Ann baru tahu maksud Isaac sebenarnya ketika ia sudah benar-benar berada di Mall. Keduanya melangkah memasuki supermarket. Isaac mengambil beberapa kilogram daging sapi, sayur mayur, asparagus, kubis brussel, kacang pistachio, beberapa botol saus dan kecap, dua paket bumbu dapur, telur ayam, telur puyuh, telur asin, berkilo-kilo buah-buahan, berkilo-kilo ikan segar, beras, tepung terigu, tepung gandum, pasta, cokelat, gula dan masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
"Nanti lo bantuin gue masak ya," tukas Isaac sambil memilah-milah jamur kuping yang hendak ia ambil. Tensi di antara mereka cukup rendah sekarang. Meski masih seacuh sebelumnya, tetapi setidaknya Isaac tidak berbicara dengan menarik urat nadi pada istrinya dan itu membuat Ann merasa sedikit lebih tenang. Sikap Isaac di luar rumah ternyata lebih baik dari yang di rumah, pikir Ann. Setidaknya ketika di luar, Isaac tahu bagaimana caranya memperlakukan seorang istri dengan baik dan benar. Ann berp
"Abang ke mana aja sih? Kok jam segini baru pulang?"Annastasia tak sanggup menyembunyikan kekesalannya waktu melihat suaminya baru kembali ke rumah sekitar pukul satu siang. Ia berjalan menghampiri Isaac yang baru selangkah melewati pintu sambil masih memegang spatula di tangan kanannya. Keringat di dahinya mengucur. Raut mukanya tampak lelah dan napasnya satu-satu seakan menegaskan kelelahannya."Katanya mau ngadain pesta jam lima sore? Terus kok jam segini baru pulang? Abang ninggalin Ann sendirian masak di si-""Kan gue udah bilang gue ada urusan mendadak di kantor, Ann," sergah Isaac, tak mau disalahkan. Memang sebelum pergi, Isaac sempat mengirim pesan elektronik kepada Ann. Tapi, bagi Ann, itu tidak bisa dibenarkan. Bagaimana mungkin ia yang merencanakan pesta, lalu meninggalkan Ann sendirian untuk berkutat menyiapkannya?"Kerjaan kita masih banyak, Abang," cetus Ann, gregetan. "Masakannya masih banyak yang belum jadi."Bahkan, kalau pun sek
Ada sekitar dua puluh orang teman Isaac yang datang ke pestanya. Bisa jadi lebih, Ann tidak tahu pasti. Mereka menamakan diri sebagai "Teman Kantor Senior dan Teman Kantor Junior". Ann sendiri tidak tahu mana teman Isaac yang senior dan mana yang junior. Semuanya tampak sama dan masih terlalu bias. Mungkin karena ini pertemuan pertama, biasanya memang begitu. Isaac berdiri di teras depan, di dekat tiang berukir yang telah diberi balon warna merah dan dibalut pita warna biru. Di sampingnya adalah Annastasia yang terus melempar senyum kepada setiap teman Isaac yang menyapanya, ataupun memujinya "Cantik". "Ck!" Isaac menyeringai. Ia memutar bola matanya malas. "Gak usah ge'er," bisiknya, mencela. "Ck!" Ann membalas seringaian suaminya dengan seringaian balik. Lalu terus dengan senyum keramahtamahannya, ia mempersilakan mereka semua masuk dan menikmati hidangan yang ada, baik yang di halaman ataupun ruang tamu. Suasana rumah, dari halaman depan sampai ruang
Camilla datang terlambat. Tapi betapa pun, ia tetap datang. Sayangnya, ia datang di waktu yang tidak tepat. Begitu ia menarik gerbang besi rumah kekasihnya, dilihatnya Isaac tengah mencium bibir Ann sementara sorak suara gemuruh mengelilingi mereka, merayakannya. Confetti turun bagai hujan, dilempar oleh para tamu dengan suka cita. Tepuk tangan dan pujian membahana. Camilla terus berdiri di sana, di depan gerbang. Tubuhnya membeku, seolah-olah terdapat semen yang mengeras di setiap persendiannya, dan air mata bergumul di sudut matanya. Ada banyak penyesalan yang dirasakan Camilla sepanjang hidupnya. Menghadiri pesta ini adalah salah satunya. Ternyata inilah yang dimaksud Isaac ketika membalas pesan elektronik darinya, bahwa datang ke pesta hanya akan membawa penyakit. Tapi Camilla tetap bersikeras datang dan mengabaikan peringatan Isaac. Sebab di dalam hatinya, ia ingin sekali berhadapan dengan Ann. Ia berniat memamerkan kecantikannya dan betapa memesonanya dirinya. Betapa i
Dunia itu sangat lucu. Benar, sekarang Isaac merasa dunia itu begitu lucu. Bagaimana bisa ada seseorang yang bertanya mengapa ia mencium istrinya sendiri? Meskipun Camilla adalah kekasihnya, Isaac pikir seharusnya Camilla mengerti keadaannya. Justru kalau Isaac menjauh dari Ann, orang-orang akan mempertanyakannya. Isaac akan dicurigai, yang mau tak mau, nama Camilla pun akan terseret. Masalah akan makin runyam. Lantas, bukankah wajar kalau saat ini, setidaknya Isaac memilih untuk berpura-pura mesra dengan Ann? Apa yang sebenarnya Camilla mau? Huh? Apa dia ingin Isaac memukuli Ann di depan umum lalu bersembah sujud di kakinya, menyembah dan menyanjung-nyanjung namanya? Itukah yang dia inginkan? Pikiran macam apa itu? Isaac menggelengkan kepala. Biasanya walau Camilla yang salah, Isaac yang mengalah. Tapi kali ini, ia merasa Camilla benar-benar keterlaluan. Isaac : "Aku kan sudah bilang jangan dateng. Kamu jangan nyari PENYAKIT, Camilla."
Annastasia berjalan mondar-mandir di kamar Isaac. Ia menggigiti kuku ibu jarinya, merasa gelisah oleh beberapa hal. Pertama, karena para sahabat Isaac sekarang berada di kamarnya. Kedua, karena dirinya sendiri sekarang berada di kamar suaminya, sebuah kamar yang sangat asing baginya. Apa jadinya sisa malam ini? Ann harus berdua dengan Isaac sampai pagi? Benar begitu? Meski pagi datang tinggal beberapa jam lagi, Ann tetap saja tak sanggup membayangkannya. Situasi begini membuatnya kalut sendiri. Prang! Terdengar bunyi botol pecah dan suara Isaac memarahi temannya. Entah siapa yang telah memecahkan botol, tapi pasti itu akan menambah kerepotan suaminya. Ann ingin menarik gerendel pintu dan keluar, tetapi ia ingat pesan Isaac tadi bahwa ia tidak boleh keluar dan harus tetap diam di dalam. Maka, ia pun diam. Terdengar suara teman Isaac yang lain meracau entah apa, namanya juga orang mabuk, kadang suka bicara hal yang tidak jelas. Terdengar juga suara Isaac meladeni oceh
"Abang kenapa sih?" Ann balas bertanya. Ia merasa tidak terima tiba-tiba dibentak begitu. Pasalnya, ia telah bertanya baik-baik dan tidak ada yang salah dengan pertanyaan itu kan? Isaac berbalik badan membelakangi meja dan laptopnya. "Ya udah sih lo tidur aja sana.," katanya tanpa merasa bersalah. "Gak usah ganggu gue. Ribet lo!" "Siapa juga yang ganggu!" Ann makin senewen. "Baz!" Isaac berkata dalam bahasa Khorm. Ia menghempaskan satu tangannya ke udara. "Diam!!" Ann mencak-mencak. "Abang egois!! Abang kasar!!" "BAZ!!!" Sampai di detik ini, Isaac mulai khawatir kalau bentakannya didengar oleh teman-temannya di kamar sebelah. Meski begitu, ia tetap saja tidak mampu menahan amarahnya dan makin melengking. "Lo denger gak sih apa kata gue tadi??!!" "ENGGAK!!!" Ann melotot ke suaminya, menantang. Ia berkacak pinggang. "Abang kenapa sih tiba-tiba galak begitu sama Ann?? Ann salah apa?? Abang sadar gak sih kalau selama ini
"Sepertinya pernikahan benar-benar mengerikan," gumam Jordan ketika telinganya terus digempur oleh teriakan-teriakan mengerikan dari pertengkaran Isaac dan Ann di kamar sebelah. Di kamar Ann, ia tidur berderet dengan yang lain; Pascal, Mayor dan Emerald. Mayor yang mabuk berat tak bisa menanggapi gumaman Jordan dengan baik. Pascal sudah tertidur pulas, terbang melayang ke alam mimpi. Jadi, tinggal Emerald saja yang tersisa. Emerald, pria religius yang pernah ditinggal mati istrinya. Lelaki berambut ungu itu membalik posisi tidurnya jadi menghadap Jordan, seakan bersiap untuk mendengarkan perbincangan yang panjang dan penuh makna. Alkohol di dalam dirinya sudah mulai berkurang efeknya dan itu sangat membantunya untuk bisa kembali berkonsentrasi. "Abang gak pernah ngertiin, Ann!" samar-samar suara Ann meneriaki keheningan menuju pagi itu. "Jangan bawa-bawa orang tua Ann! Ann pikir Ann mau menikah sama Abang?!" "Benar-benar mengerikan," Jordan menyimpulkan. Serbuan hawa
Ann terjatuh, tetapi ia berhasil bangkit berdiri. Dengan mata yang sama melototnya dengan Isaac, Ann mengacungkan jari tengah. "F*CK YOU!!!" Teriaknya dengan nada yang paling tinggi dan paling kasar yang pernah diteriakkan oleh seorang istri. "GUE JUGA BISA KEJAM SAMA LO, BRENGS*K!!!" Ann menjambak rambut Isaac. Keras. Kuat. Kencang. Seolah-olah seluruh kekesalannya tumpah di jambakan itu. "AARGGHH!!!" Isaac mengaduh. Ia memegangi kepalanya. Ia menginjak kaki Ann dengan kakinya sampai Ann kesakitan dan jambakannya lepas. Isaac mendorong Ann lagi. Ann terjatuh untuk ke sekian kalinya. "OKE, KALAU ITU MAU LO!!!" Seru Isaac. Ia merapihkan kerah bajunya lalu berkacak pinggang sambil mengatur napasnya yang terengah-engah. Matanya nyolot, menatap tajam. Setelah mengelap keringat dengan punggung tangannya, ia menunjuk Ann, "GUE PASTIIN KALI INI GUE GAK AKAN KALAH DARI LO!!!" Ann berdiri lagi lalu menampar Isaac. PLAAKK!!! Isa