Ais yang baru saja datang tiba-tiba mencengkeram erat lengan Sheril sembari berkata....
“Apa kamu udah gila! Inilah alasanku nggak ngebolehin kamu bekerja! Andai saja kamu nggak keras kepala, pasti ini semua nggak bakal terjadi!”
Wajah Sheril memucat mendengarnya. Kenapa Mas Ais malahan berbicara seperti itu kepadanya? Padahal saat ini mental Sheril sedang terguncang atas kejadian tadi. Dia hanya ingin dikhawatirkan. Setidaknya, tanyakanlah apakah keadaannya saat ini baik-baik saja tetapi Mas Ais malahan memarahinya.
Sungguh, dibandingkan dengan rasa sakit pada bahunya yang saat ini sedang dicengkeram erat oleh Ais, hatinya jauh terasa lebih sakit lagi.
“Gimana kalau tadi kamu beneran diperkosa, hah?! Apa kamu nggak mikir gimana marahnya Papa Sean kalau sampai dia tahu semua ini!”
Sheril menundukkan kepala, air matanya jatuh ke bawah. Baru kali ini pikiran Sheril terbuka lebar kalau ternyata selama ini dia menikahi lelaki yang salah.
L
“Kenapa kamu malam-malam datang ke sin—” Ucapan seseorang yang membukakan pintu untuk Sheril pun menggantung di udara tatkala melihat wajah Sheril yang biasanya ceria kini terlihat sembab, berlinang air mata. “KAMU KENAPA, SHERIL?!” tanyanya lagi. Kedua telapak tangannya menangkup wajah Sheril. Rasa paniknya semakin bertambah saat mengetahui ternyata kemeja Sheril bagian atas juga sobek. “Apa yang sebenernya terjadi, Sheril?!” Kenapa Sheril malah diam saja. Setidaknya, katakanlah sesuatu supaya dia tidak khawatir. Sheril tidak mampu menjawab pertanyaan orang tersebut, dia hanya mampu menangis sesenggukan. “Mahennn… hiks.” Itulah yang keluar dari mulut Sheril. Kemudian Sheril memeluk Mahen. Menumpahkan segala tangisnya di sana. Mahen merasa tidak enak apabila ada orang lain yang melihat mereka seperti ini di depan unit apartementnya. Maka dari itu Mahen segera menyuruh Sheril untuk masuk ke dalam. Kini mereka dud
“She-Sheril….” Ais kesusahan menelan ludah. Dia tidak menyangka kalau selama ini ternyata Sheril masih perawan. Ya Tuhan, apa yang telah ia lakukan? Gadis itu sekarang sedang menangis sesenggukan. Saking takutnya Sheril kepadanya, ia sampai menutup kedua matanya menggunakan lengannya sendiri. “Sheril… maafin aku Sheril,” ucap Ais terbata. Dia benar-benar menyesal telah memperlakukan Sheril seperti itu. Apa bedanya dirinya sekarang ini dengan teman kerja Sheril yang waktu itu hendak memperkosanya? Astaga. Cemburu buta yang menguasainya membuat akal pikiran Ais tumpul. Bukan hanya merasa sakit di sekujur tubuhnya. Pasti kini Sheril juga sangat takut kepadanya, atau bahkan kemungkinan yang lebih buruknya lagi adalah Sheril akan merasa trauma atas perlakuannya tadi. “Sherl—” suara Ais tercekat di tenggorokan, tangis Sheril terdengar begitu menyayat hati. Ingin rasanya Ais memeluk wanita yang rapuh tersebut namun Sheril sepertinya t
Karena tidak memiliki tempat untuk dituju. Akhirnya Ais memutuskan untuk pergi ke kantornya. Padahal hari ini sampai tiga hari ke depan dia sudah mengambil cuti. Kalau kau bertanya kenapa Ais tidak pulang saja ke rumahnya sendiri adalah jika dia pulang ke rumah, yang ada malahan akan membuat kepalanya semakin bertambah pusing. Pasti nanti Uminya akan menanyainya berbagai macam pertanyaan seperti kenapa dia ke sini sendirian? Bagaimana kabar Sheril? Kenapa Sheril tidak diajak? Dan masih banyak lagi pertanyaan beruntut dari Uminya. Tak apalah pergi ke kantor dengan setelan casual, daripada pergi ke kelab malam di siang bolong seperti ini lebih baik dia pergi ke kantor saja. *** Sesampainya di kantor, Dara yang melihat kedatangan Ais hendak masuk ke dalam ruangannya pun langsung berdiri dari tempat duduknya. Ia berjalan menghampiri Ais dengan wajah sumringah. Apa jangan-jangan Ais datang kemari karena dia merindukannya? Tidak mungkin juga
Setelah Mama April berpamit pulang dari sini. Sheril terus saja diam seribu bahasa sampai malam. Dia tetap tidak mau berbicara barang sepatah kata pun dengan Ais. Pun juga, ketika mereka hendak tidur, Sheril lebih memilih tidur dengan posisi memunggungi suaminya. Ais tidak mempermasalahkan hal tersebut. Yang penting saat ini istrinya tidak jadi pergi dari rumah, itu semua sudah cukup. Besok Ais akan memikirkan bagaimana caranya agar dia mendapatkan permintaan maaf dari Sheril. Namun Ais terlalu terlena akan keadaan yang terlihat tenang, kini tingkat kewaspadaannya menurun. Ketika malam semakin larut, entah pukul berapa tepatnya, Ais terbangun dari tidurnya karena dia merasa kantung kemihnya penuh. Ais hendak pergi ke kamar mandi sebentar untuk buang air kecil. S
“Kamu lagi teleponan sama siapa, Beb?” tanya Sean yang tiba-tiba sudah berada di belakang April.“Terus tadi aku juga sempet denger kamu nyebut nama Sheril Sheril. Anak itu kenapa?” lanjut Sean lagi membuat April sangat terkejut.“Ah, itu… em….” April sampai kesusahan menelan ludah. Sejak kapan suaminya ada di sini dan apa saja yang tadi dia dengar? Jangan bilang dia juga mendengar kalau Ais menanyakan kepadanya apakah Sheril ke sini atau tidak.Mata Sean menyipit, menatap lamat-lamat istrinya yang terlihat mencurigakan. Bahkan tadi Sean juga merasa nada bicara April yang tergagap ketika menjawab pertanyaannya.Dan sekarang April malahan dengan kikuk menaruh ponselnya ke arah belakang tubuh. Gerak gerik istrinya membuat Sean semakin curiga kepadanya.“Kamu nggak nyembunyiin sesuatu, kan, dari aku?” tanya Sean penuh selidik.Sekarang April bingung harus menjawab apa. Tidak mungkin
Demi menemukan putri tercintanya, hari ini Sean sampai mengkesampingkan segala pekerjaannya. Dia menugaskan beberapa anak buahnya untuk mencari keberadaan Sheril sampai ketemu. Bahkan yang membuat para anak buah Sean tersebut hampir menangis adalah Tuannya sampai menyuruh mereka menyisir sampai sudut kota dan memasuki semua hotel di kota ini.“Ba-baik Pak Sean. Akan kami laksanakan.”‘Sheril… kamu ada di mana, Nak?’ucap Sean dalam hati sembari menatap ke arah layar ponselnya yang menampilkan foto profil Sheril.Tapi apa mau dikata, meski berkali-kali mencoba menghubunginya, nomor Sheril tetap tidak aktif.“Gimana perkembangannya?” tanya Sean ke salah satu anak buahnya yang ia tugaskan untuk mengetuai anak buah yang lainnya.Anak buah Sean tersebut hanya menggelengkan kepalanya pelan sebagai jawaban kalau sampai detik ini mereka belum bisa menemukan keberadaan Nona Sheril.Sean memingk
“Ini bukan salah kamu. Berhenti nyalahin diri kamu sendiri atas kesalahan yang diperbuat oleh orang lain.”Usai Sean mengatakan hal tersebut kepada putrinya. Seseorang tiba-tiba datang menginterupsi percakapannya dengan Sheril.Mata Sheril membola. Ia tidak percaya kenapa pula orang ini malah datang ke mari.Lelaki itu sampai terengah-engah memegangi dadanya sendiri, mungkin tadi dia ke sini dengan berlari karena terburu-buru.“Sheril! Kamu nggak kenapa-napa, kan?” tanuanya sambil menangkup wajah Sheril. Mata lelaki tersebut meneliti penampilan Sheril bawah naik ke atas, takut apabila Sheril kenapa-napa apalagi sampai terluka.Yang sedang dikhawatirkan malah memanyunkan bibirnya sambil memukul tangan yang masih menangkup wajahnya. Akhir tangan tersebut pun lepas juga dari wajahnya.“Kenapa kamu bisa ada di sini?” tanya Sheril masih terheran heran.Lelaki itu mengeratkan giginya.“Akh!&r
Saat ini Sean sudah membawa Ais yang sudah babak belur ke hadapan keluarganya.Anha langsung menangkup wajah Ais dan menanyainya apa yang sebenarnya sedang terjadi? Kenapa putranya bisa seperti ini? Dan lain sebagainya.“Beberapa hari yang lalu putri saya mengajukan cerai kepada Ais.” Sontak mata Anha membola mendengarnya. Ia terkejut bukan main dengan apa yang baru saja Sean katakan.“Ce-cerai?” ucap Anha terbata.Benarkah apa yang dikatakan Sean barusan?Kenapa bisa Sheril sampai mengajukan cerai? Bukannya kehidupan pernikahan mereka selama ini baik-baik saja? Bahkan mereka juga terlihat langgeng di depan publik, tidak pernah sekali pun mereka terlihat bertengkar.“Selama mereka menikah. Ais menjalin hubungan dengan wanita lain yang juga bekerja di kantornya.”Deg! Semua orang terkejut mendengarnya kecuali Aim yang saat ini lebih memilih untuk pura-pura tidak tahu saja atas kelakuan busuk Abangnya