“Eh, mau ke mana?” tidak peduli, tetap menariknya pergi dari kerumunan itu. Kami berlari ke parkiran untuk menaiki mobil. Baguslah dia tidak lagi protes, hanya menurut saja. Hanya sekitar seperempat jam berkendara, kami tiba di sebuah gedung. Aku mengajaknya berlari lagi. Biarlah untuk saat ini, bahagia milik kami. Jika malam ini dia menolakku, akan ada malam yang lain untuk mengajaknya menikah, Shasha aku sungguh mencintaimu. Semoga, kamu sudah dapat menghilangkan traumamu.
***Meyyis***
POV SHASHA
“Kenapa kamu mengajakku ke sini?” Aku bingung, Davin mengajakku ke sebuah atap. Kita berdiri tegak di sana. Namun, dengan begini aku merasa dapat melihat bintang di angkasa. Dalam hati bahagia tidak terperi memandang angkasa lepas yang sepertinya berada dalam genggamanku.
“Untuk membuatmu bahagia. Dengarlah, kebahagiaan seperti ini yang selalu ingin aku berikan setiap saat.” Davin memelukku dengan erat.
“Sekarang saja, aku sudah bahagia.
“Apakah, cinta itu ada yang abadi?” Shasha masih saja meragukan hal itu, padahal lutut Davin sudah terasa pegal.“Kita yang akan menciptakannya.” Shasha ikut berlutut. Wanita itu tidak mengatakan apa pun, akan tetapi memberikan ciuman di bibir Davin. Lelaki itu menganga, ini untuk pertama kalinya Shasha melakukannya.***Meyyis***POV DAVIN“Kenapa kamu mengajakku ke sini?” Shasha terlihat bingung, aku mengajaknya ke sebuah atap. Di sini, banyak bintang-bintang suasana yang sempurna untuk mengajaknya naik ke jenjang selanjutnya. Kita berdiri tegak di sana. Yang terpenting, senyumnya mengembang saat berada di ruang lepas seperti ini. Masih segar dalam ingatan, jika wanita yang kini berada dalam genggamanku itu sangat menyukai kerlip bintang malam.“Untuk membuatmu bahagia. Dengarlah, kebahagiaan seperti ini yang selalu ingin aku berikan setiap saat.” Tanganku memeluk dengan erat. Tubuh yang selalu ingin
“Apakah, cinta itu ada yang abadi?” Aku sudah merasa pegal, namun Shasha masih saja meragukanku. Harus bertahan.“Kita yang akan menciptakannya.” Aku terharu Shahsa ikut berlutut. Wanita itu tidak mengatakan apa pun, akan tetapi memberikan ciuman di bibir Davin. Aku menganga, ini untuk pertama kalinya Shasha melakukannya.***Meyyis***“Maafkan aku sudah membuatmu menunggu.” Shasha menempelkan keningnya ke kening Davin.“Tidak masalah. Jadi … bisa ulurkan jarimu?” Shasha tersenyum. Jarinya di ulurkan ke arah Davin. Lelaki itu langsung menyematkan cincin tersebut. Air mata keduanya menetes membasahi pipi. Tidak bisa dibayangkan hati mereka yang semakin bahagia. Seakan bunga-bunga tumbuh mekar dalam tubuh yang kini saling memeluk.“Aku sudah menantikan hari ini. Aku sangat bahagia.” Davin memeluk kekasihnya itu dengan erat.“Aku juga. Maafkan aku sempat ragu.” Davin
Mobil merah yang mereka tumpangi melaju ke rumah keluarga. Di tempat parkir, sudah berjejer mobil-mobil mewah lainnya. Ada milik Dokter Irwan sebagai adik ipar Bayu, milik Devan, milik keluarga dan beberapa koleksi.“Pak, tolong.” Davin melemparkan kunci mobilnya.***Meyyis***“Mereka sudah tidur?” tanya Davin yang sebenarnya bagi Shasha juga tidak memiliki jawaban.“Sepertinya begitu.” Shasha menjawab pertanyaan dari sang kekasih.“Ini sungguh kebetulan.” Davin memepetkan tubuh Shasha ke dinding. Lelaki itu mengusupkan tangannya ke leher sang kekasih. Bibirnya menyentuh bibir Shasha dengan lembut. Keduanya saling menyesap untuk memberikan kenikmatan pada pasangananya.“Dor! Dor! Dor!” Mereka berdua saling melepaskan diri karena lampu tiba-tiba menyala dan ternyata mereka memang menunggu keduanya.“Kalian memang sungguh menarik. Berdua mojok di atap untuk mencipta
“Ah, apalagi kamu tinggal sendiri. Tidak, mama tidak izinkan kamu pulang. Davin, antar calon istrimu ke kamarnya.” Davin mendekat dan mengantarkan Shasha ke kamar yang memang sudah dipersiapkan untuk dirinya nanti sesudah menjadi pasangan.***Meyyis***POV Shasha.Aku tidak menyangka bagai mimpi Cinderella di sini. Semua keluarga berkumpul untuk menyambutku dan Davin. Semuanya sungguh sesuatu yang aku syukuri. Jika boleh jujur, saat ini sudah lenyap ketakutan yang datang beberapa saat sebelum hari ini. Bertahun-tahun wanita itu membenci pernikahan, kini membuka mata bahwa pernikahan tidak selamanya buruk.“Din, selamat untuk perjuanganmu.” Devan datang ke kamar Davin. Lelaki itu membawa susu rendah kalori yang sudah dipersiapkan oleh asisten rumah tangganya.“Terima kasih sudah merelakanku. Van, aku berjanji tidak akan menyia-nyiakannya.” Devan mengangguk. Aku yang bersembunyi di balik tembok menela
“Tidak, Kak. Cinta tidak egois. Hmm, mau ke balkon? Kita bicara di sana.” Syafira mengajakku ke balkon kamar untuk bercengkrama. Jika diingat-ingat, sudah lama memang kami tidak bercengkrama sejak aku lulus SMA. Setelah dirinya lulus, langsung ke luar negeri belajar. Maka sejak saat itu pula lost kontak. Wanita cantik itu memang mengenalku karena perdebatan antara kakak kembarnya.***Meyyis***POV DAVIN“Vin, selamat untuk perjuanganmu.” Devan datang ke kamar Davin. Devan membawa susu rendah kalori yang sudah dipersiapkan oleh asisten rumah tangga. Aku menerima uluran tanggannya. Susu coklat kesukaanku sedikit kuseruput.“Terima kasih sudah merelakanku. Van, aku berjanji tidak akan menyia-nyiakannya.” Devan mengangguk. Aku tersenyum kecil. Walau tidak banyak, aku tahu masih ada sedikit rasa untuk Shasha. Tidak mungkin serela itu Devan mengahpus dengan gampang hatinya.“Harus, jika kamu berkesemp
“Apa? Bukankah kamu yang tidurnya ngorok dan berliur? Sudah begitu, jorok lagi nggak gosok gigi kalau mau tidur.” Aku membela diri. Devan hanya tertawa mendengar pembelaanku. Akhirnya Devan kembali, kami kembali saling akrab. Semoga, persaudaraan kami tidak akan renggang lagi.***Meyyis***POV Devan“Vin, selamat untuk perjuanganmu.” Aku datang ke kamar Davin. Aku membawa susu rendah kalori yang sudah dipersiapkan oleh asisten rumah tangga. Bukankah sangat canggung, jika bertemu dengannya tidak membawa sesuatu. Setidaknya, itu untuk teman kami mengobrol.“Terima kasih sudah merelakanku. Van, aku berjanji tidak akan menyia-nyiakannya.” Apa yang bisa aku lakuan selain merelakannya? Aku juga sangat mencintai Shasha. Dia orang pertama yang mampu membuatku fokus hanya memandang satu wanita. Gadis itu sangat istimewa.“Harus, jika kamu berkesempatan untuk menyia-nyiakan, aku orang pertama yang akan mencarimu.&rdq
“Apa? Bukankah kamu yang tidurnya ngorok dan berliur? Sudah begitu, jorok lagi nggak gosok gigi kalau mau tidur.” Kami selalu seperti ini saling mengolok. Hari ini, menjadi sejarah setelah sekitar lima tahun kami tidak saling bicara panjang karena terpisah. Sebelumnya, dia yang di luar negeri, sekarang tinggal aku yang selalu ke luar negeri. Aku sungguh merindukannya, semoga kebahagiaan yang kuberikan padanya bisa membuat keabadian.***Meyyis***POV AUTHORElsa dan mamanya kalang kabut karena sudah satu bulan mencari Ajisaka tidak ketemu. Sabrina seperti orang gila menangis meraung-raung. Elsa memeluknya erat, ikut menangis dan sedih. “Ma, sudahlah. Papa memang tidak mencintai mama lagi. Tolong jangan begini,” tangis Elsa.“Mas Aji hanya mencintaiku, aku tidak akan membiarkan dirinya pergi. Elsa, aku tidak akan.” Sabrina menangis tersedu-sedu.“Ya Tuhan, bagaimana bisa begini.” Elsa kepayahan menenang
Terbayang kembali saat-saat menyenangkan bersama Shasha. “Kakak, bunga ini untukmu. Selamat sudah lulus.” Saat lulus SD, Shasha kecil menyambutnya turun panggung, memberikan bunga dan mencium pipinya. Betapa saat itu mereka sangat akrab. Hanya karena hasutan dari Mama Sabrina, selama ini Elsa menjadi jahat pada Shasha. ***Meyyis*** POV Shasha. Bagai terlahir kembali. Kebahagiaan melingkupiku. Kali ini, dengan seluruh hati yang sudah dalam terpaut dengan keluarga ini, aku datang ke balkon untuk mengucapkan selamat pagi pada dunia. Ini bukan kali pertama aku harus menginap di rumah ini. Saat dulu kami masih sama-sama kecil, sellau bersama bermain, walau setelah mama dan papa papa bercerai, tidak pernah sekali pun datang ke sini. Aku mengingat semuanya, kami sering sekali bersama dan berebut mainan. “Kenapa bengong di sini?” Davin menyusulku di balkon. “Tidak apa-apa, sepertinya, perasaan ini dulu pernah terjadi sebelumnya.” A