Home / Horor / Ojek Dua Alam / Hantu Dinda

Share

Hantu Dinda

Author: Suci San
last update Last Updated: 2025-03-03 17:52:06

Sandy semakin ketar-ketir ketika hidungnya mencium bau anyir khas darah. Dia tahu kalau penumpangnya sudah berubah menjadi hantu menyeramkan sama seperti yang ia lihat di rumah sakit.

"Abang mau baca surah An-Nas lagi , enggak?"

Hantu suster berdarah itu bertanya dengan nada mengejek. Sandy biasanya akan mudah terprovokasi, tetapi kali ini nyali untuk adu bacot sudah menghilang dan tergantikan dengan rasa takut yang luar biasa.

"T-tolong jangan gangguin saya," ucap Sandy tergagap.

"Aku enggak mau ganggu, kok. Aku cuma mau diantar pulang ke rumah," jawab hantu wanita.

"Saya nggak kenal kamu, saya nggak mau kenal juga. Tolong cari orang lain saja buat nganterin kamu pulang," ucap Sandy masih dengan bibir yang gemetar.

"Aku maunya sama Abang Sandy." Hantu wanita melingkarkan kedua tangannya di perut Sandy.

Perut Sandy semakin mules merasakan hawa dingin yang menembus jaketnya.

"Y-ya udah, di mana makam kamu?" Sandy akhirnya menyerah dan berniat untuk mengantarkan saja hantu itu ke rumahnya.

"Aku pun tak tahu di mana makamku, tapi kalau rumah... rumahku ada di ujung Dano, rumah kedua setelah jembatan." Hantu wanita menjelaskan.

Sandy dibuat heran dengan perkataan si hantu suster berdarah. Bagaimana ceritanya hantu tak tahu di mana makamnya?

"Maksudnya gimana? Kamu mau diantar ke rumah?" tanya Sandy meminta kepastian.

"Iya," Hantu wanita menjawab sembari mengangguk.

Tanpa basa-basi lagi, Sandy pun memacu motornya ke tempat yang disebutkan oleh si hantu wanita. Sandy juga sedikit merenung memikirkan satu kasus yang sempat booming hingga ke kampungnya.

Tiga tahun lalu, ada berita tentang satu keluarga yang kehilangan anak gadisnya. Kalau tidak salah, anak gadis itu bekerja di rumah sakit. Berita itu sempat membuat Mak Ijah menjadi over protective dan melarang Sandy untuk ke luar malam karena takut anaknya hilang juga.

"Kamu yang masuk berita karena hilang itu, ya?" Sandy memberanikan diri untuk bertanya.

"Kok, Abang Sandy tahu?" Si hantu wanita balik bertanya. Dari suaranya, dia terdengar sangat antusias.

"Pernah dengar beritanya," jawab Sandy singkat.

"Iya! Aku yang hilang waktu itu. Sebenarnya aku sudah mati dibunuh teman kerja karena masalah percintaan. Abang tahu? Dinda dibanting ke lantai dan perut Dinda diinjak-injak kencang sekali. Dinda sempat muntah dan meminta agar Bang Ilham berhenti, tapi suara Dinda tidak didengar. Bang Ilham terus memukuli Dinda sampai berdarah-darah."

"Dinda masih hidup saat itu, tapi Bang Ilham kemudian membawa Dinda ke basemen dan menyimpan Dinda di satu gudang yang tidak terpakai. Dinda mati beberapa jam setelahnya."

Sandy merinding mendengar penuturan hantu bernama Dinda yang menceritakan kematiannya.

"S-saya turut berdukacita," ucap Sandy.

"Dinda mau pulang, itulah sebabnya Dinda minta diantar oleh Abang Sandy."

"Kenapa harus saya? Bukannya banyak tukang ojek lainnya?" Sandy bertanya-tanya.

"Mereka nggak bisa lihat Dinda."

Jawaban singkat dari Dinda membuat Sandy terdiam. Dia pun tidak lagi berkata-kata hingga motornya melintas di jembatan, itu artinya, rumah Dinda sudah dekat.

"Bener ini rumahnya, Din?" Sandy bertanya setelah motor berhenti di rumah kedua setelah jembatan. Sandy juga memanggil hantu itu dengan sebutan yang lebih akrab, padahal sebelumnya dia ketakutan setengah mati.

"Benar, itu rumah Bapak Ruslan. Bapakku," jawab Dinda.

Sekarang Sandy merasakan jok motornya menjadi ringan. Dia pun terkesiap kaget saat melihat Dinda sudah berada di depannya. Bajunya merah karena darah yang masih menetes, rambutnya acak-acakan dan Dinda hanya mengenakan sebelah sepatu saja.

Sandy pun turun dan berjalan ke dekat Dinda. "Saya bantu, ya?" tanyanya dengan serius.

Sekarang Sandy tidak takut lagi pada Dinda, Sandy justru kasihan dan melihat Dinda sebagai seorang anak yang ingin pulang kepada orang tuanya.

Setelah memantapkan hati, Sandy pun melangkah mendekat ke arah pintu rumah dan mengetuknya tiga kali.

"Assalamualaikum," ucap Sandy.

Beberapa saat kemudian, Sandy melihat pergerakan dari dalam rumah. Gorden jendela disingkap oleh seorang pria dan Sandy pun memasang senyumannya.

Pintu kayu pun terbuka menampakkan pria paruh baya dan seorang wanita berkerudung di belakangnya.

"Waalaikumussalam, adek ini siapa, ya?" tanya pria itu. Pastilah heran melihat ada anak muda bertamu malam-malam begitu.

"Nama saya Sandy, Pak. Apakah benar ini adalah rumahnya Pak Ruslan?" jawab Sandy.

Pria itu pun mengangguk dengan perasaan heran. "Benar, saya sendiri."

Sandy menghembuskan napas lega karena tidak salah alamat. Dia pun melirik ke arah Dinda dan tersenyum padanya.

"Begini, Pak. Saya datang kemari untuk mengantarkan Dinda pulang," ucap Sandy.

Ucapan itu membuat wajah sepasang suami istri di depan Sandy menampakkan keterkejutan luar biasa. Pak Ruslan berjalan mendekat dan memegangi kedua bahu Sandy dengan erat. Begitupun dengan Bu Ruslan, wanita itu sudah menangis saja.

"Di mana? Di mana Dinda anak saya?" Pak Ruslan bertanya dengan suara bergetar.

Sandy jadi berkaca-kaca melihat kerinduan di mata pria paruh baya di depannya.

"Dinda ada di sini, Pak. Dinda sudah meninggal katanya." Sandy mengarahkan tangannya ke tempat di mana Dinda berada.

"Jangan bercanda kamu! Tidak ada siapa-siapa di sana dan anak saya tidak mungkin meninggal!" Pak Ruslan menyangkal dengan suara yang mulai meninggi.

"Dinda yang bilang, Pak," ucap Sandy.

Sandy pun menceritakan apa yang tadi dikatakan oleh Dinda di jalan. Agar keluarga Pak Ruslan percaya, Sandy juga mengatakan tentang Dinda yang selalu dibangunkan pagi-pagi oleh Pak Ruslan dengan cara dicium pipinya.

Mendengar itu, Bu Ruslan merosot ke lantai dan mulai menangis tergugu. Pak Ruslan juga menangis meski tak sehisteris tangisan istrinya.

Tak lama, Pak Ruslan berjalan cepat ke rumah tetangganya. Pria itu menggedor pintu sembari berteriak-teriak penuh kemarahan.

"Ke luar kamu Ilham!"

"Ke luar kau pembunuh!"

Pintu rumah terbuka dan Ilham muncul bersama ayah dan ibunya. Mereka jelas membantah tudingan Pak Ruslan.

Suara teriakan Pak Ruslan pun membuat warga lain terbangun dan berbondong-bondong menghampiri.

"Ada apa ini, Pak? Kenapa teriak-teriak tengah malam begini?" tanya Pak RT.

"Ilham, dia yang membunuh putri saya. Dia membunuh Dinda dan menyimpan mayatnya di gudang rumah sakit," ucap Pak Ruslan menggebu-gebu.

"Bohong, Pak. Saya sama sekali tidak terlibat atas meninggalnya Dinda," sahut Ilham.

"Jangan asal nuduh, Pak! Bisa jadi fitnah, lagian siapa yang bilang, Pak?" Pak RT berusaha menenangkan.

Warga lain juga sependapat dengan Pak RT. Ilham sendiri bahkan terus mengelak dengan tuduhan yang dilayangkan kepadanya, pria itu dengan tega menuduh Pak Ruslan sakit jiwa karena kehilangan anaknya.

"Ini, Nak Sandy yang bilang. Dia membawa Dinda pulang dan mengatakan apa yang terjadi pada Dinda. Saya percaya padanya," ucap Pak Ruslan sembari menggandeng lengan Sandy.

"Benar sekali, saya diminta Dinda untuk mengantarkannya pulang," ucap Sandy. Saat itu dia merasa deg-degan karena takut warga tak akan percaya dan nantinya akan mengeroyok dirinya karena menyebarkan fitnah. Namun, Sandy dikuatkan oleh Dinda.

"Dinda bilang kalau Ilham mengambil cincinnya, dan cincin itu bisa terlihat ada di jari kelingking Ilham sendiri."

"Ngarang! Aku tidak terlibat dalam kasus kematian Dinda. Dari mana kamu tahu? Jangan mengada-ada, ya! Kamu bisa dipenjara sudah menuduh tanpa bukti!" sentak Ilham.

"Saya nggak bohong, kok. Lagian dari mana kamu tau kalau Dinda meninggal? Padahal keluarga Dinda hanya menganggap anaknya hilang, bukan meninggal!" sahut Sandy.

Ilham gelagapan.

"Bapak-bapak coba lihat cincin yang dipakai oleh Ilham, di dalam cincin itu ada inisial nama Dinda dan Imran. Cincin itu diambil dari tangan Dinda setelah Ilham membunuhnya." Sandy menjelaskan.

Perkataan Sandy membuat Ilham tak bisa mengelak lagi, pria itu nyaris kabur jika tidak ditahan oleh warga yang lain. Bahkan Imran juga turut hadir dan mengambil cincin di kelingking pria itu.

"Benar, ini cincin yang aku beli untuk Dinda. Kami membelinya satu pasang waktu itu." Imran menyamakan cincin milik Dinda dengan cincin yang tersemat di jarinya.

Sepasang cincin murah yang dibeli di pasar malam bertuliskan inisial nama mereka.

Malam itu juga, beberapa warga pergi ke kantor polisi untuk melaporkan kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Ilham. Sandy sendiri masih berada di rumah Dinda dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan kepadanya.

"Dinda, tugas saya sudah selesai. Sekarang saya mau pulang, ya?" ucap Sandy seraya melirik ke arah Dinda.

Keluarga Pak Ruslan dan tetangga sampai terbengong-bengong melihat Sandy yang berbicara sendiri. Meski Pak Ruslan percaya pada Sandy, tetapi tetap saja adegan bicara sendiri itu terlihat aneh.

"Apa ada yang mau kamu sampaikan lagi?" Sandy bertanya.

"Ada apa, Nak Sandy? Apa anak saya mau bilang sesuatu?" tanya Bu Ruslan.

Sandy mengangguk. "Katanya begitu," jawabnya.

Sandy pun melirik ke arah Dinda lagi untuk memastikan. Namun, Sandy menjadi kikuk setelah mendengar perkataan Dinda.

Sandy pun menggelengkan kepalanya. "Gak usah, saya ikhlas," ucap Sandy.

"Kenapa, Nak?" Pak Ruslan menyentuh pundak Sandy.

Sandy terdiam sejenak dan kemudian tersenyum canggung. "Dinda minta tolong supaya bapak bayarin ongkos ojek," ucap Sandy.

Pak Ruslan pun buru-buru beranjak pergi ke kamarnya dan kembali dengan membawa dompetnya. Dia mengeluarkan seluruh uang yang ada di sana dan menyerahkannya pada Sandy.

"Ambil, Nak. Bapak akan berikan lagi besok sebagai ucapan terimakasih," ucap Pak Ruslan.

Sandy mengambil selembar uang dua puluh ribuan. "Ongkos dari pangkalan kemari hanya segini, Pak. Iky ambil sesuai aturannya."

"Saya turut berdukacita. Mudah-mudahan Dinda bisa tenang setelah ini," ucap Sandy.

Tak lama setelah itu, Sandy pulang ke rumahnya. Pria itu menempuh perjalanan pulang sembari berderai air mata. Dia merasa sedih atas nasib Dinda yang begitu tragis.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ojek Dua Alam   Geng Bringas 3

    Perintah Mario langsung dijalankan tanpa banyak kompromi. Ketiga anggota geng Bringas sudah memantau pergerakan Mak Ijah dari mulai wanita itu berangkat kerja. Sandy yang belum ke luar rumah di jam tersebut tentunya tidak mengetahui hal tersebut.Berbeda dengan Mak Ijah yang matanya semacam mata elang, wanita paruh baya itu bisa mengetahui pergerakan mencurigakan yang terlihat di lingkungannya. Mak Ijah tidak nampan takut, malahan wanita itu tersenyum miring saja.Selama melakukan tugasnya di rumah sang majikan, Mak Ijah menyempatkan diri untuk melihat situasi di luar rumah. Dengan jelas dia bisa melihat tiga orang anak muda yang berkeliaran dengan menggunakan dua sepeda motor. Mak Ijah memotret momen tersebut dengan ponselnya.Namun, entah mengapa Mak Ijah tidak melakukan apapun setelahnya. Dia mengantongi ponselnya dan melanjutkan pekerjaannya kembali. Mak Ijah bahkan tidak memberitahukan hal itu kepada Sandy.Hingga ketika jam pulang kerja tiba, Mak Ijah meninggalkan rumah majikann

  • Ojek Dua Alam   Geng Bringas 2

    Sandy membawa Kirana pulang ke rumahnya. Dia tahu jadwal keberadaan Pak Kades dan istrinya berada di rumah. Itulah sebabnya Sandy tak mau buang waktu datang ke rumah Kirana dan memilih ke rumahnya saja."Waalaikumussalam. Anak Emak yang ganteng, kenapa pulang bawa anak orang?" Mak Ijah menjawab salam meski anaknya belum berkata apapun. Suaranya dibuat mendayu-dayu seperti para ibu yang pura-pura baik ditengah perasaan emosi."Assalamualaikum, Mak. Tolong jangan marah dulu, ini Kirana kasian," balas Sandy.Mak Ijah mengarahkan pandangannya pada Kirana yang masih menunduk. Jantungnya sudah berdetak kencang melihat kemeja anaknya dipakai oleh Kirana."Kenapa Kirana? Kamu apain anak orang, Sandy?" Mak Ijah bertanya dengan nada menuduh."Kirana jatuh, terluka dan bajunya kebuka. Tapi bukan sama Sandy," jawab Sandy seraya menggelengkan kepalanya.Mak Ijah tahu putranya tidak berbohong. Dia pun bergegas membawa Kirana masuk ke dalam rumah dan mulai menanyakan keadaan gadis itu. Sedangkan San

  • Ojek Dua Alam   Geng Bringas

    Hari itu Sandy duduk di meja makan sambil terbengong-bengong. Pasalnya, Tika ada makanan apapun di balik tudung saji. Padahal biasanya lauk dan nasi sudah tersedia untuk dia sarapan. Namun, kali ini nasi pun tak ada."Kenapa Emak nggak masak, ya?" Sandy bergumam dalam kebingungan.Sekilas Sandy teringat janji Mak Nisa yang mau menghukum dirinya jika pulang lebih dari pukul 10:00 malam. "Masa sih karena itu? Perasaan Emak nggak marah sama sekali soal hari itu," ia bertanya-tanya sendiri.Tak mendapatkan jawaban atas pertanyaannya, Sandy pun bangkit dari duduknya dan melangkahkan kaki ke arah dapur. Tentunya dia harus memasak sesuatu untuk menenangkan perutnya yang sudah keroncongan. Karena dia sangat suka sesuatu yang instan, mie kemasan plastik pun menjadi pilihannya.Beberapa menit kemudian, Sandy sudah berada di meja makan lagi sambil memakan mie instan buatannya. Usai sarapan, Sandy berangkat menjemput Kirana untuk mengantarkan sang pacar ke pabrik tempatnya bekerja.Sang pacar na

  • Ojek Dua Alam   Hantu basah 3

    Keesokan harinya, Sandy tidak menarik penumpang seperti hari-hari sebelumnya. Sandy sibuk menyusun rencana serta menyusun kata untuk pertemuannya dengan anggota geng malam nanti.Ya, dia sengaja memilih waktu malam agar si hantu Syarif bisa ikut serta bersamanya. Dengan kehadiran hantu Syarif diharapkan bisa segera menemukan si pelaku pembunuhan yang bersembunyi di dalam geng motor.Dirasa segala persiapan telah matang, Sandy pun ke luar dari dalam kamarnya. Dia menghampiri Mak Ijah yang baru pulang bekerja sebagai pembantu rumah tangga hariannya."Mau ke mana lagi, San?" tanya Mak Ijah dengan mata yang bergerak mengikuti pergerakan putranya."Sandy mau pergi kota sebentar, Mak. Nanti pulang sebelum jam 10:00 malam, kalau Sandy nggak pulang-pulang sampai besok, Mak lapor polisi aja, ya?" Sandy menerangkan.Mak Ijah langsung bangkit dari duduknya begitu mendengar penjelasan Sandy. Wajahnya terlihat bingung. "Kamu ngomong apa sih, San?" tanya Mak Ijah."Sandy mau ketemuan sama temen sem

  • Ojek Dua Alam   Hantu basah 2

    Sandy duduk bersila sambil mendengarkan si hantu basah bercerita. Dari penuturannya, hantu itu merupakan seorang remaja berusia 15 tahun bernama Syarif yang tewas tenggelam di sungai yang jaraknya cukup dekat dengan kampung Sandy. Sandy nampak heran karena sebenarnya sungai itu tidaklah dalam, rasanya tidak mungkin ada orang meninggal tenggelam di sana."Kamu nggak meninggal tenggelam, 'kan?" tanya Sandy seraya menatap lekat lawan bicaranya.Syarif si hantu basah nampak bingung bagaimana menjelaskannya. "Kematian saya memang karena tenggelam, Kak. Tapi sebelumnya saya memang sempat pingsan dulu," jawabnya."Pingsan kenapa? Karena kalau tenggelam sangat tidak mungkin. Sungai itu mah dalamnya juga cuma selutut aku doang," kata Sandy.Syarif menganggukkan kepalanya. "Seingat saya, saya sedang dalam perjalanan pulang selepas main malam itu. Saya nggak tahu penyebab pastinya apa, tapi motor yang kami tumpangi tiba-tiba ditendang dari samping sampai kami jatuh bersamaan. Teman saya langsung

  • Ojek Dua Alam   Hantu basah

    Beberapa hari setelah memulangkan pocong Aisyah ke rumah aslinya, Sandy kini bisa bernapas lega setelah beberapa kali harus melayani hantu sebagai penumpang ojeknya. Selama ini dia selalu merasa ketakutan dan cemas, tapi kini dia bisa kembali merasakan kebebasan dan ketenangan saat beraktivitas. Beban pikirannya terasa ringan karena tidak lagi merasa terintimidasi oleh wajah seram dan kasus para makhluk halus yang sering meminta bantuan padanya.Kehidupan pribadinya pun kembali normal, di mana dia bisa kembali menjalin hubungan dengan keempat pacarnya. Terutama Kirana, pacar pertamanya yang masih merajuk karena Sandy menolak mengantarnya bekerja beberapa waktu lalu. Sandy sadar bahwa dia harus segera meluruskan perasaan Kirana agar hubungan mereka kembali harmonis tanpa banyak drama.Di suatu Minggu pagi yang cerah, Sandy sudah mendapatkan panggilan telepon dari Rahayu, pacar keduanya. Wanita itu menelpon hanya untuk menyapa serta memberitahukan bahwa dia sudah hampir sampai ke rumah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status