Share

Chapter 7: Batal Mundur

“Astaga, siapa tuh?” pekik Gio saat memasuki kelas, ia melihat Disya sedang duduk manis di salah satu kursi.

Beberapa orang yang akan memasuki ruangan juga menatap Disya dengan tatapan heran, bahkan mereka dengan kompak menghentikan langkahnya di depan pintu. Disya yang ditatap hanya menampilkan wajah polosnya balas menatap mereka.

“Ini pasti penunggu ruangan ini yang lagi menjelma jadi Disya ya ‘kan?" Alif berjalan menghampiri meja yang sedag ditempati Disya dengan wajah penuh curiga. Alif memberanikan diri untuk mencubit lengan Disya hingga suara jeritan terdengar dari mulut Disya. Mata perempuan itu melotot menatap Alif horor.

“Sorry Sya, gue kira lo hantu hahaha ….” Alif mengakhiri ucapannya dengan tertawa kencang diikuti oleh semua orang yang ada di ruanga ini, mereka kembali melangkah untuk menduduki kursinya masing-masing.

“Suatu hal yang sangat menakjubkan seorang Disya datang ke kampus ngga telat,” ucap Yumna.

“Biasanya juga ngga telat,’’ protes Disya.

“Hey bercanda nih bocah, kemarin apa namanya kalo ngga telat—ah harus dikoreksi nih, kemarin bukan telat tapi emang ngga masuk kelas Pak Devan,” ucap Gio.

Disya hanya mendengkus kesal. Memang Disya dikenal dengan gelar mahasiswa yang sering datang terlambat, kalaupun tidak datang telat, Disya masuk lima menit sebelum kelas dimulai. Dan sekarang Disya sudah duduk di kursinya sebelum teman-teman yang lain datang. Itu dianggap hal yang aneh dan sangat luar biasa bagi teman-temannya.

‘’Tapi hari ini Pak Sandi ‘kan yang ngajar?’’ tanya Disya menatap Fani yang duduk tepat di sampingnya.

Fani menggeleng. “Masih sama Pak Devan,” jawabnya.

Disya langsung membelalakkan matanya, seketika wajahnya langsung cemberut. Fani memberitahu kepada Disya, jika Devan akan menggantikan Pak Sandi yang sedang meneruskan S3. Rasanya Disya tidak mau bertemu lagi dengan Devan, dia sudah berniat untuk tidak lagi menyukai lelaki itu. Perkataannya kemarin benar-benar menyebalkan.

“Selamat pagi!”

“Pagi!”

Devan, lelaki itu berjalan di depan kelas dengan membawa beberapa buku juga binder di tangannya. Kemeja hitam melekat di tubuhnya dengan lengan baju yang dilipat sebatas sikut, dipadukan dengan celana bahan berwarna hitam, terlihat sangat tampan. Tetapi, dengan cepat Disya yang sedang memperhatikan Devan, mengalihkan pandangan ketika lelaki itu juga menatapnya.

“Saya butuh dua orang untuk meminjam buku di perpustakaan, ada yang ingin menawarkan diri?” tanya Devan mengedarkan pandangannya dengan tangan kanan memperlihatkan sebuah buku denga cover berwarna biru tua.

“Saya!” Dio mengangkat tangannya.

“Ada lagi?”

Disya yang sedang memainkan ujung penanya menatap Devan, lelaki itu juga sedang menatap Disya. Lagi-lagi Disya mengalihkan pandangannya, tapi matanya ingin selalu menatap lelaki itu. Disya heran kenapa Devan terus menatapnya. Masalahnya jantungnya benar-benar sudah berdetak tidak karuan jika Devan menatapnya seperti itu.

‘Bunda, mau pulang!’ Disya membatin.

Saat Disya akan mengalihkan pandangannya menatap Yumna yang duduk di sebelahnya, Yumna juga sedang menatap Disya. Disya mengedarkan pandangannya menatap sekeliling, hanya ada keheningan dan juga tatapan semua orang yang menatap kearahnya. Kenapa semuanya menatap Disya? Apa mereka menyuruh Disya mengangkat tangan untuk mengambil buku, atau mereka mengikuti arah pandang Devan yang sedang menatap Disya… entahlah. 

“Sa—saya!” Disya akhirnya mengangkat tangan. Ia merasa dia sedang diintimidasi oleh tatapan semua orang yang ada di ruangan ini.

~✧✧✧~

Disya menatap es krim yang ada di tangannya, rasanya ia tidak berselera untuk memakan es krim favoritnya. Ia kembali teringat dengan percakapan bersama ketiga sahabatnya beberapa menit yang lalu.

“Kalo udah ada istri kenapa Kai manggil kamu dengan sebutan mommy?” tanya Fani sambil menyeruput hot chocolatenya.

Yumna, dan Alya menatap Fani dengan mengangguk-anggukkan kepalanya seolah mereka berdua sepedendapat dengan apa yang dikatakan oleh Fani.

“Kalo Pak Devan sudah punya istri, Kai juga punya mommy ‘kan di rumahnya?” ujar Alya.

Benar apa yang dikatakan Fani dan Ayla, sepertinya Devan membohonginya, pikir Disya.

“Yaudahlah Sya, ngapain juga masih suka sama Pak Devan. Dia tuh mungkin bilang gitu sama kamu karena dia risih. Lagian nih, populasi cowok yang seumuran atau ya maksimal lebih tua dari kita empat tahun 'kan masih ada. Kalo mereka masih ada ngapain sama om-om?” tutur Yumna.

Disya sudah menceritakan kejadian kemarin kepada sahabatnya, tentu saja mereka ikut kesal dengan apa yang dikatakan Devan kepada Disya. Kalaupun Devan merasa risih dengan apa yang dilakukan Disya tapi tetap saja apa yang dilakukannya terlalu jahat, dan masih ada cara yang lain yang lebih baik bukan?

Tentang Yumna, dari semua sahabat Disya sepertinya hanya dia yang tidak setuju jika Disya menyukai Devan.

“Mommy!”

Bocah laki-laki itu sudah ada dihadapan Disya dengan senyum yang terbit dari bibirnya. Mengenakan celana jeans berwarna hitam dipadukan dengan kaos panjang berwarna putih namun dibagian lengannya diangkat hingga ke sikut, memakai sepatu sneakers berwarna putih dan gaya rambut andalannya classic undercut. Sangat tampan.

“Kai!” Maya menghampiri cucunya, lagi-lagi Maya menatap Disya dengan tatapan canggung.

Saat Maya mencoba mengajak Kai pergi, Disya melarangnya dan mengatakan, “Ngga papa, Bu.”

Kai langsung merentangkan kedua tangannya, dengan senang hati Disya mengangkat tubuh Kai lalu mendudukan Kai di sampingnya, lalu memeluk Kai erat.

“Ayo Bu, duduk aja ngga papa kok!” titah Disya karena melihat Maya masih berdiri di dekat mejanya.

“Sedang menunggu seseorang?” tanya Maya yag sudah duduk dihadapan Disya.

Disya menggeleng. “Tadi sama temen kampus, tapi mereka sudah pulang duluan.”

Maya mengangguk lalu tersenyum. Keduanya saling memperkenalkan diri masing-masing. Maya juga memita maaf kepada Disya karena Kai. Tetapi, Disya menjawab tidak apa, toh Disya tidak merasa keberatan dengan apa yang dilakukan Kai kepadanya.

Maya mengatakan jika dia baru selesai bertemu dengan teman-teman arisannya di restoran yang letaknya tepat berada di depan caffe. Kai memaksa untuk mengunjungi caffe E-go dulu sebelum pulang, dan ya mereka bertemu dengan Disya sekarang.

“Oke. Sekarang Kai mau pesen apa?” tanya Disya menatap Kai yang duduk disampingnya sambil tersenyum.

“Es Krim!” ucapnya semangat.

Disya mengetukkan jari telunjuknya di dagu, seolah ia sedang berpikir dan mengingat sesuatu. “Hmm… es krim ya? Daddy melarang Kai untuk makan es krim bukan?” tanya Disya.

Kai mengangguk. “Daddy pelit, Mom!” Kai mengadu, bibirnya dikerucutkan yang membuat Disya dan Maya saling menatap lalu terkekeh.

“Gimana kalo sekarang kita pesen chicken fingers?” usul Disya.

Kai menggeleng.

“Gimana kalo kita ke rumah saja, kita buat makanan apapun di rumah,” usul Maya.

“Sama Mommy?” tanya Kai menatap Maya dengan mata yang berbinar.

Maya menatap Disya dengan senyumannya, lalu dia mengangguk. “Ya! Sama Mommy.”

Kai langsung mengangguk semangat dan terkekeh senang. Berbeda dengan ekspresi Kai, Disya malah melongo. Rasanya seperti mimpi, tapi Disya juga sangat senang. Ibu dari Devan yang mengajaknya langsung untuk ke rumahnya, bukankah itu sangat menakjubkan. Disya tidak perlu repot-repot mencari alamat rumah Devan?

‘Gak jadi mundur deh!’ Disya membatin.

~✧✧✧~

Comments (1)
goodnovel comment avatar
DG RUSNAH IBRAHIM
hahaahhaah
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status