LOGINKeesokan harinya, Sandy hanya berbaring di atas sofa berbalutkan selimut bulu. Pria itu langsung demam setelah pulang dari kediaman Dinda semalam.
"Ini anak, ampun deh! Dulu pulang subuh kelayapan balap motor. Sekarang disuruh ngojek sampai kebablasan pulang subuh juga. Bingung emak sama kamu, San!" Mak Ijah mengomel ketika datang dengan membawa segelas teh hangat untuk putranya. "Sandy habis nganterin hantu, Mak. Kasihan banget loh, Mak. Dia dibunuh tetangganya sendiri sampai tiga tahun jasadnya belum ditemukan," Sandy bercerita. "Makin ngaco aja omongan kamu ini, Nak. Ini pasti gara-gara kepala kamu yang terbentur pas kecelakaan itu." Mak Ijah geleng-geleng kepala. "Sandy nggak ngaco, Mak! Coba aja pantau berita hari ini, pasti kasus Dinda di-up lagi." Sandy berdecak karena ibunya tak mempercayai dirinya. Siapa pula yang mau percaya jika Sandybercerita sesantai itu? Mak Ijah menghembuskan napas panjang. "Sudah lah, minum saja ini, habis itu sarapan. Emak sudah buatkan bubur buat kamu," ucap Mak Ijah seraya menyodorkan segelas teh hangat. Sandymenyeruput teh tersebut hingga habis setengahnya. Manis dan hangat di tubuhnya. "Makasih, Mak. Nanti Mak suapin aku, ya?" ucap Sandy. "Kamu ini masih saja aleman!" gumam Mak Ijah . Meski selalu mengomel, tetapi Mak Ijah juga selalu menuruti keinginan anaknya selama masih bisa dia lakukan. Wanita itu beranjak pergi ke dapur dan kembali dengan membawa semangkuk bubur di tangannya. Mak Ijah pun menyuapi anaknya. Sandy menonton TV sembari mengunyah makannya. Dia pun langsung terkesiap dan menepuk-nepuk pundak ibunya ketika berita tentang Dinda ditayangkan di sebuah acara berita. "Dinda, Mak! Dinda yang semalam aku anterin pulang," seru Sandy. Matanya melotot melihat ke layar TV yang menyala. Mak Ijah pun ikut melihat ke arah televisi. Keningnya berkerut mencerna setiap penjelasan yang disampaikan oleh pembawa berita dan reporter yang bertugas. Setelahnya, Mak Ijah melirik ke arah Sandy. "Kamu beneran nganterin hantu?" tanya Mak Ijah tak percaya. Sandy mengangguk-anggukkan kepalanya. "Beneran, Mak. Aku mana mungkin bohong sama Emak," jawab Ricky. "Kan Emak sendiri yang bilang kalau mata batin Sandy terbuka, wajar atuh aku bisa lihat hantu," sambungnya. "Ya Allah, kasihan sekali anak itu dan keluarganya." Mak Ijah mengelus dada. Wanita itu benar-benar turut merasakan kesedihan. Mak Ijah pun mengelus rambut putranya, tak terbyahgankan akan sesedih apa dirinya jika hal itu terjadi pada Sandy. Kasus kematian Dinda terungkap setelah jasadnya ditemukan di basemen rumah sakit. Mayatnya sudah menjadi tulang-belulang karena telah tiga tahun lamanya disimpan di dalam plastik polibag dan di-cor semen. Ilham dinyatakan sebagai tersangka utama yang telah melakukan pembunuhan dengan motif karena sakit hati cintanya ditolak oleh Dinda. Sejak terungkapnya kasus tersebut, Sandy sudah dua kali didatangi oleh pihak kepolisian. Yang pertama adalah polisi yang menangani kasus Dinda, mereka menanyakan kronologi kejadian saat Sandy mengungkap kasus Dinda pertama kali pada keluarga Pak Ruslan. Dan yang kedua, Sandy justru didatangi polisi yang sama sekali tidak menangani kasus Dinda. Polisi yang datang itu adalah seorang Iptu yang bertugas di Satresnarkoba. Polisi bernama Andika itu juga hanya menanyakan hal-hal yang tidak berhubungan dengan Dinda. "Siapa bapak itu, Mak?" Sandy melirik ke arah ibunya setelah Iptu Andika pergi. "Pak Andika, beliau yang membantu memulangkan motor kamu yang ditahan di polres pas kecelakaan itu," jawab Mak Ijah . "Emang motor Sandy ditahan, Mak?" Sandykembali bertanya. "Iya, Emak diminta nebus sekian juta untuk mengambilnya. Untung ada Pak Andika yang bisa dimintai tolong," jawab Mak Ijah . "Lah, kok bisa? Masa motor harus ditebus segala, Mak?" Sandy tak habis pikir. "Sudahlah, di dunia ini 'kan tidak semua orang jujur. Yang penting kamu selamat dan motor dari bapakmu sudah kembali," ucap Mak Ijah . "Jadi, bapak Andika itu siapa? Kok Emak bisa punya kenalan polisi? Pak Andika bukan pacar Emak, 'kan?" Sandy menatap ibunya penuh antisipasi dan curiga. "Bukan! Pacar terus, pacar terus. Pikirin saja empat kacarmu itu," sahut Mak Ijah . Agak keki juga karena Sandy selalu curiga bila dirinya kenal dengan lelaki. "Pak Andika itu dulunya teman bapakmu. Sudah lah, Mak jadi bete kalau ingat bapak kamu." Mak Ijah bangkit dari duduknya dan beranjak pergi ke ruangan lain. "Yah, Mak? Sandy makannya belum selesai!" Sandy berseru melihat mangkuk bubur yang belum habis malah dibawa oleh ibunya. Sandy juga jadi bertanya-tanya mengapa ibunya selalu sensi bila ada pembahasan tentang bapaknya. Selepas Dzuhur, Sandy merasa sudah baikan dan memutuskan untuk pergi mengojek lagi. Kedatangannya disambut tatapan mata dari bapak-bapak yang ada di sana. "Tumben baru datang," ucap Kang Ujang. "Anak mami pasti bangunnya siang," ucap tukang ojek lain. "Saya sakit, habis pulang subuh kemaren," jawab Sandy seraya turun dari motornya. "Ngapain ngojek sampai subuh segala atuh Sandy!?" tanya tukang ojek yang lain. "Saya habis ngojek hantu," ucap Ricky. Pengakuan Sandy itu disambut gelak tawa oleh mereka yang ada di pangkalan. Tentu saja mereka tidak ada yang percaya pada pria itu. Hanya Kang Ujang saja yang nampak berbeda ekspresi. Ketika para tukang ojek lain sudah pergi mengantar penumpang, Kang Ujang pun menghampiri Sandy. "San, hantu yang kamu antar itu yang kita lihat terakhir malam tadi, bukan?" tanya Kang Ujang. Sandy mengangguk cepat. "Benar, Kang. Akang bisa lihat juga?" tanyanya. "Saya nggak lihat jelas, saya hanya melihat sekilas saja. Saya pikir itu manusia, tak tahu kalau itu hantu," jawab Kang Ujang. "Aneh juga, Dinda bilang dia minta dianter saya karena hanya saya yang bisa lihat dia. Tapi kok, Kang Ujang bisa lihat juga?" Sandybertanya-tanya. "Saya bisa lihat, tapi tidak bisa berkomunikasi. Mungkin itu alasannya?" ucap Kang Ujang tak yakin. "Terus gimana, San?" tanya Kang Ujang. "Gimana apanya, Kang?" Sandy balik bertanya. "Hantunya, apa lagi?" jawab Kang Ujang. "Ya pulang ke rumahnya. Masuk berita tadi kasusnya," ucap Sandy. "Ya Allah, kasihan sekali. Saya jadi ingat anak saya yang lagi merantau di kota lain, mudah-mudahan anak saya baik-baik saja," sahut Kang Ujang. "Kang Ujang doakan saja anaknya. Jangan lupa rajin-rajin tanya keadaannya di kota, jangan kayak bapak-bapak lain yang abai sama anak sendiri!" ucap Sandy. Nada suaranya terdengar kesal karena dia teringat pada bapaknya yang tak kunjung memberi kabar. Kang Ujang menganggukkan kepalanya. "Pasti, San... nanti saya sering-sering telpon anak saya." Percakapan mereka terus berlanjut hingga seorang penumpang datang. Kang Ujang mengambil penumpang tersebut sehingga Sandy sendirian di pangkalan. Sandy yang awalnya merasa biasa pun mendadak meremang bulu kuduknya. Lantas dia mengusap tengkuk beberapa kali. "Kok perasaan nggak enak, ya? Nggak mungkin ada hantu, 'kan?" Sandy berkata sembari celingukan. Hari itu masih begitu terang meski sudah memasuki waktu Ashar, jadi rasanya tidak mungkin ada hantu yang menampakkan diri. Ketika tengah was-was, raut wajah Sandy tiba-tiba berubah cerah melihat siapa yang datang dari jalan raya. Dari jauh pun Sandy bisa tahu kalau yang berjalan itu adalah Kirana, pacar pertamanya. Bergegas Sandy bangkit berdiri. Kedatangan Kirana seperti mendapatkan harta karun baginya. "Kirana...Baru pulang?" Sandy bertanya dengan ramah. Kirana tidak langsung menjawab, wanita itu menatap Sandysejenak sebelum kemudian menganggukkan kepalanya. "Iya, aku capek banget," ucapnya seraya mengeluh di akhir kalimat. "Lembur terus ya?" Sandy bertanya kembali. Lagi, Kirana menganggukkan kepalanya. "Iya, Minggu depan malahan ada shift 2." "Shift 2 berarti pulangnya malam, dong?" tanya Sandy. Kirana berdeham saja sebagai jawabannya. "Kalau gitu, nanti kamu SMS atau telpon aku lima menit sebelum ke luar. Nanti aku jemput di depan pabrik, gimana?" Sandy memberi saran. "Yang bener? Kamu nggak ada niatan untuk main sama pacarmu yang lain emang?" Kirana bertanya seakan tak percaya. "Beneran! Kalau urusan jemput kamu mah aku serius. Khawatir juga takut kamu kenapa-kenapa di jalan," jawab Sandy. Dia memang jadi agak parno mengetahui wanita pulang malam sendirian. Sandy jadi teringat pada kasus Dinda, Sandytakut hal yang sama akan terjadi pada Kirana. Kirana nampak mengulum senyum mendengar jawaban sang pacar. Tentunya dia merasa diperlakukan spesial oleh pria itu. Perlahan dia melihat sekitar. "Kamu lagi ngeliatin apa?" tanya Sandy penasaran. "Lagi memastikan ada orang yang lihat atau enggak," jawab Kirana masih dengan mata yang memperhatikan sekitar. "Emangnya ken—" Belum rampung ucapannya, Sandy sudah melotot saja ketika pipinya mendapatkan sentuhan dari bibir Kirana. Wanita itu langsung beranjak pergi dengan langkah cepat tanpa mengatakan apapun. Sedangkan Sandy, pemuda itu seperti kesambet dan hanya bisa memegangi pipinya sendiri. Sesaat kemudian, mata Sandy membesar karena melihat seorang wanita tengah melihat ke arahnya, wanita cantik berambut panjang. Namun, wanita itu buru-buru pergi setelah Sandy melihatnya. Sandy hanya mengangkat bahu melihat wanita aneh itu. Dia tak sadar kalau wanita itu berjalan tanpa menapak tanah.Selama libur mengojek, bukannya bisa bersantai, Sandy justru didatangi oleh hantu wanita yang terus menerus meminta untuk diantarkan pulang. Meskipun terganggu, Sandy berusaha mengabaikan rengekan makhluk tersebut dan tetap fokus pada kegiatannya di rumah.Setiap malam hantu wanita itu akan tidur di samping Sandy, menempel di gendongannya ketika Sandy berbenah rumah, bahkan kadang sampai ikut masuk ke kamar mandi. Dirasa sudah terlalu mengganggu, Sandy tidak dapat menahan diri untuk tidak menimpali."Dengar, Mbak, saya ini lagi libur. Tolong hargai dong," ujar Sandy dengan nada kesal saat hantu wanita itu muncul lagi di hadapannya.Hantu tersebut hanya cengengesan seolah teguran dari Sandy adalah hal lucu yang patut ditertawakan."Malah ketawa!" Sandy nampak tersinggung ketika ditertawakan. Dia mendengus dan berusaha untuk mendepak kepala si hantu wanita yang terus mencemooh di depannya.Saat itu Mak Ijah juga sedang libur bekerja, wanita itu nampak geleng-geleng kepala melihat putran
"Sekarang saya harus bagaimana, Pak ustadz?" Mak Ijah bertanya."Cukup perbanyak doa saja. Insyaallah Sandy tidak akan kenapa-kenapa," jawab Ustadz Abdullah."Tapi, tadi katanya ada jin yang mau mengambil raga anak saya. Itu bagaimana jadinya, ustadz? Apa perlu ada pengusiran semacam ruqyah?" Mak Ijah bertanya kembali. Dia belum puas mendengar jawaban ustadz Abdullah.Ustadz Abdullah tersenyum, lalu menggelengkan kepalanya perlahan. "Sandy mungkin tidak kuat sampai dia lepas raga, tapi ada hal lain yang melindunginya.""Khodamnya?" Kali ini Angel yang bertanya. Gadis itu sebenarnya tidak terlalu mengerti dunia supranatural, hanya saja, trend pengecekan khodam membuat dirinya sedikit penasaran sampai mencari tahu di internet tentang hal tersebut. Dan konon, hal-hal semacam itu emang ada di dunia nyata."Bukan. Sandy tidak punya khodam, tapi ada yang menjaganya saja. Tidak terlihat wujudnya, tapi saya bisa merasakan keberadaannya," jelas ustadz Abdullah. Lalu, sang ustadz melirik ke ara
Meskipun dia telah menyelesaikan kasus pembunuhan tragis yang menimpa Maryati, dia tidak bisa begitu saja melupakan keluarga yang ditinggalkan. Sandy terus mengunjungi rumah Maryati, memastikan bahwa keluarga mendiang mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan dari aparat desa setempat.Dia tidak selalu datang sendiri, kadang-kadang dia membawa ketiga pacarnya, yang juga berbagi rasa kepedulian yang sama. Mereka sering berpatungan untuk membawa makanan dan minuman bagi keluarga Maryati, mencoba meringankan sedikit beban keluarga tersebut.Sandy senang karena pacar-pacarnya itu menunjukkan solidaritas yang luar biasa dan keinginan tulus untuk membantu, menunjukkan bahwa empati dan tindakan nyata dapat meringankan penderitaan orang lain.Sandy bahkan sengaja libur mengojek hanya untuk datang ke rumah Pak Jaja. Seperti yang ia lakukan saat ini. Bersama Angel, karena hanya gadis itulah yang bisa mendapatkan curi. Sedangkan Siska dan Imel sedang ada jadwal pekerjaan yang tak bisa ditinggal
Maryati adalah seorang wanita yang bekerja di pabrik yang sama dengan Imel. Namun, gadis 26 tahun itu hanyalah karyawan biasa. Selain bekerja di pabrik, Maryati juga menggantungkan hidupnya dengan berjualan.Tentunya bukan berjualan makanan atau benda, melainkan menjajakan tubuhnya sendiri. Kehidupannya yang penuh dengan ketidakpastian dan bahaya tidak pernah ia bayangkan akan berakhir tragis di tangan salah satu pelanggannya. Perempuan itu berambut hitam panjang dan memiliki mata yang selalu tampak sedih. Dia sering mengenakan pakaian yang mencolok untuk menarik perhatian pelanggan di hari libur kerja.Maryati terpaksa, karena gajinya hanya sebatas UMR yang pada tahun itu baru menyentuh Rp. 885.000 saja.Suatu malam yang kelam, ketidakpuasan pelanggan terhadap pelayanannya berujung pada kemarahan yang tak terkendali. Maryati dibunuh dengan brutal di kamar kosnya yang sempit. Pelanggan tersebut tidak hanya menghabisi nyawa Maryati, tetapi juga memutilasi tubuhnya dengan sadis, meningg
Seminar pencegahan bunuh diri yang telah direncanakan akhirnya dilaksanakan di balai desa, mengundang seluruh warga desa untuk hadir. Karena diadakan pada hari Minggu, suasana di balai desa terasa meriah layaknya sebuah acara besar, dengan tepi jalan yang dipenuhi oleh para pedagang kaki lima.Bahkan warga dari kampung lain pun nampak hadir ke tempat tersebut karena rasa penasaran mereka.Sandy, yang menjadi salah satu penggagas acara, turut dibantu oleh ketiga pacarnya yang hadir. Mereka bukan hanya sekedar hadir, tapi juga berperan sebagai pembicara dalam seminar tersebut. Keberadaan mereka di sana menambah dinamika dalam jalannya seminar, membahas tentang pentingnya kesadaran akan kesehatan mental dan cara-cara pencegahan bunuh diri.Ketiga pacar Sandy, meski memiliki latar belakang yang berbeda, kompak dalam menyampaikan materi. Mereka saling melengkapi dalam memberikan perspektif dan solusi praktis yang bisa diaplikasikan oleh warga desa. Kehadiran mereka juga semakin memperkuat
Sandy mengucap salam dan masuk ke dalam rumah. Kening pemuda itu berkerut karena Mak Ijah masih terjaga dan bum juga mengunci pintu, padahal biasanya Sandy tak akan bisa masuk rumah melewati pintu jika pulang sudah lewat tengah malam."Tumben belum dikunci pintunya, Mak?" Sandy bertanya setelah mencium punggung tangan sang ibunda.Mak Ijah mendengus pelan sambil menatap putranya dengan lekat. Hidungnya kembang kempis seakan tengah mencium aroma yang tak biasa. "Siapa lagi yang kamu bawa kali ini? Bau banget!" Mak Ijah memencet hidungnya sendiri sehingga suaranya menjadi bindeng.Sontak Sandy menoleh ke belakang. "Oh, Mak bisa lihat juga bapak-bapak itu?" tanya Sandy."Ya enggak, lah! Mak cuma nyium baunya aja, kamu ngapain bawa-bawa hantu lagi, sih? Nggak inget kemarin Ayu sampai meninggal karena kamu ikut campur urusan orang!?" Mak Ijah berkata dengan nada tinggi. Wanita itu jelas takut bila arwah yang dibawa Sandy kali ini akan membuat putranya terlibat dalam kasus lain yang membaha







