Share

Chapter 4: Dosen Baru

"Permisi!" teriak Disya melewati beberapa orang yang sedang berjalan di lorong koridor, tak sedikit orang-orang yang Disya tabrak karena ia berlari.

"Maaf!" Walaupun tidak sopan meminta maaf dengan berteriak seperti itu, setidaknya Disya meminta maaf kepada orang-orang yang ditabraknya bukan?

Disya sejenak berhenti berlari, mengambil napas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Hanya beberapa detik kakinya kembali berlari.

"Mas Fino?" tanya Disya kepada seorang laki-laki yang dari tadi sibuk berjalan mondar-mandir gelisah di depan sebuah ruangan.

"Iya."

"Ini!" Disya menyerahkan skripsi kepada laki-laki di depannya.

"Ibu saya kemana?" tanyanya.

"Sudah aku suruh pulang tadi," jawab Disya.

Laki-laki di depan Disya mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada Disya.

Saat Disya sampai di gerbang kampus, ia bertemu dengan seorang wanita yang katanya sedang mengantar skripsi anaknya. Hari ini anaknya akan sidang namun Ibu itu tidak tahu fakultas MIPA ada di mana. Maka dari itu Disya menawarkan dirinya untuk membantu mengantarkannya.

Padahal Disya sendiri sudah telat. Namun, tidak papa toh dia telat karena membantu seseorang.

Disya kembali menghela napasnya kala ia sudah berada di depan pintu yang tertutup. Perlahan tangannya membuka pintu walaupun jantungnya sudah berdetak tidak karuan.

"Permisi, selamat pagi!" ucap Disya.

"Siang!" semua mahasiswa serempak menjawab ucapan Disya. Disya terlihat tersenyum kikuk. "Eh, selamat siang maksudnya," ucap Disya mengulang lagi ucapannya.

"Nadisya Queensa Fatyavia." Disya mengernyit bingung, ini bukan suara Pak Sandi—Dosen yang mengajar Disya sekarang. Matanya perlahan menatap ke arah sumber suara, dengan refleks ia membelalakkan matanya.

"Daddy!" pekik Disya.

Seketika seisi kelas langsung membelalakkan matanya mendengar ucapan Disya, termasuk Devan. Lelaki itu langsung menatap Disya dengan tatapan horor.

"Ekhem! Maaf sepertinya saya salah kelas," cicit Disya namun saat akan berbalik matanya menatap ketiga sahabatnya yang duduk di antara teman-temannya. Itu artinya Disya memang tidak salah kelas.

"Oke! cukup sekian untuk pertemuan hari ini. Selamat siang!"

"Siang Pak!"

Devan berjalan untuk meninggalkan kelas. Berjalan melewati Disya yang masih mematung didekat pintu.

"Yaampun Sya, ngapain ke kampus kalo kelasnya udah mau selesai," cibir Alif yang sedang berjalan ke arahnya.

"Fakultas kita jadi trending topik Sya. kamu tau karena apa?" tanya Noni.

Disya masih mengernyitkan dahinya bingung.

"Karena kamu, karena kejadian kemarin saat kamu meluk Pak Devan di hadapan banyak mahasiswa, di hadapan rektor, wakil rektor dan dekan. Asli sih videonya viral di akun lambe turah Universitas Ganendra," ucap Noni yang sudah terkekeh.

"Hah?!" Disya membelalakkan matanya.

"Asli Sya lo berani banget," ujar Gio mengacungkan jempolnya.

"Gue duluan ya!" Beberapa orang berjalan keluar dari kelas.

"Siapkan mental Disya buat ketemu sama Pak Devan!"

"Kenapa emang?" tanya Disya.

"Makalah yang ditugasin sama Pak Sandi, dikoreksi sama Pak Devan. Dan lo tau kalo yang salah langsung di—" Dio tidak lagi meneruskan ucapannya dia hanya menggerakkan tangannya di lehernya seolah lehernya sedang digorok.

Seketika wajah Disya langsung berubah panik.

"Ditampar!" Gio menyentuh pipinya.

"Dipukul!" Dio—kembaran Gio kembali melanjutnya ucapannya sambil memperagakan seolah ia sedang dipukul.

"Diten—"

"Sstt! Heh, gak liat muka Disya udah ketakutan gitu. Ngarang mulu nih bocah!" ketus Yumna.

"Bohong dia, gak di apa-apain kok sama Pak Devan," ucap Fani mencoba menenangkan Disya.

Disya dengan tidak meras bersalah langsung memukul kepala si kembar bergantian, mereka hanya terkikik geli walaupun sedikit meringis karena pukulan Disya di kepalanya cukup kencang.

"Disya!" teriak seorang perempuan berhijab maroon kembali memasuki kelas.

"Kenapa Ais?"

"Di suruh Pak Devan ke ruangannya, bawa makalahnya katanya!"

Disya mengangguk pelan.

"Mau dianter?" tanya Fani.

"Gak usah, biar aku aja!" Disya menarik bibirnya tersenyum.

"Ck! Sambil modus nih!" cibir Alya.

"Sedikit doang! Babay... nanti tungguin aku di kantin ya, setelah selesai aku langsung nyusul!" ucap Disya lalu dia buru-buru keluar dari kelas dan kembali berjalan cepat untuk ke ruangan Devan.

Sudah hampir lima belas menit Disya berjalan mencari di mana ruangan Devan namun tidak kunjung ketemu juga. Rasanya dia menyesal tidak mengiyakan ajakan Fani untuk mengantarnya.

"Pak Devan," lirih Disya menatap seorang laki-laki yang baru saja keluar dari ruangannya.

Disya menghela napasnya lega, lalu dia buru-buru menghampirinya. "Pak Devan!" panggil Disya.

Devan menatap Disya dengan tatapan ketusnya. "Ada apa?"

"Kata Aisha, Disya di panggil sama Pak Devan. Atau jangan-jangan Pak Devan beneran mau ketemu sama Disya sam—"

"Masuk!" titah Devan memotong ucapan Disya dan segera berjalan masuk ke dalam ruangannya.

Disya juga mengikutinya dari belakang.

"Pak Devan kok bisa ngajar di kelasnya Pak Sandi? Pak Devan beneran mau nyariin Disya? Yaampun sweet bang—"

"Makalahnya!" Lagi-lagi Devan memotong ucapan Disya.

"Jawab dulu pertanyaan Disya lah!" kata Disya yang langsung duduk di depan Devan.

"Kamu benar-benar tidak punya sopan santun ya?!" Devan menatap Disya dengan tatapan marah, bisa-bisanya Disya berbicara kepada dosen seperti itu, bahkan Disya langsung duduk di kursi tanpa dipersilahkan duduk oleh Devan.

"I—iya maaf. Galak banget sih!" Disya memanyunkan bibirnya.

"Makalah kamu mau dikumpulkan tidak? Jika tidak cepat keluar dari ruangan saya!"

Disya buru-buru membuka tas punggungnya, tangannya di masukkan ke dalam, terus mencari di mana tympukan beberapa lembar kertas yang sudah di hard cover itu.

Zonk!

Tidak ada, sepertinya Disya lupa mengambilnya di atas meja belajar saat semalam Disya selesai mengerjakannya. Disya menggigit bibir bawahnya kuat, menatap Devan sungkan.

"Kamu sedang mencari semut di dalam tas kamu?"

"Emm... Pak Devan, makalahnya ketinggalan di rumah," lirih Disya.

"Kehadiran kamu hari ini sudah saya beri keterangan alpa. Saya sedikit berbaik hati membiarkan kamu mengumpulkan tugas, walaupun kamu telat—ah kamu memang tidak hadir di jam pelajaran saya. Dan sekarang dengan santainya kamu bilang makalahnya tertinggal di rumah!"

Wah daebak! Sejauh ini, itu adalah kata-kata terpanjang yang Disya dengar dari mulut Devan. Ya... walaupun karena mengomel sih. Tapi, Disya cukup tertegun, dan hanya bisa bungkam mendengar ocehannya.

"Kamu buang-buang waktu saya!" ketus Devan lalu hendak berdiri dari duduknya.

"Ma—maaf, Disya beneran sudah mengerjakannya Pak Devan. Tapi... tapi Disya lupa masukkin ke dalam tas." Disya sudah menutup wajahnya dengan kedua tangan.

Devan mendelik menatap Disya.

"Simpan makalah kamu di meja saya tepat jam satu siang, lewat dari jam itu saya tidak akan menerimanya!" ujar Devan berjalan keluar dari ruangan, meninggalkan Disya yang masih terduduk di kursi.

Disya membuka kedua tangannya yang menutupi wajahnya. Wajahnya semakin cemberut.

"Dasar tidak peka! Aku nangis ditenangin, atau dipeluk gitu, ini malah pergi!" ujar Disya menggerutu.

Disya menangis? Tentu saja tidak. Dia hanya mencari perhatian saja dari Devan. Dipikir Devan akan memeluk Disya, menenangkannya, meminta maaf karena sudah memarahi Disya. Hah... itu tidak mungkin! Buktinya saja Devan pergi meninggalkan Disya seorang diri sekarang.

"Apa katanya tadi jam satu?" Disya menatap arloji yang melingkar di pergelangan tangannya, seketika maniknya membola bahkan matanya membelalak. "Yang benar saja, tinggal setengah jam lagi?!" pekik Disya heboh lalu dia buru-buru keluar. Ia harus ke rumahnya, dan nanti harus kembali lagi ke kampus.

~✧✧✧~

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Umriyah Purnawati Sholikhah
agak gk suka sama cewek kayak Disya,,gk punya sopan ssntun.pedenya kegedean
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status