Accueil / Romansa / Om Duda! / Chapter 6: Perempuan Di London

Share

Chapter 6: Perempuan Di London

Auteur: Anaa
last update Dernière mise à jour: 2021-07-01 14:51:22

Ada rasa bersalah saat Devan melihat Disya sekilas tadi. Wajahnya yang selalu ceria berubah drastis kala Devan mengatakan hal itu kepadanya.

Devan tidak bermaksud membuatnya menangis dan sakit hati. Hanya saja Devan benar-benar malas menanggapi tingkahnya.

Kalo bukan untuk uang lalu apa? Mana ada gadis yang masih berumur sekitar dua puluhan menyukai laki-laki seperti Devan yang umurnya saja sudah menginjak kepala tiga, sudah mempunyai anak satu pula.

Di jaman sekarang tidak sedikit perempuan yang masih muda menjadi simpanan para pejabat, pengusaha dan laki-laki mapan yang bisa memberikannya uang hanya untuk sekedar foya-foya. Tidak peduli dia sudah tua, sudah mempunyai istri bahkan anak. Semua itu tidak masalah yang terpenting uang selalu mengalir ke rekeningnya, dibelikan mobil mewah, liburan ke luar negeri, diberikan hadiah-hadiah mahal, dibelikan apartemen, bahkan mungkin ada yang langsung dibelikan rumah.

Devan memijat pelipisnya, baru saja dia sampai di rumah dan selesai membersihkan tubuhnya, ia kembali harus berurusan dengan laptop juga kertas-kertas di depannya. Dia harus mengurus pekerjaannya.

Kembali dari London Devan kira ia akan hanya menduduki kursi CEO di Ganendra Crop dalam bidang real estate & properti tapi dengan mengejutkan Husein—ayah Devan menyuruhnya untuk menjadi dosen di Universitas Ganendra. Devan awalnya menolak, namun ia terus dibujuk dan kebetulan ada salah satu dosen yang menerima beasiswa untuk melanjutkan S3 di Harvard university. Devan yang akan menggantikan dosen itu mengajar di kampus.

Seseorang mengetuk pintu ruang kerja Devan, tanpa mengalihkan perhatiannya dari i-Pad yang dipegangnya, Devan menyuruh seseorang itu untuk masuk. Rupanya Diky—asisten pribadi sekaligus sekretarisnya.

"Selamat malam Pak Devan."

Devan mengangguk, lalu dia mengalihkan pandangannya menatap Diky.

"Ini Pak, silahkan!" Diky menyerahkan sebuah map berwarna hitam.

Tanpa ragu Devan menerimanya lalu dia mulai membuka lembaran demi lembaran kertas di dalamnya, bola matanya bergerak-gerak membaca tulisan bertinta hitam itu. Walaupun tidak kentara, tapi wajah Devan menyiratkan keterkejutannya saat dia membaca tulisan itu.

"Jadi mereka saudara kandung?" tanya Devan masih tetap memfokuskan perhatiannya kepada kertas di tangannya.

"Iya, tidak heran jika mereka memang saudara kandung, wajahnya terlihat sangat mirip," tutur Diky.

Devan menutup map itu lalu menyimpannya di atas meja. Matanya kini beralih menatap Diky. "Bagaimana keadaan dia?" tanya Devan.

"Baik, hari ini dia keluar dari apartemen hanya untuk pemotretan."

"Masih sering pergi ke klub?"

Diky mengangguk. "Apa ingin mengobrol langsung dengan Mrs. Ola?" tanya Diky.

Devan menggeleng.

"Di bawah ada Bu Maya."

Devan mengangguk, lalu dia beranjak dari kursi dan pergi untuk menemui Maya yang sudah ada di bawah.

Terlihat Maya sedang berada di meja makan, sibuk menyiapkan makanan. Devan berjalan menghampiri Maya lalu mencium tangannya.

"Kai?" tanya Maya.

"Sudah tidur."

"Duduklah! Kamu pasti belum makan 'kan?"

Devan menuruti ucapan Maya—Mamahnya, ia duduk di salah satu kursi meja makan. Maya mengambil nasi juga lauk pauk untuk putra sulungnya.

"Di umur Kai sekarang, dia sangat butuh sosok ibu Dev."

Obrolan ini akan sangat panjang sepertinya. Maya selalu meminta Devan untuk mencari pasangan untuk menjadi istri dan ibu Kai.

Bukan tidak mau, ia belajar dari kesalahannya yang dulu. Sekarang dia akan sangat selektif dalam memilih perempuan yang akan menjadi istri dan ibu untuk anaknya.

Lima tahun yang lalu Devan bertemu seorang perempuan di London, perkenalan singkat itu mengantarkan mereka kedalam suatu hubungan yang akhirnya membuahkan hasil. Perempuan itu mengandung.

"Aku akan gugurkan bayi ini!" ucapnya malam itu.

"Kau gila!" Suara Devan terdengar lirih namun dengan nada penuh penekanan. Terlihat kedua tangannya mengepal, wajahnya tentu saja terlihat marah.

"Aku tidak ingin mempunyai anak! Tidak… maksudku aku ingin mempunyai anak, tapi tidak sekarang." Perempuan itu menatap wajah Devan.

"Dengar! Anak ini tidak salah apapun, kita yang melakukan kesalahan dan tentu saja kita harus bertanggung jawab!" ujar Devan.

Perempuan itu diam, matanya kini memerah dan mulai berkaca-kaca. Ia menutup wajahnya menggunakan kedua tangannya. "Karirku sedang—"

"Baiklah! Lahirkan anak ini, lalu setelahnya berikan kepadaku. Aku yang akan merawatnya!" tutur Devan memotong cepat ucapannya.

Perempuan itu menatap wajah Devan dengan mata sembab, juga hidung yang memerah dan jejak air mata yang ada di kedua pipinya.

"Kenapa?"

"Kau hanya peduli pada karirmu bukan? Hanya sembilan bulan, setelah itu terserah apa yang ingin kau lakukan, aku tidak peduli! Selama sembilan bulan kau akan tinggal di rumahku!"

Bohong jika keduanya tidak saling menyimpan perasaan satu sama lain. Tinggal di satu atap yang sama, setiap hari bertemu selama berbulan-bulan. Devan kira perempuan itu akan berubah pikiran dan menyetujui untuk menikah, namun sesuai yang diucapkan Devan pasca awal kehamilan. Perempuan itu benar-benar pergi setelah melahirkan bayinya.

Devan membesarkan anaknya seorang diri, saat usia Kai sudah dua tahun, ia memberitahukan kepada keluarganya tentang semuanya.

Perempuan itu benar-benar tidak pernah kembali, bahkan hanya untuk melihat Kai saja dia tidak pernah. Devan tahu perempuan itu di mana, bukan hal yang sulit bagi Devan untuk mencari tahu tentang perempuan itu. Hingga sampai saat ini, Devan masih mengawasi perempuan itu. Devan menyuruh orang suruhannya untuk melaporkan setiap hal, setiap akhtivitas yang bersangkutan dengannya.

~✧✧✧~

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Om Duda!   Cuap-cuap:)

    Hai teman-teman pembaca novel Om Duda! Waw! Akhirnya aku bisa menyelesaikan novel ini. Makasih buat teman-teman yang udah selalu baca novel ini dari chapter awal sampe akhir, aku juga selalu buat kalian nunggu beberapa hari untuk update. Maaf ya, aku belum bisa konsisten buat nulis. Terutama permintaan maaf dan makasih buat teman-teman yang udah ngikutin novel ini dari awal, novel yang pertama kali aku update di bulan Juni, dan selesai di bulan Maret—8 bulan, waktu yang cukup lama. Makasih loh kalian udah setia dan enggak kabur karena aku jarang update, hehehe .... Lagi-lagi ucapan makasih buat teman-teman yang udah ngasih review, trus komentar di setiap babnya, dan makasih sudah ngasih vote yaa ... walaupun aku jarang balas komentar kalian, tapi aku tetep baca kok, baca komentar kalian itu seruu! Kalau suka sama novel ini, ayo bantu kasih review-nya. Dari chapter satu sampai chapter akhir, kalian lebih suka chapter berapa? Kalian boleh kasih pendapat tentang

  • Om Duda!   Epilog

    Katanya tidak perlu khawatir tentang jodoh. Sejauh apapun ia berada, pasti akan mencari jalannya sendiri untuk bertemu.Walaupun awalnya memang Devan tidak baik-baik saja karena perceraiannya dengan Disya, tapi Mamahnya selalu menasihatinya."Biarkan Disya pergi dulu, ia perlu menyembuhkan lukanya. Kalaupun kalian memang ditakdirkan berjodoh, Disya akan kembali, Tuhan akan mempersatukan kalian kembali."Devan seperti menemukan kembali harapannya.Terkadang memang ada kisah yang harus usai, meski rasa belum juga selesai. Devan sudah melukai hati Disya, lelaki itu akan membiarkan Disya pergi untuk menyembuhkan lukanya, jika memang Tuhan mentakdirkan mereka berjodoh, Devan yakin Disya akan kembali, sesuai apa yang dikatakan oleh Mamahnya.Dear Queen ....Saat saya pertama melihat kamu, saya cukup terkejut melihat wajah kamu seperti Ibu kandung Kai, netra berwarna coklat, bibir juga hidung mungil, serta kulit putih—semua bagian wajahnya te

  • Om Duda!   Chapter 53: Ending Story

    "Gimana hotel di Lombok?" tanya Devan mencoba bangun dari baringannya dengan susah payah."Oke, tidak ada problem," jawab Diky membantu Devan untuk duduk bersender di kasurnya.Devan mengangguk pelan, terdengar hembusan napas dari lelaki itu, kedua matanya sengaja dia pejamkan, menahan sakit di semua bagian tubuhnya."Ayo, saya antar ke rumah sakit," kata Diky untuk yang kesekian kalinya mengajak Devan untuk pergi ke rumah sakit."Tidak perlu, ini hanya sakit biasa.""Saya akan panggilkan dokter kalau begitu.""Tidak usah! Ini saya kurang istirahat saja," kata Devan. "Kai, ada?" tanya Devan. Sudah tiga hari ini, Devan tidak bertemu dengan putranya."Masih di rumah Disya, katanya hari ini akan di antar pulang ke sini."Devan mengangguk sekilas. Lalu kembali memejamkan matanya dengan kepala yang bersandar di kepala ranjang.Diky menatap wajah Devan dengan seksama. Wajahnya pucat pasi, tubuhnya lemas. Sudah tiga hari ini De

  • Om Duda!   Chapter 52: Tsundere

    Disya menghela napasnya pelan, ia sudah berada di depan pintu ruang HCU. Naisya yang berada di samping Disya mengulurkan tangannya kepada Disya. Disya menatap tangan Naisya lalu menatap wajah perempuan itu."Ayo!" kata Naisya tersenyum.Disya tersenyum kecil lalu membalas uluran tangan Naisya. Keduanya melangkah memasuki ruangan HCU.Samudra yang ada di dalam ruangan langsung menatap ke arah keduanya. Semulanya wajahnya terkejut melihat kedatangan mereka. Namun, saat matanya melirik tangan keduanya yang saling bergandengan membuat senyum merekah di bibir Samudra."Kalian?"Disya menatap Samudra lalu mengulas senyum kecil di bibirnya, begitu juga dengan Naisya."Pah, lihat siapa yang datang," kata Samudra excited."Queen ...," sapa Doni dengan suara lirihnya.Naisya menatap Disya, lalu mengangguk pelan, menyuruh Disya untuk menemui Doni.Tautan tangan Disya dan Naisya terlepas. Kaki Disya melangkah perlahan menghampiri br

  • Om Duda!   Chapter 51: Penyesalan

    Disya menatap lekat-lekat wajah Devan. Tangannya terulur untuk mengelus pipi suaminya lembut. Memang benar apa kata Bundanya, penampilan Devan berubah, tubuhnya kurusan, rambutnya gondrong, tumbuh berewok di sekitaran dagunya."Pak Devan enggak pernah cukuran ya?" tanya Disya lirih.Devan masih tertidur pulas, itu kenapa Disya berani menyentuh wajah Devan. Bohong jika Disya mengatakan ia tidak merindukan Devan—Disya sangat merindukan suaminya."Pak Devan kelihatan aneh kalau berewokan. Kalau Pak Devan brewokan kelihatan kaya om-om beneran," kata Disya masih tetap menyentuh pipi Devan. "Disya lebih suka Pak Devan yang klimis, ganteng banget tahu ...."Disya kembali memperhatikan wajah Devan, hidung bangirnya, alis tebal, juga bulu matanya yang panjang—Disya merindukannya."Pak Devan kok kurusan? Memang di rumah kekurangan makanan, huh?""Penampilan Pak Devan benar-benar beda dari biasanya. Aneh, waktu Disya pertama kali lihat Pak

  • Om Duda!   Chapter 50: Pembalasan

    Disya sedang bergelung dipelukan Bundanya. Gadis itu sudah menceritakan semuanya tentang kejadian tadi siang.Devan, lelaki itu sedang mengobrol dengan Kakek dan Nenek Disya di teras. Satu jam yang lalu mereka baru saja selesai makan malam bersama.Kakek, Nenek, dan Dina menyambut hangat kedatangan Devan. Bersikap seolah tidak terjadi apapun. Bukan tidak marah kepada Devan, tapi mereka sudah memaafkan lelaki itu. Nasi sudah menjadi bubur, masa lalu tidak bisa diubah. Mereka menyerahkan semuanya kepada Disya. Walaupun nanti akhirnya mereka berpisah, tapi silaturahmi tetap harus dijaga bukan?"Disya harus gimana Bunda?" tanya Disya lirih."Kamu masih mencintai Devan?" tanya Dina mengelus sayang rambut putrinya. Disya memanyunkan bibirnya, sepertinya pertanyaan itu tidak perlu Disya jawab pun, Bundanya sudah mengetahui kalau Disya masih mencintai Devan."Bunda tidak perlu mendikte apa yang harus kamu lakukan, kamu sudah dewasa sekarang, kamu bisa meni

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status