Keesokan harinya, Sandy hanya berbaring di atas sofa berbalutkan selimut bulu. Pria itu langsung demam setelah pulang dari kediaman Dinda semalam.
"Ini anak, ampun deh! Dulu pulang subuh kelayapan balap motor. Sekarang disuruh ngojek sampai kebablasan pulang subuh juga. Bingung emak sama kamu, San!" Mak Ijah mengomel ketika datang dengan membawa segelas teh hangat untuk putranya. "Sandy habis nganterin hantu, Mak. Kasihan banget loh, Mak. Dia dibunuh tetangganya sendiri sampai tiga tahun jasadnya belum ditemukan," Sandy bercerita. "Makin ngaco aja omongan kamu ini, Nak. Ini pasti gara-gara kepala kamu yang terbentur pas kecelakaan itu." Mak Ijah geleng-geleng kepala. "Sandy nggak ngaco, Mak! Coba aja pantau berita hari ini, pasti kasus Dinda di-up lagi." Sandy berdecak karena ibunya tak mempercayai dirinya. Siapa pula yang mau percaya jika Sandybercerita sesantai itu? Mak Ijah menghembuskan napas panjang. "Sudah lah, minum saja ini, habis itu sarapan. Emak sudah buatkan bubur buat kamu," ucap Mak Ijah seraya menyodorkan segelas teh hangat. Sandymenyeruput teh tersebut hingga habis setengahnya. Manis dan hangat di tubuhnya. "Makasih, Mak. Nanti Mak suapin aku, ya?" ucap Sandy. "Kamu ini masih saja aleman!" gumam Mak Ijah . Meski selalu mengomel, tetapi Mak Ijah juga selalu menuruti keinginan anaknya selama masih bisa dia lakukan. Wanita itu beranjak pergi ke dapur dan kembali dengan membawa semangkuk bubur di tangannya. Mak Ijah pun menyuapi anaknya. Sandy menonton TV sembari mengunyah makannya. Dia pun langsung terkesiap dan menepuk-nepuk pundak ibunya ketika berita tentang Dinda ditayangkan di sebuah acara berita. "Dinda, Mak! Dinda yang semalam aku anterin pulang," seru Sandy. Matanya melotot melihat ke layar TV yang menyala. Mak Ijah pun ikut melihat ke arah televisi. Keningnya berkerut mencerna setiap penjelasan yang disampaikan oleh pembawa berita dan reporter yang bertugas. Setelahnya, Mak Ijah melirik ke arah Sandy. "Kamu beneran nganterin hantu?" tanya Mak Ijah tak percaya. Sandy mengangguk-anggukkan kepalanya. "Beneran, Mak. Aku mana mungkin bohong sama Emak," jawab Ricky. "Kan Emak sendiri yang bilang kalau mata batin Sandy terbuka, wajar atuh aku bisa lihat hantu," sambungnya. "Ya Allah, kasihan sekali anak itu dan keluarganya." Mak Ijah mengelus dada. Wanita itu benar-benar turut merasakan kesedihan. Mak Ijah pun mengelus rambut putranya, tak terbyahgankan akan sesedih apa dirinya jika hal itu terjadi pada Sandy. Kasus kematian Dinda terungkap setelah jasadnya ditemukan di basemen rumah sakit. Mayatnya sudah menjadi tulang-belulang karena telah tiga tahun lamanya disimpan di dalam plastik polibag dan di-cor semen. Ilham dinyatakan sebagai tersangka utama yang telah melakukan pembunuhan dengan motif karena sakit hati cintanya ditolak oleh Dinda. Sejak terungkapnya kasus tersebut, Sandy sudah dua kali didatangi oleh pihak kepolisian. Yang pertama adalah polisi yang menangani kasus Dinda, mereka menanyakan kronologi kejadian saat Sandy mengungkap kasus Dinda pertama kali pada keluarga Pak Ruslan. Dan yang kedua, Sandy justru didatangi polisi yang sama sekali tidak menangani kasus Dinda. Polisi yang datang itu adalah seorang Iptu yang bertugas di Satresnarkoba. Polisi bernama Andika itu juga hanya menanyakan hal-hal yang tidak berhubungan dengan Dinda. "Siapa bapak itu, Mak?" Sandy melirik ke arah ibunya setelah Iptu Andika pergi. "Pak Andika, beliau yang membantu memulangkan motor kamu yang ditahan di polres pas kecelakaan itu," jawab Mak Ijah . "Emang motor Sandy ditahan, Mak?" Sandykembali bertanya. "Iya, Emak diminta nebus sekian juta untuk mengambilnya. Untung ada Pak Andika yang bisa dimintai tolong," jawab Mak Ijah . "Lah, kok bisa? Masa motor harus ditebus segala, Mak?" Sandy tak habis pikir. "Sudahlah, di dunia ini 'kan tidak semua orang jujur. Yang penting kamu selamat dan motor dari bapakmu sudah kembali," ucap Mak Ijah . "Jadi, bapak Andika itu siapa? Kok Emak bisa punya kenalan polisi? Pak Andika bukan pacar Emak, 'kan?" Sandy menatap ibunya penuh antisipasi dan curiga. "Bukan! Pacar terus, pacar terus. Pikirin saja empat kacarmu itu," sahut Mak Ijah . Agak keki juga karena Sandy selalu curiga bila dirinya kenal dengan lelaki. "Pak Andika itu dulunya teman bapakmu. Sudah lah, Mak jadi bete kalau ingat bapak kamu." Mak Ijah bangkit dari duduknya dan beranjak pergi ke ruangan lain. "Yah, Mak? Sandy makannya belum selesai!" Sandy berseru melihat mangkuk bubur yang belum habis malah dibawa oleh ibunya. Sandy juga jadi bertanya-tanya mengapa ibunya selalu sensi bila ada pembahasan tentang bapaknya. Selepas Dzuhur, Sandy merasa sudah baikan dan memutuskan untuk pergi mengojek lagi. Kedatangannya disambut tatapan mata dari bapak-bapak yang ada di sana. "Tumben baru datang," ucap Kang Ujang. "Anak mami pasti bangunnya siang," ucap tukang ojek lain. "Saya sakit, habis pulang subuh kemaren," jawab Sandy seraya turun dari motornya. "Ngapain ngojek sampai subuh segala atuh Sandy!?" tanya tukang ojek yang lain. "Saya habis ngojek hantu," ucap Ricky. Pengakuan Sandy itu disambut gelak tawa oleh mereka yang ada di pangkalan. Tentu saja mereka tidak ada yang percaya pada pria itu. Hanya Kang Ujang saja yang nampak berbeda ekspresi. Ketika para tukang ojek lain sudah pergi mengantar penumpang, Kang Ujang pun menghampiri Sandy. "San, hantu yang kamu antar itu yang kita lihat terakhir malam tadi, bukan?" tanya Kang Ujang. Sandy mengangguk cepat. "Benar, Kang. Akang bisa lihat juga?" tanyanya. "Saya nggak lihat jelas, saya hanya melihat sekilas saja. Saya pikir itu manusia, tak tahu kalau itu hantu," jawab Kang Ujang. "Aneh juga, Dinda bilang dia minta dianter saya karena hanya saya yang bisa lihat dia. Tapi kok, Kang Ujang bisa lihat juga?" Sandybertanya-tanya. "Saya bisa lihat, tapi tidak bisa berkomunikasi. Mungkin itu alasannya?" ucap Kang Ujang tak yakin. "Terus gimana, San?" tanya Kang Ujang. "Gimana apanya, Kang?" Sandy balik bertanya. "Hantunya, apa lagi?" jawab Kang Ujang. "Ya pulang ke rumahnya. Masuk berita tadi kasusnya," ucap Sandy. "Ya Allah, kasihan sekali. Saya jadi ingat anak saya yang lagi merantau di kota lain, mudah-mudahan anak saya baik-baik saja," sahut Kang Ujang. "Kang Ujang doakan saja anaknya. Jangan lupa rajin-rajin tanya keadaannya di kota, jangan kayak bapak-bapak lain yang abai sama anak sendiri!" ucap Sandy. Nada suaranya terdengar kesal karena dia teringat pada bapaknya yang tak kunjung memberi kabar. Kang Ujang menganggukkan kepalanya. "Pasti, San... nanti saya sering-sering telpon anak saya." Percakapan mereka terus berlanjut hingga seorang penumpang datang. Kang Ujang mengambil penumpang tersebut sehingga Sandy sendirian di pangkalan. Sandy yang awalnya merasa biasa pun mendadak meremang bulu kuduknya. Lantas dia mengusap tengkuk beberapa kali. "Kok perasaan nggak enak, ya? Nggak mungkin ada hantu, 'kan?" Sandy berkata sembari celingukan. Hari itu masih begitu terang meski sudah memasuki waktu Ashar, jadi rasanya tidak mungkin ada hantu yang menampakkan diri. Ketika tengah was-was, raut wajah Sandy tiba-tiba berubah cerah melihat siapa yang datang dari jalan raya. Dari jauh pun Sandy bisa tahu kalau yang berjalan itu adalah Kirana, pacar pertamanya. Bergegas Sandy bangkit berdiri. Kedatangan Kirana seperti mendapatkan harta karun baginya. "Kirana...Baru pulang?" Sandy bertanya dengan ramah. Kirana tidak langsung menjawab, wanita itu menatap Sandysejenak sebelum kemudian menganggukkan kepalanya. "Iya, aku capek banget," ucapnya seraya mengeluh di akhir kalimat. "Lembur terus ya?" Sandy bertanya kembali. Lagi, Kirana menganggukkan kepalanya. "Iya, Minggu depan malahan ada shift 2." "Shift 2 berarti pulangnya malam, dong?" tanya Sandy. Kirana berdeham saja sebagai jawabannya. "Kalau gitu, nanti kamu SMS atau telpon aku lima menit sebelum ke luar. Nanti aku jemput di depan pabrik, gimana?" Sandy memberi saran. "Yang bener? Kamu nggak ada niatan untuk main sama pacarmu yang lain emang?" Kirana bertanya seakan tak percaya. "Beneran! Kalau urusan jemput kamu mah aku serius. Khawatir juga takut kamu kenapa-kenapa di jalan," jawab Sandy. Dia memang jadi agak parno mengetahui wanita pulang malam sendirian. Sandy jadi teringat pada kasus Dinda, Sandytakut hal yang sama akan terjadi pada Kirana. Kirana nampak mengulum senyum mendengar jawaban sang pacar. Tentunya dia merasa diperlakukan spesial oleh pria itu. Perlahan dia melihat sekitar. "Kamu lagi ngeliatin apa?" tanya Sandy penasaran. "Lagi memastikan ada orang yang lihat atau enggak," jawab Kirana masih dengan mata yang memperhatikan sekitar. "Emangnya ken—" Belum rampung ucapannya, Sandy sudah melotot saja ketika pipinya mendapatkan sentuhan dari bibir Kirana. Wanita itu langsung beranjak pergi dengan langkah cepat tanpa mengatakan apapun. Sedangkan Sandy, pemuda itu seperti kesambet dan hanya bisa memegangi pipinya sendiri. Sesaat kemudian, mata Sandy membesar karena melihat seorang wanita tengah melihat ke arahnya, wanita cantik berambut panjang. Namun, wanita itu buru-buru pergi setelah Sandy melihatnya. Sandy hanya mengangkat bahu melihat wanita aneh itu. Dia tak sadar kalau wanita itu berjalan tanpa menapak tanah.Wanita itu terus muncul di beberapa kesempatan. Pandangannya selalu tertuju pada Sandy . Sandy juga sebenarnya selalu melihat wanita itu, tetapi dia tidak berbuat apa-apa, bahkan sekadar bertanya pun tidak dia lakukan.Sandy yang over percaya diri itu malah menduga bahwa wanita itu naksir padanya. Itulah sebabnya dia tidak mau merespon. Pacarnya sudah ada empat dan Sandy tidak mau menambah lagi, begitu pikirnya.Malam harinya, Sandy masih berada di pangkalan ojek. Dia sedang menunggu Kirana menghubunginya. Pria itu bergidik begitu angin malam berhembus. Meskipun pernah menjadi anak motor, tetapi sebenarnya Sandy cukup lemah bila terkena angin malam."Gila, cepat banget malam tiba. Perasaan tadi langit masih terang," gumam Sandy sembari menggosokkan kedua tangannya."Yang lain pada ke mana, sih? Kok nggak ada yang balik lagi sejak tadi?" Sandy bertanya-tanya karena rekan sesama tukang ojek belum kembali ke pangkalan. Padahal seingatnya, tujuan pelanggan mereka tidak jauh-jauh d
Sandy mengemudikan motornya dengan kecepatan sedang malam itu. Di belakangnya, pocong Aisyah nampak terus berbicara."Kenapa Abang Sandy pulang lagi? Padahal tadi Abang Sandy sudah lihat bapaknya Aisyah!" Pocong itu bertanya dengan nada manja bak remaja perempuan.Sandy hanya mendengarkan tanpa mau menjawab pertanyaan tersebut. Kenapa? Sudah jelas karena dia banyak berpapasan dengan pengendara lain di jalan. Sandy tidak mau dianggap gila karena berbicara sendiri, secara pocong Aisyah sudah pasti tidak terlihat kala itu.Ketika motor tiba di rumah, barulah Sandy berbicara. "Jangan ngajak aku bicara di jalan, nanti aja kalau aku sendirian," ucapnya.Pocong Aisyah menganggukkan kepalanya. Lantas dia mengikuti Sandy yang berjalan mendekati pintu masuk rumahnya."Assalamualaikum," ucap Sandy seraya mengetuk pintu."Mak? Sandy pulang!" seru Sandy setelah beberapa saat tak terdengar jawaban dari dalam rumahnya.Tak mau lama menunggu karena mengira ibunya sudah tertidur, Sandy pun merogoh sa
Beberapa hari setelah memulangkan pocong Aisyah ke rumah aslinya, Sandy kini bisa bernapas lega setelah beberapa kali harus melayani hantu sebagai penumpang ojeknya. Selama ini dia selalu merasa ketakutan dan cemas, tapi kini dia bisa kembali merasakan kebebasan dan ketenangan saat beraktivitas. Beban pikirannya terasa ringan karena tidak lagi merasa terintimidasi oleh wajah seram dan kasus para makhluk halus yang sering meminta bantuan padanya.Kehidupan pribadinya pun kembali normal, di mana dia bisa kembali menjalin hubungan dengan keempat pacarnya. Terutama Kirana, pacar pertamanya yang masih merajuk karena Sandy menolak mengantarnya bekerja beberapa waktu lalu. Sandy sadar bahwa dia harus segera meluruskan perasaan Kirana agar hubungan mereka kembali harmonis tanpa banyak drama.Di suatu Minggu pagi yang cerah, Sandy sudah mendapatkan panggilan telepon dari Rahayu, pacar keduanya. Wanita itu menelpon hanya untuk menyapa serta memberitahukan bahwa dia sudah hampir sampai ke rumah
Sandy duduk bersila sambil mendengarkan si hantu basah bercerita. Dari penuturannya, hantu itu merupakan seorang remaja berusia 15 tahun bernama Syarif yang tewas tenggelam di sungai yang jaraknya cukup dekat dengan kampung Sandy. Sandy nampak heran karena sebenarnya sungai itu tidaklah dalam, rasanya tidak mungkin ada orang meninggal tenggelam di sana."Kamu nggak meninggal tenggelam, 'kan?" tanya Sandy seraya menatap lekat lawan bicaranya.Syarif si hantu basah nampak bingung bagaimana menjelaskannya. "Kematian saya memang karena tenggelam, Kak. Tapi sebelumnya saya memang sempat pingsan dulu," jawabnya."Pingsan kenapa? Karena kalau tenggelam sangat tidak mungkin. Sungai itu mah dalamnya juga cuma selutut aku doang," kata Sandy.Syarif menganggukkan kepalanya. "Seingat saya, saya sedang dalam perjalanan pulang selepas main malam itu. Saya nggak tahu penyebab pastinya apa, tapi motor yang kami tumpangi tiba-tiba ditendang dari samping sampai kami jatuh bersamaan. Teman saya langsung
Tubuh Sandy melayang di udara dan jatuh dengan keras ke atas aspal jalan. Sebelumnya, pria 22 tahun itu tengah mengikuti balap liar yang biasa diadakan oleh pemuda-pemuda yang mengaku sebagai geng motor. Sialnya, Sandy justru bertabrakan dengan pembalap lain yang melaju berlawanan arah. Sandy masih sadar saat itu, dia juga bisa melihat orang-orang berlarian ke arahnya. Namun, fokusnya hanya tertuju pada seorang wanita yang berdiri di pinggir jalan sembari menatap ke arahnya. Sandy bertanya-tanya, siapakah wanita itu? Belum sempat pertanyaan yang berputar di benaknya terjawab, Sandy sudah keburu diangkat oleh rekannya dan dibawa pergi. Ketika membuka mata, Sandy telah berbaring di ranjang perawatan. Tangannya diinfus dan kepalanya juga diperban. Sandy celingukan seperti orang bingung karena hanya dia seorang yang ada di ruangan itu. Oh, salah. Sandy ersenyum ketika melihat pergerakan di ranjang depan. Dia tidak sendiri. Meski ranjang perawatan itu ditutup tirai, tetapi Sandy bisa m
Hari berikutnya, Sandy sudah diperkenankan pulang dari rumah sakit. Seperti biasa Mak Ijah akan menjemput anak itu dengan sepeda motor matic miliknya. Jujur saja selama Mak Ijah mengurus berkas kepulangan, Sandy terus mengekor di belakang ibunya karena dia terus mendengar seseorang memanggil namanya.Sandy yakin kalau suara itu milik suster berdarah yang mengganggunya beberapa hari kemarin. Karena terus berada di samping ibunya, Sandy pun tidak melihat hantu itu lagi. Pada akhirnya dia berhasil pulang ke rumah.Hal yang tak disangka-sangka, kepulangan Sandy disambut dengan adanya empat wanita yang berdiri di teras rumahnya. Keempat wanita itu langsung tersenyum begitu melihat Sandy datang."Sayangku.""Ayang!""Sayang.""Sandy."Keempat wanita itu menyapa dengan sebutan yang berbeda-beda. Sandy yang mendengarnya hanya bisa menelan ludah karena sekarang dia dihadapkan dengan masalah baru.Lain lagi dengan Mak Ijah yang nampak biasa saja, wanita itu justru cengengesan sendiri. "Makan tu
Sandy semakin ketar-ketir ketika hidungnya mencium bau anyir khas darah. Dia tahu kalau penumpangnya sudah berubah menjadi hantu menyeramkan sama seperti yang ia lihat di rumah sakit. "Abang mau baca surah An-Nas lagi , enggak?" Hantu suster berdarah itu bertanya dengan nada mengejek. Sandy biasanya akan mudah terprovokasi, tetapi kali ini nyali untuk adu bacot sudah menghilang dan tergantikan dengan rasa takut yang luar biasa. "T-tolong jangan gangguin saya," ucap Sandy tergagap. "Aku enggak mau ganggu, kok. Aku cuma mau diantar pulang ke rumah," jawab hantu wanita. "Saya nggak kenal kamu, saya nggak mau kenal juga. Tolong cari orang lain saja buat nganterin kamu pulang," ucap Sandy masih dengan bibir yang gemetar. "Aku maunya sama Abang Sandy." Hantu wanita melingkarkan kedua tangannya di perut Sandy. Perut Sandy semakin mules merasakan hawa dingin yang menembus jaketnya. "Y-ya udah, di mana makam kamu?" Sandy akhirnya menyerah dan berniat untuk mengantarkan saja hantu itu k
Sandy duduk bersila sambil mendengarkan si hantu basah bercerita. Dari penuturannya, hantu itu merupakan seorang remaja berusia 15 tahun bernama Syarif yang tewas tenggelam di sungai yang jaraknya cukup dekat dengan kampung Sandy. Sandy nampak heran karena sebenarnya sungai itu tidaklah dalam, rasanya tidak mungkin ada orang meninggal tenggelam di sana."Kamu nggak meninggal tenggelam, 'kan?" tanya Sandy seraya menatap lekat lawan bicaranya.Syarif si hantu basah nampak bingung bagaimana menjelaskannya. "Kematian saya memang karena tenggelam, Kak. Tapi sebelumnya saya memang sempat pingsan dulu," jawabnya."Pingsan kenapa? Karena kalau tenggelam sangat tidak mungkin. Sungai itu mah dalamnya juga cuma selutut aku doang," kata Sandy.Syarif menganggukkan kepalanya. "Seingat saya, saya sedang dalam perjalanan pulang selepas main malam itu. Saya nggak tahu penyebab pastinya apa, tapi motor yang kami tumpangi tiba-tiba ditendang dari samping sampai kami jatuh bersamaan. Teman saya langsung
Beberapa hari setelah memulangkan pocong Aisyah ke rumah aslinya, Sandy kini bisa bernapas lega setelah beberapa kali harus melayani hantu sebagai penumpang ojeknya. Selama ini dia selalu merasa ketakutan dan cemas, tapi kini dia bisa kembali merasakan kebebasan dan ketenangan saat beraktivitas. Beban pikirannya terasa ringan karena tidak lagi merasa terintimidasi oleh wajah seram dan kasus para makhluk halus yang sering meminta bantuan padanya.Kehidupan pribadinya pun kembali normal, di mana dia bisa kembali menjalin hubungan dengan keempat pacarnya. Terutama Kirana, pacar pertamanya yang masih merajuk karena Sandy menolak mengantarnya bekerja beberapa waktu lalu. Sandy sadar bahwa dia harus segera meluruskan perasaan Kirana agar hubungan mereka kembali harmonis tanpa banyak drama.Di suatu Minggu pagi yang cerah, Sandy sudah mendapatkan panggilan telepon dari Rahayu, pacar keduanya. Wanita itu menelpon hanya untuk menyapa serta memberitahukan bahwa dia sudah hampir sampai ke rumah
Sandy mengemudikan motornya dengan kecepatan sedang malam itu. Di belakangnya, pocong Aisyah nampak terus berbicara."Kenapa Abang Sandy pulang lagi? Padahal tadi Abang Sandy sudah lihat bapaknya Aisyah!" Pocong itu bertanya dengan nada manja bak remaja perempuan.Sandy hanya mendengarkan tanpa mau menjawab pertanyaan tersebut. Kenapa? Sudah jelas karena dia banyak berpapasan dengan pengendara lain di jalan. Sandy tidak mau dianggap gila karena berbicara sendiri, secara pocong Aisyah sudah pasti tidak terlihat kala itu.Ketika motor tiba di rumah, barulah Sandy berbicara. "Jangan ngajak aku bicara di jalan, nanti aja kalau aku sendirian," ucapnya.Pocong Aisyah menganggukkan kepalanya. Lantas dia mengikuti Sandy yang berjalan mendekati pintu masuk rumahnya."Assalamualaikum," ucap Sandy seraya mengetuk pintu."Mak? Sandy pulang!" seru Sandy setelah beberapa saat tak terdengar jawaban dari dalam rumahnya.Tak mau lama menunggu karena mengira ibunya sudah tertidur, Sandy pun merogoh sa
Wanita itu terus muncul di beberapa kesempatan. Pandangannya selalu tertuju pada Sandy . Sandy juga sebenarnya selalu melihat wanita itu, tetapi dia tidak berbuat apa-apa, bahkan sekadar bertanya pun tidak dia lakukan.Sandy yang over percaya diri itu malah menduga bahwa wanita itu naksir padanya. Itulah sebabnya dia tidak mau merespon. Pacarnya sudah ada empat dan Sandy tidak mau menambah lagi, begitu pikirnya.Malam harinya, Sandy masih berada di pangkalan ojek. Dia sedang menunggu Kirana menghubunginya. Pria itu bergidik begitu angin malam berhembus. Meskipun pernah menjadi anak motor, tetapi sebenarnya Sandy cukup lemah bila terkena angin malam."Gila, cepat banget malam tiba. Perasaan tadi langit masih terang," gumam Sandy sembari menggosokkan kedua tangannya."Yang lain pada ke mana, sih? Kok nggak ada yang balik lagi sejak tadi?" Sandy bertanya-tanya karena rekan sesama tukang ojek belum kembali ke pangkalan. Padahal seingatnya, tujuan pelanggan mereka tidak jauh-jauh d
Keesokan harinya, Sandy hanya berbaring di atas sofa berbalutkan selimut bulu. Pria itu langsung demam setelah pulang dari kediaman Dinda semalam. "Ini anak, ampun deh! Dulu pulang subuh kelayapan balap motor. Sekarang disuruh ngojek sampai kebablasan pulang subuh juga. Bingung emak sama kamu, San!" Mak Ijah mengomel ketika datang dengan membawa segelas teh hangat untuk putranya. "Sandy habis nganterin hantu, Mak. Kasihan banget loh, Mak. Dia dibunuh tetangganya sendiri sampai tiga tahun jasadnya belum ditemukan," Sandy bercerita. "Makin ngaco aja omongan kamu ini, Nak. Ini pasti gara-gara kepala kamu yang terbentur pas kecelakaan itu." Mak Ijah geleng-geleng kepala. "Sandy nggak ngaco, Mak! Coba aja pantau berita hari ini, pasti kasus Dinda di-up lagi." Sandy berdecak karena ibunya tak mempercayai dirinya. Siapa pula yang mau percaya jika Sandybercerita sesantai itu? Mak Ijah menghembuskan napas panjang. "Sudah lah, minum saja ini, habis itu sarapan. Emak sudah buatkan bubur bua
Sandy semakin ketar-ketir ketika hidungnya mencium bau anyir khas darah. Dia tahu kalau penumpangnya sudah berubah menjadi hantu menyeramkan sama seperti yang ia lihat di rumah sakit. "Abang mau baca surah An-Nas lagi , enggak?" Hantu suster berdarah itu bertanya dengan nada mengejek. Sandy biasanya akan mudah terprovokasi, tetapi kali ini nyali untuk adu bacot sudah menghilang dan tergantikan dengan rasa takut yang luar biasa. "T-tolong jangan gangguin saya," ucap Sandy tergagap. "Aku enggak mau ganggu, kok. Aku cuma mau diantar pulang ke rumah," jawab hantu wanita. "Saya nggak kenal kamu, saya nggak mau kenal juga. Tolong cari orang lain saja buat nganterin kamu pulang," ucap Sandy masih dengan bibir yang gemetar. "Aku maunya sama Abang Sandy." Hantu wanita melingkarkan kedua tangannya di perut Sandy. Perut Sandy semakin mules merasakan hawa dingin yang menembus jaketnya. "Y-ya udah, di mana makam kamu?" Sandy akhirnya menyerah dan berniat untuk mengantarkan saja hantu itu k
Hari berikutnya, Sandy sudah diperkenankan pulang dari rumah sakit. Seperti biasa Mak Ijah akan menjemput anak itu dengan sepeda motor matic miliknya. Jujur saja selama Mak Ijah mengurus berkas kepulangan, Sandy terus mengekor di belakang ibunya karena dia terus mendengar seseorang memanggil namanya.Sandy yakin kalau suara itu milik suster berdarah yang mengganggunya beberapa hari kemarin. Karena terus berada di samping ibunya, Sandy pun tidak melihat hantu itu lagi. Pada akhirnya dia berhasil pulang ke rumah.Hal yang tak disangka-sangka, kepulangan Sandy disambut dengan adanya empat wanita yang berdiri di teras rumahnya. Keempat wanita itu langsung tersenyum begitu melihat Sandy datang."Sayangku.""Ayang!""Sayang.""Sandy."Keempat wanita itu menyapa dengan sebutan yang berbeda-beda. Sandy yang mendengarnya hanya bisa menelan ludah karena sekarang dia dihadapkan dengan masalah baru.Lain lagi dengan Mak Ijah yang nampak biasa saja, wanita itu justru cengengesan sendiri. "Makan tu
Tubuh Sandy melayang di udara dan jatuh dengan keras ke atas aspal jalan. Sebelumnya, pria 22 tahun itu tengah mengikuti balap liar yang biasa diadakan oleh pemuda-pemuda yang mengaku sebagai geng motor. Sialnya, Sandy justru bertabrakan dengan pembalap lain yang melaju berlawanan arah. Sandy masih sadar saat itu, dia juga bisa melihat orang-orang berlarian ke arahnya. Namun, fokusnya hanya tertuju pada seorang wanita yang berdiri di pinggir jalan sembari menatap ke arahnya. Sandy bertanya-tanya, siapakah wanita itu? Belum sempat pertanyaan yang berputar di benaknya terjawab, Sandy sudah keburu diangkat oleh rekannya dan dibawa pergi. Ketika membuka mata, Sandy telah berbaring di ranjang perawatan. Tangannya diinfus dan kepalanya juga diperban. Sandy celingukan seperti orang bingung karena hanya dia seorang yang ada di ruangan itu. Oh, salah. Sandy ersenyum ketika melihat pergerakan di ranjang depan. Dia tidak sendiri. Meski ranjang perawatan itu ditutup tirai, tetapi Sandy bisa m