Aku Clarissa Bella Buczer, seringnya dipanggil Cla. Seorang mahasiswi semester satu jurusan seni di Universitas William Grup. Aku adalah tipe orang yang sangat ceria. Menyukai kebebasan dan tidak pernah suka dipaksa dalam hal apapun itu. Impianku adalah menjadi seorang seniman terkenal di dunia. Semua orang akan tahu namaku. Suatu hari nanti aku akan menjadi terkenal. Itulah impianku sejak kecil hingga sekarang.
Rumahku adalah studio pangkas rambut. Lebih tepatnya ayahku membuka jasa potong rambut bagi pria, wanita tidak termasuk. Dengan menggunakan trik tradisional yang turun temurun dari keluarga Ayah. Itulah sepintas pengetahuanku soal bisnis kecil-kecilan milik Ayah.
Selain itu Ayah juga menjual ramuan minyak rambut di internet. Ramuan yang tentu saja ia racik sendiri. Ayah adalah orang yang sangat baik. Sering kali ia melakukan potong rambut secara gratis. Makanya kami tetap saja miskin meskipun setiap harinya Ayah selalu ramai dengan pelanggan.
Ibuku juga orang yang sangat amat baik. Ia sering kali memarahi Ayah yang melakukan potong rambut secara gratis, tapi setelah melampiaskan kemarahannya itu ia kembali baik lagi. Mungkin itulah alasan mengapa Ayah begitu sangat mencintaiya. Meskipun hampir setiap hari mereka berdua bertengkar tapi sampai saat ini mereka masih tetap saja hidup bersama.
Ahh hampir lupa. Selain Ayah dan Ibu aku juga memiliki satu adik laki-laki yang nakal. Aku ingin mengatakan pada kalian bahwa dia adalah lelaki yang sangat jantan. Ia begitu cintanya dengan barbel. Namun sayangnya dia lebih tertarik dengan sesama jenisnya alias homo. Sungguh adik yang gila, tetapi aku tetap menyukainya.
***
Waktu menunjukkan pukul 20.00 wib. Martin dan Lestari tengah duduk santai di ruang tengah kediamannya. Ayah dari Cla itu sedang sibuk melihat-lihat hasil dari ramuan barunya. Melihat suaminya tengah sibuk dengan ramuan barunya, Lestari justru berdiri dan berjalan menuju kamarnya.
Selang beberapa menit kemudian, Lestari kembali dengan membawa selembar kertas. Dengan menarik napas pelan, ia duduk di samping suaminya dan memberikan kertas yang ia bawa tadi.
“Lihatlah ini, sangat banyak bukan,” ucapnya dengan nada suara tinggi.
Martin sontak melihat ke arah istrinya lalu beralih pada kertas yang terletak di atas meja. “Mana, biar aku lihat, Bu.”
Setelah melihat dan membaca isi dari kertas yang diberikan istrinya, Martin menarik napas panjang lalu melihat ke arah istrinya, perlahan ia memegang tangan wanita itu dan berbicara dengan suara yang begitu lembut.
“Sayang, tidak masalah kok. Kamu tenang saja, nanti akan aku bereskan semuanya akhir bulan ini. Aku janji akan mencari jalan keluar sendiri. Kamu tidak perlu khawatir tentang itu.”
Lestari melepaskan tangan suaminya lalu memijat keningnya yang terasa pening. “Akhir bulan? akhir bulan apanya? jika kamu masih terus saja melakukan potong rambut gratis seperti ini setiap hari, aku nggak tahu bagaimana kelanjutan hidup kita ataupun di kehidupan selanjutnya. Ayah pasti tidak akan sanggup untuk membayar semua hutang-hutang itu.”
Martin hanya bisa menarik napas panjang, seolah pasrah dimarahi oleh istrinya “Kamu jangan suka mengeluh gitu sayang, nggak baik.”
***
Di lantai dua rumahnya, Caesar tengah mengendap-endap memasuki kamar kakaknya. Karena Cla sengaja mematikan lampu kamarnya dan hanya menghidupkan lampu belajarnya saja sehingga ruangan itu terlihat cukup redup menghampiri gelap. Hampir tidak terlihat jika seseorang masuk tanpa menimbulkan suara.
Dengan begitu pelan Caesar berjalan menuju kursi tempat kakaknya sedang duduk. Di sana Cla tengah memandangi gambar sketsa seorang lelaki yang baru saja dibuat olehnya. Melihat tingkah kakaknya, Caesar dengan jailnya mengambil gambar itu dan membawanya lari ke tempat Ayah dan ibunya sedang duduk santai.
“Ibuuu lihat buuu, kak Cla gambar seorang pria lagi. Kayaknya anak Ibu benar-benar lagi jatuh cinta,” teriaknya sambil berlari menuruni anak tangga.
“Caesar apaan sih, sini gambar kakak.”
“Lihat nih bu, kak Cla menggambar seorang pria lagi,” ucapnya dengan napas yang masih tidak beraturan akibat berlari menuju ibunya.
Ibu memperhatikan gambar yang diberikan oleh Caesar kepadanya. Ayah pun mendekat, ikut kepo dengan gambar yang dibuat oleh putri sulungnya itu.
“Dimana biar Ayah lihat juga”
Baru saja Ayah hendak melihatnya, Rachel datang dan menarik kertas itu. Namun karena ibunya memegang kertas itu dengan kuat sehingga Cla tidak mampu merebutnya dengan mudah.
“Ibuuu berikan padaku kertasnya. Ya elah Ibuuu,” jelasnya sambil setengah merengek kepada ibunya.
“Ohh jadi ini pangeran impianmu itu Cla. Eh tapi kok nggak ada wajahnya sih. Ibu kan penasaran dengan wajahnya. Ibu ingin tahu wajah pangeranmu ini saat menunjukkan wajahnya. Sungguh Ibu sangat ingin melihat wajahnya. His face, seriously.”
Lestari yang penasaran langsung melihat ke arah Cla. “Ibu tahu kamu menggambarnya sudah sejak kecil.” Belum sempat Ibu melanjutkan kata-katanya, Ayah langsung merebut kertas itu dari tangan istrinya.
“Sini biar Ayah yang lihat. Jadi kapan aku bisa melihat wajah dari pangeranmu ini?”
“Mustahil Ayah. Ayah harus nunggu dulu sampai kak Cla memiliki suami terus dia gambar deh wajahnya,” jawab Caesar meledek kakaknya yang tidak bisa menggambar wajah pangerannya sendiri.
Cla langsung memukul punggung adeknya dengan menggunakan tangannya sendiri. “Caesar!”
“Aduh sakit kak, kalau mau mukul permisi dulu kek biar aku juga siap-siap. Gimana sih,” ucap Caesar kesal.
“Caesar, kamu nggak boleh bicara seperti itu dengan kakakmu. Biasakan untuk selalu berbicara dengan baik.”
Mendengar dirinya dibela oleh ayahnya, Cla pun menertawai adiknya yang sedang kesal karena mendapat omelan dari sang Ayah.
“Udah, mendingan kamu duduk di sini, nanti berkelahi lagi kalau di situ.” Ayah menarik lengan Caesar dan menyuruhnya duduk di kursi yang dekat darinya.
“Daripada berkelahi tidak jelas dengan kakakmu, mendingan kamu bantu Ayah mencari resep baru untuk minyak rambut Ayah. Bagaimana? terus ini kamu bantu Ayah juga untuk mencari cara agar minyak rambut Ayah laku di internet. Sekalian dengan kemasannya juga. Ayah tadi udah nyari-nyari tapi belum dapat yang cocok.”
“Ahh, tidak tidak tidak. Pokoknya aku nggak mau ya ikut-ikutan dengan Ayah. Resep minyak rambut baru apaan. Ini kan hanya minyak kemiri, Ayah. Apanya yang baru” jelas Caesar kesal, sambil membelakangi ayahnya.
“Eh eh lihat sini dulu. Nggak sopan banget nih anak. Kamu itu jangan memandangnya dengan rendah. Ini itu bukan minyak kemiri biasa. Ini adalah minyak kemiri dengan resep baru. Dengan resep ini Ayah memberimu makan sampai bisa sebesar sekarang. Sampai kamu bisa tumbuh seperti ini.”
Caesar tidak memperdulikan ucapan ayahnya. Ia tidak juga menjawab, hanya mengambil barbel kesayangannya yang kebetulan tergeletak di bawah meja dari kursi yang sedang didudukinya.
“Hei kalau Ayah ngomong itu dijawab, jangan hanya main barbel terus,” ucap Martin dengan kesal karena merasa diabaikan.
“Aku belum tumbuh kok.”
“Ya makanya kamu itu harus berusaha dengan lebih keras lagi. Bantu Ayah makanya.”
“Aduhhh. Kalian berdua please deh diamlah. Ibu ingin menonton berita dulu,” sambil mengambil remote TV yang ada di meja lalu menyalakannya.
Khususnya penerus William AinsSoft Grup. Kyle Al Jerome William, putra satu-satunya dari pengusaha terkaya di Jakarta, Jason William kembali menguncang media. Dia sangat populer di kalangan wanita. Dan baru saja kembali dari Paris. Kali ini Kyle akan melanjutkan pendidikannya di sini. Dan yang lebih menghebohkan lagi adalah perihal rumor pernikahan dari Putra Jason William. Tapi kebenarannya belum bisa dipastikan, kami akan segera kembali dan mengupdate berita terbaru tentang Kyle Al Jerome William. Selamat Malam, sahabat update.
Lestari tak juga lepas dari layar TV miliknya. Berita yang baru saja ditayangkan di TV membuatnya takjub. Memang sudah sejak dulu ia tertarik dengan kehidupan keluarga William yang begitu mewah namun rendah hati. Bahkan pernah terlintas dalam benak Lestari untuk menjalani kehidupan yang sempurna seperti kehidupan yang sedang dijalani oleh keluarga William, meskipun ia tahu semua itu hanya angan belaka. Tak mungkin bisa kejadian di dunia nyata.
“Kalian tahu nggak, dulu pak William itu adalah teman dekat Ayah. William dan kakek kalian Cla, Caesar.”
“Kakek Buczer?”
Belum sempat Martin menjawab pertanyaan Caesar, Lestari langsung memotong pembicaraan. “Ayah, jangan mengada-ngada. Keluarga William mana mau berteman dengan Ayah mertua. Mereka itu ibarat langit dan tanah. Terlalu jauh, Ayah. Stop bicara omong kosong.”
Martin mengerucutkan bibirnya saat sang istri memotong pembicaraannya. Ada raut kekecewaan di wajah Martin, seolah tidak terima dengan pernyataan Lestari tentang ayahnya dan juga William. “Sudahlah Ayah, tak usah berbicara hal yang tidak-tidak. Lebih baik Ayah pikirin jalan keluar untuk hutang piutang Ayah yang banyak itu,” jelas Lestari lagi tanpa sedikitpun terkecoh dengan raut wajah suaminya yang sudah berubah warna. “Ayah tidak mengada-ngada kok Bu. Ini semua memang benar adanya. Ibu menuduh Ayah berbohong?” Kini Martin beralih menatap kedua anaknya secara bergantian, berusaha meyakinkan Cla dan juga Caesar. “Dulu kakekmu adalah asisten pribadi dan juga sahabat dekat dari Ceo William Ains-Sofft Grup yang sebelumnya. Jadi bisa dikatakan jika kakek Buczer adalah salah satu orang penting di dalam perusahaan yang terkenal itu.” &nb
Seperti biasa, kampus selalu ribut dan ramai dengan mahasiswa maupun mahasiswi yang ada. Cla yang baru saja tiba, segera berjalan melewati koridor kampus sambil membawa buku gambar kesayangannya dan juga tidak lupa susu pisang yang selalu stay dengannya setiap pagi. Dengan langkah riang ia menghampiri ketiga temannya yang tengah duduk di depan kelas. “Berita terbaru hari ini adalah Al telah resmi kembali setelah 10 tahun menetap di Paris,” ucap Jessi dengan antusias. “Iya. Kemarin aku juga lihat beritanya di TV dan ternyata dia sangat tampan dari dugaanku selama ini,” Famita ikut menambahkan. Jessi melotot ke arah Famita dan bertanya mengenai informasi terkini tentang Al. “Asal kamu tahu saja Jes, Al termasuk dalam 10 besar di trending
“Ehem, haus nih.” Jessi segera menyeruput air dingin miliknya setelah mendengar ocehan dari Cla perihal pangeran tak berwajah yang ia miliki. Bukan karena Jessi benar-benar haus. Ia hanya sedang muak saja mendengar kata-kata Cla barusan, terlebih saat Cla membandingkan Pangerannya dengan Tuan Muda Al. “Dan kalian tahu... Tuan Muda Al yang kalian puja-puji itu tidak ada apa-apanya jika disandingkan dengan pangeran tak berwajah milikku ini.” Cla berkata dengan senyum mengembang di wajahnya. Tangannya yang mungil kini meraih buku gambar miliknya lantas memeluk buku itu dengan erat seakan-akan sedang memeluk pangeran yang ia kagumi selama ini. Namun kesenangan itu hanya berlangsung sebentar saja, sebab kini wajahnya yang dihiasi senyum indah harus pudar berantakan setelah Jessi berhasil menyemburkan air yang sedang berada di dalam mulut ke wajah Cla hingga basah kuyup dengan sempurna. “Ow oh, Cla aku nggak se-“ “J
Wajah Al kini berubah menjadi merah padam. Rahangnya pun mengeras, mencoba menahan amarah yang sudah hendak keluar sepenuhnya. Dengan tangan yang sudah mengepal sempurna, ia menatap Cla dengan tatapan tajam yang mematikan. “Ada apa Al?” tanya Reymon yang baru saja datang menghampiri Al. Namun bukannya menjawab pertanyaan temannya, Al malah beranjak pergi, berjalan meninggalkan tempat itu. Reymon, Rouben dan Beni pun mengikuti dari belakang meski mereka bertiga masih penasaran dengan situasi tegang yang baru saja mereka lihat. “Apa katamu? menurutmu karena kau adalah Tuan Muda sang pewaris perusahaan William Ains-Soft Grup dan juga pemilik yayasan kampus ini lantas bisa membuatmu berlaku seenaknya,” teriak Cla sambil mencoba berdiri dari tempatnya sedang terjatuh tadi. “Di rumahku, ibuku juga memanggilku Tuan Putri. Jadi, jangan pernah menganggap remeh orang lain hanya karena kamu punya segalanya.” Langkah kaki yang sudah hendak bergerak pergi seketika
“Saya sudah menemukannya Tuan,” ucap Ben lewat panggilan suara yang kini menghubungkannya dengan Al. Ben masih berdiri di depan pagar rumah pangkas rambut martin. Sudah sejak sepuluh menit yang lalu ia berada di sana. Sebisa mungkin ia mengintip ke dalam rumah namun tempat itu nampak begitu sunyi, tak seperti pangkas rambut kebanyakan yang biasanya ramai dengan pengunjung. Ben pun tidak bisa bertemu dengan sang pemilik rumah terlebih dengan calon tunangan atasannya. Namun meskipun demikian, Ben tetap tidak berani untuk masuk apalagi untuk melangkah lebih jauh lagi. Tugasnya hanya untuk memastikan alamat calon tunangan Al saja. Dan kini tugasnya telah selesai ia kerjakan. “Kalau gitu kirimkan saya alamat lengkapnya, saya akan menuju ke sana sekarang.” “Baiklah” Tuttt tuttt tuttt. Panggilan telepon pun akhirnya telah terputus. Dengan sigap Al mengambil kunci mobilnya dan segera berangkat m
“Finish. Bagaimana Pak, apakah anda suka dengan gaya rambut anda saat ini. Ini adalah gaya rambut yang sedang trend di kalangan pesohor tanah air.” Bodi melihat dirinya di depan cermin, sembari melirik sekilas wajah Martin yang kini sedang berdiri di belakangangnya masih dengan gunting dan sisir yang ada di tangannya. Niatnya menemui Martin untuk urusan pernikahan harus kacau balau karena Martin justru mengira dirinya hendak memangkas rambut. Bodi yang sudah tak bisa menolak terpaksa mengikuti keinginan Martin untuk membuat rambutnya menjadi berbeda dari sebelumnya. Dan jika melihat dirinya di depan cermin saat ini, Bodi setidaknya ikut bersyukur juga. Karena hasil jerih payah lelaki itu ternyata tak sia-sia pada akhirnya. Wajahnya kembali terlihat jauh lebih fress dengan gaya rambut barunya kali ini. “Benarkah gaya rambut ini sedan
Martin dengan tergesa-gesa bangkit dari duduknya lalu menghampiri Bodi yang kini sudah menunggunya sedari tadi. Lestari pun mengikutinya dari belakang. Keduanya langsung bergegas setelah Cla menyampaikan pesan yang dititip Bodi kepada kedua orang tuanya. Dengan langkah penuh tanya, mereka berdua menemui Bodi di ruang pangkas rambut yang ada di rumahnya. Melihat Bodi sedang duduk santai sembari menikmati teh hijau buatan Cla, Martin kemudian ikut duduk di dekatnya. Begitu pula dengan Lestari, istrinya. Bodi mengawali pembicaraannya dengan seutas senyuman. Martin dan Lestari lantas membalas senyuman itu dan makin penasaran dengan apa yang akan dibicarakan oleh lelaki yang kini sedang menatap wajahnya dengan begitu serius. Dengan pelan Bodi mulai menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke tempat Mart
Tari dan Bella tengah duduk santai di ruang tengah rumahnya. Mereka berdua menantikan kehadiran Bodi yang sedang berkunjung ke rumah calon tunangan Al. Mereka ditemani dengan seduhan teh hijau kesukaan Tari. Sudah sejak tadi keduanya gelisah menanti kedatangan Bodi. Selang beberapa menit kemudian, orang yang sudah lama dinanti-nanti akhirnya datang juga. Bodi telah datang dengan tawa merekah di wajahnya. Terlihat jelas bahwa berita yang dibawanya kali ini pastilah berita yang menggembirakan. Dengan langkah yang sengaja dipercepat, Bodi langsung menghampiri Tari dan juga Bella yang sedang duduk santai di sofa. Baru saja ia hendak mengucapkan sepatah kata, Tari sudah mendahuluinya. “Bagaimana, kamu sudah menemuinya?” “Iya Nyonya,” jawab Bodi sambil lanjut menceritakan tentang Al yang juga datang menemui Cla di sana. Tari yang mendengar hal itu langsung tertawa terbahak-bahak. Ia sungguh tak menyangka jika Al akan lebih dulu berada di sana.