Share

Part 10. Regrets

Danadyaksa's Family Mansion

Hampir satu jam Aeron termenung di dalam mobilnya yang terparkir di halaman rumah Danadyaksa. Dengan tatapan kosong Ia menyandarkan kepalanya pada setir mobil tanpa melakukan apa-apa.

Tok! Seseorang mengetuk pelan kaca mobil Aeron dari luar.

"Den tidak apa-apa?" Tanya satpam.

Aeron bangun kemudian menurunkan kaca mobil. "Tidak pak, saya keluar sebentar lagi." Jawabnya.

Setelah menaikan kaca mobilnya lagi, Aeron mematikan mesin dan keluar dari mobil. Dengan langkah berat berjalan ke rumah.

"Dari mana saja semalam sampai  tidak pulang Aeron?" Suara berat masuk ke indera pendengaran Aeron, langkah kakinya berhenti tepat di depan tangga.

Aeron tidak menjawab, ia mulai membalikkan tubuhnya melihat kearah Asher, Ayahnya.

"Kau tidak pulang karena berkelahi lagi?" Tanya Asher Danadyaksa sambil  tersenyum mencemooh karena melihat anaknya yang pulang pagi dengan babak belur.

Aeron menghembuskan nafas kasar.

"Kali ini berkelahi dengan siapa lagi? Apa ayah perlu ke kantor polisi atau kau perlu pengacara untuk menyelesaikan masalahmu?" Desis Asher.

Aeron menatap kosong wajah ayahnya dan menggeleng pelan.

"Tidak."

Asher tersenyum, "Bagus! kalau kau punya masalah selesaikan sendiri. Sesekali kekerasan memang perlu dilakukan dalam hidup karena tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan uang ." Lanjut Asher sambil menepuk punggung anaknya.

"Pergilah ke kamar dan bersihkan dirimu." Lanjut Asher

Aeron hanya mengangguk dan kembali berjalan menuju kamarnya dilantai dua. didalam kamarnya ia kembali termenung coba memutar kembali kejadian semalam yang  membuatnya lupa diri dan malah merusak seorang perempuan. 

Aku telah merusak perempuan yang ku cintai! Batin Aeron marah.

Aeron mengacak rambutnya frustasi karena rasa bersalah mulai menghantuinya. 

Aku harus bertemu Katya secepatnya. Batin Aeron.

***

Martin's Family Mansion

Katya terbaring di ranjang dengan wajah pucat pasi, seorang dokter duduk di samping ranjang dan memeriksanya.

"Bagaimana keadaan adik ku din?" Kyle bertanya.

"Katya tidak apa-apa, dia hanya stress dan kelelahan." Jawab dokter wanita itu. "Kalau boleh tahu kenapa dia Kyle?" tanya dokter teman Kyle itu.

Kyle terdiam dan menatap Dini dengan wajah ragu.

"Aku ini seorang dokter tanpa kau jelaskan pun sebenarnya aku sudah tahu apa yang terjadi dengan Katya. Tapi bagaimana bisa, Katya kan anak yang baik." Ujarnya melihat sedih kearah ranjang.

Kyle menghembuskan nafas..

Iapun ikut  melihat kearah yang sama. "Aku juga tidak tahu apa yang terjadi." jawabnya sambil mengusap tengkuknya.

"Apa kau mengenal pria itu?" tanya Dini melirik pada Kyle.

"Ia teman sekolah Katya, dan sialnya lagi laki laki itu adalah laki laki yang tidak boleh Katya dekati sampai kapanpun." Kyle memijat pangkal hidungnya dan tersenyum miris. "Tapi ternyata takdir mempermainkan mereka berdua, mempermainkan keluarga Martin dan Danadyaksa sekali lagi." jelasnya dengan tercekat seakan Kyle menanggung beban berat saat mengucapkannya.

"Apa maksudmu?"

Kyle tidak menjawab ia bergegas mendekati ranjang karena melihat pergerakan Katya yang baru sadar.

"Katya kau tidak apa-apa?" Kyle bertanyadengan suara khawatir.

Katya menggeleng pelan kemudian menyentuh kepalanya yang sakit.

"Kau pingsan di kamar mandi." jawab Kyle singkat sambil melirik Dini dengan canggung.

"Sebaiknya kau istirahat Katya, aku sudah meresepkan obat untukmu. Semoga kau cepat sehat ya." potong Dini dengan senyum ramah.

"Terimakasih kak Dini." jawab Katya.

"kalau begitu kalian bisa keluar sebentar, aku ingin sendiri dulu." pinta Katya pelan.

Kyle menggeleng sebagai penolakan karena takut kejadian tadi terulang kembali, tapi Dini memberi isyarat pada Kyle, "Beri Katya waktu untuk sendiri." Timpal Dini memberi pengertian pada Kyle.

"Kyle bisa kita bicara sebentar." Tanya Dini melirik kearah pintu. Kyle akhirnya mengikuti perkataan Dini dan keluar kamar bersama.

"Apa ini pertama kalinya Katya... maaf.. kau tahu maksudku kan?" Dini berbicara sepelan mungkin tapi pertanyaannya masih bisa di dengar Kyle.

"Iyah, kau bisa lihat sendiri bagaimana terpukulnya Katya setelah kejadian yang menimpanya?!" Kyle mengeram marah.

"Maaf aku mencampuri urusan keluarga kalian tapi... apa mereka memakai pengaman, aku tahu ini pertanyaan bodoh" Dini menggantung ucapannya dengan senyum tipis, "sebaiknya kau bertanya pada laki-laki itu?" Lanjut Dini gagap.

"Untuk apa, aku tidak ingin bertemu laki laki itu hanya untuk menjawab rasa penasaranmu Dini."

 Dini mendesis dan mencoba kembali bicara, "aku ini seorang dokter jadi... ini sangat penting dan menyangkut Katya juga." Tanya Dini kikuk.

"Sebenarnya apa maksudmu?!" Sungut Kyle tidak mengerti.

Dini menghela nafas. "Aku melihat kalender di kamar Katya yang ia tandai sebagai tamu bulanannya. Beberapa hari ini dia baru selesai menstruasi." jelas Dini.

"ATidak usah bertele-tele, aku tidak mengerti urusan wanita ini." Tanya Kyle jengkel.

"Katya dalam masa subur!" pekik pelan Dini.

Kyle menaikan alisnya.

"Kemungkinan terjadi pembuahan sangat besar apabila Katya melakukan 'itu' pada masa subur." jelas Dini cepat.

"Maksudmu kemungkinan Katya hamil sangat besar?" Kyle balik bertanya dengan wajah kaget.

"Mudah-mudahan hal itu tidak terjadi pada Katya." ujar Dini menenangkan.

Kyle terdiam sambil mengeratkan tangannya menahan amarah yang kembali meluap, dia tidak boleh membiarkan itu terjadi pada adiknya atau keluarganya bisa hancur.

"Kau dokter beri Katya pil KB atau semacamnya, Dini." Kyle mencengkram tangan Dini.

Dini menggeleng, "percuma, pil KB akan bereaksi sebelum terjadi pembuahan, bukan setelah terjadi pembuahan." Jawabnya.

Dini melihat wajah Kyle yang terlihat kebingungan, "Sebaiknya tenangkan dirimu, belum tentu Katya hamil."

"Kalau begitu Aku kembali ke rumah sakit sekarang dan jaga adikmu Kyle." Dini berbalik dan pergi dari rumah keluarga Martin.

***

"Bagaimana keadaan Ayah, apa Ayah sudah bisa pulang?" Tanya Katya saat Kyle kembali ke kamar dengan sebuah nampan ditangannya.

"Ayah pulang besok, kau beristirahatlah dan cepat makan makananmu." Kyle menaruh nampan di atas nakas sebelah Katya.

"Jangan bilang apa-apa pada ayah, aku mohon kak." pinta Katya tanpa melihat pada Kyle, karena tatapannya tertuju pada kedua tangannya yang memilin kain selimut.

Kyle duduk disisi ranjang Katya dan mengusap kepala adiknya lembut.

"Sembunyikan ini dari Ayah, kak. Aku tidak ingin mengecewakannya." lanjut Katya.

Kyle tidak membalas, ia malah ingin menanyakan sesuatu pada Katya.

"Apa kau baik-baik saja? Apa kakak boleh bertanya padamu?" 

Katya mengangguk sambil menunduk.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" Kyle bertanya sepelan dan sehati-hati mungkin.

Katya membeku saat kakaknya bertanya.

"Kalau kau tidak siap bercerita tidak apa-apa..." timpal Kyle.

"Aku mabuk," katya menatap Kyle, matanya kembali berkaca-kaca." Kak Aeron menemui kakak waktu itu, dan aku minum di bar. Aku tidak ingat seberapa banyak aku minum karena bartender memberiku minuman dan aku mencobanya terus dan terus sampai aku tidak ingat apa-apa lagi." Aku Katya.

"Aku mabuk kak, itu kesalahanku. Tapi aku tidak menyangka kak Aeron akan memanfaatkan keadaanku yang tidak sadarkan diri. Aku tidak ingin mengingatnya lagi, kejadian itu benar-benar seperti mimpi buruk yang menghantuiku kak." Katya kembali terisak.

Kyle memeluk Katya. "Kak tolong aku, aku tidak ingin bertemu dengan kak Aeron lagi. Itu membuatku takut!" gumam katya bergetar dalam pelukan Kyle.

"Baiklah, kita akan memikirkannya setelah kau tenang, Sekarang beristirahatlah." Saran Kyle sambil mengusap punggung Katya.

Kyle keluar dengan rahang mengeras, ternyata Aeron memanfatkan keadaan katya yang mabuk. Kyle juga menyesal telah mempercayakan adiknya pada Aeron malam itu.

Kyle kemudian mengambil ponsel dan menelpon seseorang. Ia harus menyelesaikan ini secepatnya. Katya harus pergi dari sini dan mengobati traumanya agar tidak larut berkepanjangan serta menjauh dari Indonesia dan keluarga Danadyaksa. Sebelum keluarga itu menghancurkan keluarganya Lagi.

"Halo?"

"Kyle?"

"Bisa kau urus kepindahan seseorang?"

"Siapa yang akan pindah?"

"Aku akan menjelaskannya di tempatmu, tolong persiapankan semuanya paling lama sebulan, adikku harus pergi secepatnya dari Indonesia." imbuh Kyle.

"Ke mana adikmu akan pindah?"

"Ke Negara asal Ayahku, Perancis." jawab Kyle dengan penuh pertimbangan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status