Danadyaksa's Family Mansion
Hampir satu jam Aeron termenung di dalam mobilnya yang terparkir di halaman rumah Danadyaksa. Dengan tatapan kosong Ia menyandarkan kepalanya pada setir mobil tanpa melakukan apa-apa.
Tok! Seseorang mengetuk pelan kaca mobil Aeron dari luar.
"Den tidak apa-apa?" Tanya satpam.
Aeron bangun kemudian menurunkan kaca mobil. "Tidak pak, saya keluar sebentar lagi." Jawabnya.
Setelah menaikan kaca mobilnya lagi, Aeron mematikan mesin dan keluar dari mobil. Dengan langkah berat berjalan ke rumah.
"Dari mana saja semalam sampai tidak pulang Aeron?" Suara berat masuk ke indera pendengaran Aeron, langkah kakinya berhenti tepat di depan tangga.
Aeron tidak menjawab, ia mulai membalikkan tubuhnya melihat kearah Asher, Ayahnya.
"Kau tidak pulang karena berkelahi lagi?" Tanya Asher Danadyaksa sambil tersenyum mencemooh karena melihat anaknya yang pulang pagi dengan babak belur.
Aeron menghembuskan nafas kasar.
"Kali ini berkelahi dengan siapa lagi? Apa ayah perlu ke kantor polisi atau kau perlu pengacara untuk menyelesaikan masalahmu?" Desis Asher.
Aeron menatap kosong wajah ayahnya dan menggeleng pelan.
"Tidak."
Asher tersenyum, "Bagus! kalau kau punya masalah selesaikan sendiri. Sesekali kekerasan memang perlu dilakukan dalam hidup karena tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan uang ." Lanjut Asher sambil menepuk punggung anaknya.
"Pergilah ke kamar dan bersihkan dirimu." Lanjut Asher
Aeron hanya mengangguk dan kembali berjalan menuju kamarnya dilantai dua. didalam kamarnya ia kembali termenung coba memutar kembali kejadian semalam yang membuatnya lupa diri dan malah merusak seorang perempuan.
Aku telah merusak perempuan yang ku cintai! Batin Aeron marah.
Aeron mengacak rambutnya frustasi karena rasa bersalah mulai menghantuinya.
Aku harus bertemu Katya secepatnya. Batin Aeron.
***
Martin's Family Mansion
Katya terbaring di ranjang dengan wajah pucat pasi, seorang dokter duduk di samping ranjang dan memeriksanya.
"Bagaimana keadaan adik ku din?" Kyle bertanya.
"Katya tidak apa-apa, dia hanya stress dan kelelahan." Jawab dokter wanita itu. "Kalau boleh tahu kenapa dia Kyle?" tanya dokter teman Kyle itu.
Kyle terdiam dan menatap Dini dengan wajah ragu.
"Aku ini seorang dokter tanpa kau jelaskan pun sebenarnya aku sudah tahu apa yang terjadi dengan Katya. Tapi bagaimana bisa, Katya kan anak yang baik." Ujarnya melihat sedih kearah ranjang.
Kyle menghembuskan nafas..
Iapun ikut melihat kearah yang sama. "Aku juga tidak tahu apa yang terjadi." jawabnya sambil mengusap tengkuknya.
"Apa kau mengenal pria itu?" tanya Dini melirik pada Kyle.
"Ia teman sekolah Katya, dan sialnya lagi laki laki itu adalah laki laki yang tidak boleh Katya dekati sampai kapanpun." Kyle memijat pangkal hidungnya dan tersenyum miris. "Tapi ternyata takdir mempermainkan mereka berdua, mempermainkan keluarga Martin dan Danadyaksa sekali lagi." jelasnya dengan tercekat seakan Kyle menanggung beban berat saat mengucapkannya.
"Apa maksudmu?"
Kyle tidak menjawab ia bergegas mendekati ranjang karena melihat pergerakan Katya yang baru sadar.
"Katya kau tidak apa-apa?" Kyle bertanyadengan suara khawatir.
Katya menggeleng pelan kemudian menyentuh kepalanya yang sakit.
"Kau pingsan di kamar mandi." jawab Kyle singkat sambil melirik Dini dengan canggung.
"Sebaiknya kau istirahat Katya, aku sudah meresepkan obat untukmu. Semoga kau cepat sehat ya." potong Dini dengan senyum ramah.
"Terimakasih kak Dini." jawab Katya.
"kalau begitu kalian bisa keluar sebentar, aku ingin sendiri dulu." pinta Katya pelan.
Kyle menggeleng sebagai penolakan karena takut kejadian tadi terulang kembali, tapi Dini memberi isyarat pada Kyle, "Beri Katya waktu untuk sendiri." Timpal Dini memberi pengertian pada Kyle.
"Kyle bisa kita bicara sebentar." Tanya Dini melirik kearah pintu. Kyle akhirnya mengikuti perkataan Dini dan keluar kamar bersama.
"Apa ini pertama kalinya Katya... maaf.. kau tahu maksudku kan?" Dini berbicara sepelan mungkin tapi pertanyaannya masih bisa di dengar Kyle.
"Iyah, kau bisa lihat sendiri bagaimana terpukulnya Katya setelah kejadian yang menimpanya?!" Kyle mengeram marah.
"Maaf aku mencampuri urusan keluarga kalian tapi... apa mereka memakai pengaman, aku tahu ini pertanyaan bodoh" Dini menggantung ucapannya dengan senyum tipis, "sebaiknya kau bertanya pada laki-laki itu?" Lanjut Dini gagap.
"Untuk apa, aku tidak ingin bertemu laki laki itu hanya untuk menjawab rasa penasaranmu Dini."
Dini mendesis dan mencoba kembali bicara, "aku ini seorang dokter jadi... ini sangat penting dan menyangkut Katya juga." Tanya Dini kikuk.
"Sebenarnya apa maksudmu?!" Sungut Kyle tidak mengerti.
Dini menghela nafas. "Aku melihat kalender di kamar Katya yang ia tandai sebagai tamu bulanannya. Beberapa hari ini dia baru selesai menstruasi." jelas Dini.
"ATidak usah bertele-tele, aku tidak mengerti urusan wanita ini." Tanya Kyle jengkel.
"Katya dalam masa subur!" pekik pelan Dini.
Kyle menaikan alisnya.
"Kemungkinan terjadi pembuahan sangat besar apabila Katya melakukan 'itu' pada masa subur." jelas Dini cepat.
"Maksudmu kemungkinan Katya hamil sangat besar?" Kyle balik bertanya dengan wajah kaget.
"Mudah-mudahan hal itu tidak terjadi pada Katya." ujar Dini menenangkan.
Kyle terdiam sambil mengeratkan tangannya menahan amarah yang kembali meluap, dia tidak boleh membiarkan itu terjadi pada adiknya atau keluarganya bisa hancur.
"Kau dokter beri Katya pil KB atau semacamnya, Dini." Kyle mencengkram tangan Dini.
Dini menggeleng, "percuma, pil KB akan bereaksi sebelum terjadi pembuahan, bukan setelah terjadi pembuahan." Jawabnya.
Dini melihat wajah Kyle yang terlihat kebingungan, "Sebaiknya tenangkan dirimu, belum tentu Katya hamil."
"Kalau begitu Aku kembali ke rumah sakit sekarang dan jaga adikmu Kyle." Dini berbalik dan pergi dari rumah keluarga Martin.
***
"Bagaimana keadaan Ayah, apa Ayah sudah bisa pulang?" Tanya Katya saat Kyle kembali ke kamar dengan sebuah nampan ditangannya.
"Ayah pulang besok, kau beristirahatlah dan cepat makan makananmu." Kyle menaruh nampan di atas nakas sebelah Katya.
"Jangan bilang apa-apa pada ayah, aku mohon kak." pinta Katya tanpa melihat pada Kyle, karena tatapannya tertuju pada kedua tangannya yang memilin kain selimut.
Kyle duduk disisi ranjang Katya dan mengusap kepala adiknya lembut.
"Sembunyikan ini dari Ayah, kak. Aku tidak ingin mengecewakannya." lanjut Katya.
Kyle tidak membalas, ia malah ingin menanyakan sesuatu pada Katya.
"Apa kau baik-baik saja? Apa kakak boleh bertanya padamu?"
Katya mengangguk sambil menunduk.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" Kyle bertanya sepelan dan sehati-hati mungkin.
Katya membeku saat kakaknya bertanya.
"Kalau kau tidak siap bercerita tidak apa-apa..." timpal Kyle.
"Aku mabuk," katya menatap Kyle, matanya kembali berkaca-kaca." Kak Aeron menemui kakak waktu itu, dan aku minum di bar. Aku tidak ingat seberapa banyak aku minum karena bartender memberiku minuman dan aku mencobanya terus dan terus sampai aku tidak ingat apa-apa lagi." Aku Katya.
"Aku mabuk kak, itu kesalahanku. Tapi aku tidak menyangka kak Aeron akan memanfaatkan keadaanku yang tidak sadarkan diri. Aku tidak ingin mengingatnya lagi, kejadian itu benar-benar seperti mimpi buruk yang menghantuiku kak." Katya kembali terisak.
Kyle memeluk Katya. "Kak tolong aku, aku tidak ingin bertemu dengan kak Aeron lagi. Itu membuatku takut!" gumam katya bergetar dalam pelukan Kyle.
"Baiklah, kita akan memikirkannya setelah kau tenang, Sekarang beristirahatlah." Saran Kyle sambil mengusap punggung Katya.
Kyle keluar dengan rahang mengeras, ternyata Aeron memanfatkan keadaan katya yang mabuk. Kyle juga menyesal telah mempercayakan adiknya pada Aeron malam itu.
Kyle kemudian mengambil ponsel dan menelpon seseorang. Ia harus menyelesaikan ini secepatnya. Katya harus pergi dari sini dan mengobati traumanya agar tidak larut berkepanjangan serta menjauh dari Indonesia dan keluarga Danadyaksa. Sebelum keluarga itu menghancurkan keluarganya Lagi.
"Halo?"
"Kyle?"
"Bisa kau urus kepindahan seseorang?"
"Siapa yang akan pindah?"
"Aku akan menjelaskannya di tempatmu, tolong persiapankan semuanya paling lama sebulan, adikku harus pergi secepatnya dari Indonesia." imbuh Kyle.
"Ke mana adikmu akan pindah?"
"Ke Negara asal Ayahku, Perancis." jawab Kyle dengan penuh pertimbangan.
Martin's Family MansionRobert Martin sudah diperbolehkan pulang ke rumah setelah keadaannya tubuhnya membaik. Dokter menyarankan dalam beberapa hari ke depan tidak diperbolehkan untuk bekerja terlalu berat.Robert yang sedang terbaring di ranjangnya tersenyum saat Katya masuk untuk menemuinya."Bagaimana keadaan Ayah sekarang?" tanya anak perempuannya.Robert menepuk sisi ranjangnya, memanggil Katya untuk duduk di sebelahnya."Ayah baik-baik saja, Kakakmu sepertinya terlalu berlebihan kali ini Katya masa Ayah tidak boleh ke kantor selama seminggu kedepan. Padahal ada rapat penting yang harus ayah hadiri."Katya tersenyum, " kakak benar, ayah harus banyak istirahat aku tidak ingin ayah sakit lagi." Katya mendekat dan memeluk Ayahnya."Sudah biarkan Ayah istirahat." Kyle masuk ke kamar Ayahnya dan melihat keduanya sedang berpelukan."kakak mau apa kesini dengan map ditangan itu, mau mengganggu ayah
International Senior HighSchoolSudah dua minggu berlalu sejak terakhir kali Aeron bertemu Katya di taman sekolah, setelah itu Katya tidak pernah lagi memperlihatkan dirinya di sekolah. Aeron mendatangi kelas Katya setiap hari untuk bertemu dengan perempuan itu tapi selalu tidak menemukannya.Lama kelamaan Aeron berubah menjadi anak pendiam dan murung, seakan ada sesuatu di dalam dirinya hilang bersamaan dengan kepergian Katya.Sama seperti hari sebelumnya, Aeron selalu mencari Katya ke kelasnnya berharap perempuan itu tiba tiba muncul tanpa kabar sama seperti kepergiannya.Hana yang mulai merasa kasihan pada Aeron mendekati laki laki itu di ambang pintu."Kak, cari Katya lagi?" tanya Hana.Aeron mengangguk lemah.Hana menghela nafas, "Sebenarnya aku tidak boleh membicarakan ini padamu karena Katya melarangku. Tapi aku tidak bisa melihat kak Aeron begini terus.""Ada apa sebenarnya?" tany
Martin Comp. Building in Paris, France "Nona katya maaf, ini laporan yang anda minta." Seorang asisten Katya datang keruangan dengan map di tangannya. Katya hanya melihat sekilas dan kembali pada pekerjaannya, "Tolong taruh saja dimeja." ujarnya. Katya yang terlihat sibuk meraih telpon dan menekan tombol panggilan, "Bisa sambungan saya dengan Mr. Richard di bagian akunting." pinta Katya. "Baik Nona." balasnya. Tidak lama telponnya berdering dan ia langsung mengangkatnya, "Mr. Richard saya minta laporan keuangan dua tahun terakhir." "Saya harus mencarinya terlebih dahulu, kapan anda membutuhkannya?" "Saya minta secepatnya." "Baik, saya akan mencari dan menyerahkannya secepat mungkin." Katya kembali melihat laporan ditangannya sampai terdengar ponselnya berbunyi. Ponsel Katya berdering dan memperlihatkan siapa yang menelponnya. Tante Reva is Calling...
Martin's Family MansionKyle masuk kedalam rumah dengan melonggarkan ikatan dasi di lehernya, setelah melepaskan jas dan menyampirkan di kursi ia berjalan menuju lemari pendingin dan mengambil sekaleng bir dari sana dan membukanya.Menghela nafas kasar, Kyle yang seakrang duduk di kursi mengambil ponsel di saku celana dan menekan nomor Katya. Tapi tidak ada jawaban dari adiknya, mungkin Katya sibuk pikirnya."Den." Bik asih mendekati Kyle yang sedang meminum bir dengan wajah termenung."Kenapa bik?" Kyle melirik sekilas."Ditunggu tuan di ruang kerja den." terangnya"Nanti saya kesana, buatkan teh dan bawa ke ruang kerja ayah." perintahnya.Bik Asih mengangguk dan pergi ke dapur.Kyle menghabiskan minuman kalengnya yang tersisa kemudian berjalan menuju ruang kerja sambil melipat lengan kemejanya.Tok.. tok.. tok.. Kyle mengetuk dan membuka pintu walau tidak mendapat jawaban.
Bandara International Soekarno Hatta, Indonesia."Kakak, aku sudah sampai di Indonesia." ucap Katya riang.Tidak ada balasan dari Kyle membuat Katya kembali bertanya. "Kakak?""Iya, kau di mana sekarang?""Masih di bandara, aku akan pulang ke rumah sekarang.""Hmm.. aku dan ayah sedang di Bali mengurus pekerjaan. Sampai kapan kau di Indonesia?""Mungkin seminggu atau dua minggu.""Baiklah, Kakak akan menelpon staff kita di Perancis. Apa kau masih ingat jalan pulang Katya? Atau mau kakak panggil pak Asep untuk menjemputmu di Bandara?" tawar Kyle."Tidak perlu aku pake taxi saja.""Kalau ada apa- apa hubungi kakak. Ingat itu!"" Okay, siap bos!" jawab Katya.***Martin's Family MansionKatya berjalan ke dalam rumah yang sudah lama ia tinggalkan.Bik Asik yang masih mengenali Katya mendekat dengan wajah terharu.
Bali, Indonesia."Kau tidak pantas untuk Katya!" Sentak Robert, Pria itu berbalik setelah berteriak diikuti Juna dari belakang.Semua orang disana mulai berbisik-bisik.Kyle kemudian mendekat dan menepuk pundak Aeron karena merasa bersalah dengan perkataan kasar Ayahnya ditambah ini di tempat umum. Tapi bagaimanapun ayahnya ada benar juga bahwa Aeron harus menjauhi Katya."Sudahlah, seperti yang kukatakan dulupadamu sekarang akan ku katakan sekali lagi. Lupakan Katya, lanjutkan hidupmu Aeron." dan Kyle pun pergi dari sana.Aeron terdiam, harapannya untuk bertemu Katya musnah karena tidak ada yang mau membantunya. Dia hanya ingin bertemu dengan wanita yang ia cintai, Kenapa semua orang menentangnya. Apa salahnya dengan hubungan mereka? batin Aeron.Aeron tersenyum miring dan terduduk.Ada rasa sesak di dadanya. Sakit, itu yang ia rasakan sekarang. Ia juga tidak mau seperti ini, tapi ia tidak
Bali Hospital "kau siapa?" Katya melihat Aeron dan bertanya seakan mereka baru pertama kali bertemu. Aeron mengerutkan keningnya,"Jangan bercanda Katya!" sungut Aeron. "Aku tidak bercanda, kau siapa?" tanyanya lagi dengan kesal." apa kita pernah bertemu?" lanjut Katya dengan wajah datar. Aeron menatap Katya kemudian melirik kearah Kyle seraya bertanya. "Kyle?!" gumam Aeron menyorot Kyle meminta penjelasan. Katya ikut menoleh pada kakaknya, "Apa dia salah satu temanku atau teman kakak?" Sebelum Kyle sempat menjawab, seorang dokter mendekati mereka. " Keluarga Robert Martin?" tanya sang dokter.Mereka semua mengalihkan pandangannya pada dokter. "Saya anaknya dok, bagaimana keadaan Ayah saya?" tanya Katya. Dokter itu tersenyum, "Saya akan jelaskan diruangan, mari ikut saya." "Kau ikut bersama dokter, nanti aku menyusul." Kyle mengusap punggung Katya. Tanpa menunggu Katya me
Bali Hospital."Ayah sudah sadar?" Robert Martin perlahan membuka matanya, beberapa jam setelah di masukan kedalam kamar perawatan.Robert kemudian mengedarkan pandanganya dan menemukan wajah cantik putrinya yang terlihat khawatir ia pun menarik sudur bibirnya."Sayang...""Ayah..." Katya memeluk ayahnya pelan dan ringan agar tidak menindihnya."Ayah baik-baik saja? Bagaimana perasaan Ayah sekarang?" tanya Katya dengan lembut."Masih sedikit pusing." Jawab Robert lemah. "Kapan kau datang nak?"" Tadi setelah mengetahui ayah pingsan, aku langsung mencari penerbangan tercepat ke bali. Aku sangat khawatir ayah." ujarnya dengan suara bergetar.Katya membantu Ayahnya untuk duduk bersender ke kepala ranjang yang di sangah bantal-bantal empuk. Kemudian menyerahkan segelas air putih padanya.Robert melirik sekitarnya. "Dimana Kyle?""Aku menyuruh Kakak mengurusi pekerjaan disini sebelum pulang ke Ja