dikarenakan berpikir Juan tidak sedang mengenakan apa pun lagi di balik hoodie-nya, tapi ternyata di
Beberapa minggu kemudian.Alex dan Grace benar. Chloe harus bangkit dan harus berpikir positif. Terlebih semakin bertambahnya hari, semakin banyak pula kemajuan kabar yang diberikan oleh Alex. Chloe harus yakin bahwa Juan akan kembali. Meski terkadang rasa rindu benar-benar menguras air matanya, tapi Chloe bisa menghadapinya dan kembali beraktivitas seperti biasa. Tidak peduli celotehan dan celetukan yang tak enak didengar berseliweran di telinga kanan dan kirinya. Chloe berusaha mengabaikan itu semua.Namun, tetap tidak bisa dipungkiri bahwa hatinya berangsur waswas ketika tahu waktu satu bulan akan usai. Pertanyaan-pertanyaan yang dulu pernah menggerayangi pikirannya kini kembali bermunculan. Bagaimana jika bukti-bukti yang ada tidak cukup kuat untuk membuat Juan kembali? Bagaimana jika Juan sungguh-sungguh tidak kembali? Bagaimana jika Chloe di
"Chloe, ayo dong. Lo jangan terus-terusan nangis begini. Gue harus lakuin apa biar seenggaknya lo berhenti nangis, lo bangun dari tempat tidur, dan yang paling penting … lo mau makan."Grace sudah tidak tahu lagi harus bersikap seperti apa dalam menghadapi Chloe yang benar-benar kacau. Tidak mau makan. Tidak mau kuliah pula. Terlebih ketika dirinya tahu ada banyak orang yang menyalahkan dirinya atas kepergian Juan.Selang dua hari tanpa tanda-tanda kehadiran Juan di ruang kuliah, Alex mau tak mau mengirimkan surat permohonan pengunduran diri Juan sebagai dosen Seirios dikarenakan suatu hal yang mendesak, dimana Alex sengaja tidak menyebutkan detail alasannya. Mulai saat itu timbul banyak spekulasi yang semuanya menjurus pada satu sumber, yaitu Chloe. Orang-orang mulai menyangkutpautkan kepergian Juan yang tiba-tiba dengan Chloe. Lebih tepatnya dengan hub
Aneh. Tidak biasanya Juan pergi begitu lama. Memang Chloe tidak sedang menunggu Juan di suatu tempat. Chloe hanya sedang menunggu kabar dari lelaki itu sejak siang tadi. Sejak dimana Juan memberikan Chloe kejutan yang sungguh-sungguh membuatnya terkejut, bahkan hingga sekarang masih terasa bagaimana rasanya. Memang baru berjalan beberapa jam, tapi tetap saja tidak biasanya Juan mengabaikan Chloe begitu lama hanya karena sedang pergi menemui Alex.Chloe bolak-balik mengecek ponselnya sambil berbaring di atas tempat tidur.Chloe : Apa obrolan kalian sangat penting?Akhirnya Chloe bertanya itu dan chat tersebut tampaknya tidak benar-benar terkirim, sebab masih tertanda ceklis satu. Benar-benar an
Juan melangkah santai melewati pintu Gedung Malaikat Maut usai mengantarkan satu arwah di siang hari yang terik. Berjalan melenggang tanpa tau apa yang terjadi. Bahkan beberapa pasang mata yang memperhatikannya di lobi gedung pun tidak cukup membuatnya terusik.Tak jauh di depannya, Alex berjalan menghampiri. Bola matanya bergulir memandangi Juan dari ujung kepala hingga ujung kaki."Kenapa?" tanya Juan tak paham. "Jangan ikut-ikutan yang lain. Lihat gue kayak lihat siapa aja," cetusnya.Alex menatap dengan tatapan kosong."Ju …," panggilnya. "Lo … ada yang cari lo."Juan mengernyit. "Siapa?"Tiba-tiba saja dua sosok berjubah dan bertudung hitam yan
Pak Juan : Chloe, saya ada penjemputan. Sepertinya kamu harus makan siang sendiri hari ini.Tidak boleh mengeluh, pikir Chloe. Menjemput arwah adalah tugas utama Juan, Chloe tidak bisa melarangnya. Lagi pula, apa bisa Chloe yang merupakan seorang manusia ini melarang malaikat maut menjemput arwahnya? Sekilas sempat terpikirkan juga oleh Chloe bagaimana jika malaikat maut tidak datang untuk menjemput arwahnya? Apa malaikat maut tersebut akan dihukum? Hukuman macam apa yang bisa diterima malaikat maut?Chloe bersama dengan beberapa mahasiswa lainnya menyudahi agenda pertemuan dengan dosen pembimbing akademik sebelum memasuki semester baru. Menerima wejangan dari sang dosen untuk mengambil mata kuliah yang diajar oleh dosen selain Juan, seperti yang pernah Juan katakan. Namun, tidak ja