Share

OK bab. 16

last update Last Updated: 2025-07-10 11:01:31
Setelah kejadian semalam, aku tak pernah bisa tidur dengan nyenyak dan selalu gelisah. Menuliskan keluh kesahku kepada molly pun tak juga bisa membantu. Aku seperti berlomba lari dengan waktu. Seminggu yang diberikan untuk mengumpulkan sembilan ratus juta terasa sangat mustahil.

Siang ini aku menemui seseorang yang kuharap bisa sedikit membantu. Aku bisa saja menjual mobil dan apartemen, tetapi masalah menjual aset tak seperti menjual cabe di pasar sabtu.

"Tumben lo ngajak gue ketemuan. Kangen ya?" ucap lelaki berambut kuning ini padaku. Alis matanya naik turun menggoda dapat menghadirkan sedikit senyum tipis di bibirku.

Dia pamanku dan usianya terpaut tak jauh dariku, tentu saja terasa tak nyaman jika aku harus memanggilnya om atau paman.

"Aku butuh uang. Bisakah kamu memberiku uang?" pintaku langsung tanpa adanya basa-basi.

"Berapa?" balas Reymond santai sembari meminum minumannya.

"Sembilan ratus juta."

Seketika cairan yang baru saja masuk ke dalam mulutnya tersemb
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Indah Wirdianingsih
lanjut lagi thor jangan lama" hehehe......
goodnovel comment avatar
Indah Wirdianingsih
diego nih pasti cemburu kinara sama reymon
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Orang ketiga.   OK bab. 17

    "Diego. Apa yang kamu lakukan di sini?"Kehadirannya cukup membuatku kaget. Aku tak menyangka akan bertemu dengannya di tempat ini setelah semua tentangnya hilang dalam hidupku selama beberapa waktuDiego mengabaikan pertanyaanku. Tangannya kembali menarik tanganku untuk ikut dengannya. Lagi-lagi aku berusaha untuk menepis tangannya, tetapi apa yang kulakukan tak membuatnya bergeming.Ia membawaku ke mobilnya dan menekan tubuhku di kursi samping supir. Jarak di antara kami terlalu dekat hingga hembusan napasnya membelai telingaku."Sepertinya hari ini kamu sangat bahagia setelah bertemu dengannya," ucapan Diego terdengar begitu dingin, bulu kudukku terasa meremang. Aku mengernyitkan kening untuk mencerna siapa yang ia maksud. Aku menatap matanya, mencari petunjuk tentang siapa yang sedang ia bicarakan. Tapi mata gelapnya, dipenuhi dengan sesuatu yang tak bisa langsung kuterjemahkan—antara cemburu, marah, atau justru ... sakit h

  • Orang ketiga.   OK bab. 16

    Setelah kejadian semalam, aku tak pernah bisa tidur dengan nyenyak dan selalu gelisah. Menuliskan keluh kesahku kepada molly pun tak juga bisa membantu. Aku seperti berlomba lari dengan waktu. Seminggu yang diberikan untuk mengumpulkan sembilan ratus juta terasa sangat mustahil. Siang ini aku menemui seseorang yang kuharap bisa sedikit membantu. Aku bisa saja menjual mobil dan apartemen, tetapi masalah menjual aset tak seperti menjual cabe di pasar sabtu. "Tumben lo ngajak gue ketemuan. Kangen ya?" ucap lelaki berambut kuning ini padaku. Alis matanya naik turun menggoda dapat menghadirkan sedikit senyum tipis di bibirku. Dia pamanku dan usianya terpaut tak jauh dariku, tentu saja terasa tak nyaman jika aku harus memanggilnya om atau paman. "Aku butuh uang. Bisakah kamu memberiku uang?" pintaku langsung tanpa adanya basa-basi. "Berapa?" balas Reymond santai sembari meminum minumannya. "Sembilan ratus juta." Seketika cairan yang baru saja masuk ke dalam mulutnya tersemb

  • Orang ketiga.   OK bab. 15

    "Sekarang Mama puas?"Aku berbalik menatap tajam wanita yang telah menghadirkan ku ke dunia ini. Air mata yang telah kering kini kembali mengalir menghadirkan jejak baru di pipi dan menambah luka yang belum sembuh. "Kamu ngomong apa, Kak? Jangan salahkan Mama. Mama gak semuanya akan jadi seperti ini.""Diam kamu! Semua ini karena kamu!" Bentakku kencang hingga keduanya tersentak. Langkah kakiku mendekat padanya. "Karena aku? Apa tidak salah. Kamu menyalahkan semuanya padaku."Nara bangkit dan membalas tatapan mataku. Tak ada rasa bersalah yang tergambar di wajahnya, seakan apa yang terjadi memang seharusnya menjadi tanggung jawabku. "Karena semua ini memang karena kamu. Aku yakin kamu yang selalu memprovokasi Mama untuk melakukan bisnis itu. Aku yakin, yang menjadi perantara pasti pacar kamu yang pengangguran itu kan?" tukasku cepat. Bola mata Nara melebar menunjukkan jika dirinya tak terima dengan ucapanku. Tetapi k

  • Orang ketiga.   OK bab. 14

    "Dari awal aku sudah bilang untuk tidak melakukan apa yang tidak Mama mengerti. Mama selalu saja gagal dalam bisnis. Apa Mama lupa berapa banyak uang yang hilang melayang untuk bisnis Mama yang tidak pernah ada hasilnya itu!"Dadaku naik turun dengan nafas yang menderu cepat. Rasanya otakku ingin meledak saat ini juga. “Mama tak tahu kenapa bisa jadi begini” suara Mama akhirnya pecah, pelan dan nyaris putus asa. “Semua ini Mama lakukan karena mereka menjanjikan keuntungan yang menggiurkan. Mama hanya ingin memiliki usaha sendiri tanpa bergantung pada siapa pun.”Hatiku berkecamuk. Antara marah karena tidak diberi tahu sejak awal, bingung harus berbuat apa dan sedih karena merasa dijadikan tameng. Aku ingin berteriak, ingin mempertanyakan semuanya—kenapa harus aku yang diseret? Kenapa utang sebesar itu bisa terjadi tanpa sepengetahuanku?“Kenapa tidak mendengarkan ucapanku dari awal?” tanyaku, suaraku mulai bergetar. “Kalau saja Mama tidak keras kepala, semua ini tak akan terjadi. Tap

  • Orang ketiga.   OK bab. 13

    Beberapa hari ini hidupku terasa lebih tenang. Tak ada orang-orang yang tak ingin kutemui hingga membuat jantungku berdegup kencang. Kini aku bisa menjalani hidupku normal seperti sebelumnya tanpa harus menyimpan rasa takut. Menjadi orang ketika dalam hubungan rumah tangga orang lain tak pernah ada dalam daftar list kehidupanku. Layar datar di komputer menunjukkan kumpulan diagram persentase yang membuat pusing kepala. Aku meraih tumbler yang ada disebelahnya. Aroma kopi panas yang keluar dari ujung pipet masuk ke dalam indra penciumanku, membuatku sedikit rileks.Langit pagi tampak biasa saja, nyaris membosankan, tetapi entah mengapa—ketenangan ini terasa seperti anugerah yang tak disangka. Di antara tumpukan data dan deretan grafik yang terus berganti di layar, ada jeda sunyi yang jarang datang: momen ketika hidup tidak menuntut apa pun kecuali keberadaanmu."Selamat pagi, Bu. Ini berkas yang anda pinta," ujar Lily masuk ke ruanganku mengganggu kenikmatanku meneguk pahit manisnya

  • Orang ketiga.   OK bab. 12

    Pagi mulai menyapa di balik gorden. Hawa hangatnya menyapu kulit wajahku yang bersemu merah karena blouse on yang kupoles dengan rapi. Tak ada yang berbeda di ruangan ini. Hanya ada keheningan dan dua pasang sendok yang saling bergerak berlawanan. Aku menatap suamiku dalam diam. Mulutku terasa terkunci, rasa enggan menghampiri walau hanya untuk melontarkan sepatah dua patah sebagai sapaan. "Hari ini aku akan pulang terlambat. Jangan tunggu aku lagi seperti semalam," pesan Diego acuh. Aku melengos, hampir setiap hari dirinya pulang terlambat dan pekerjaan yang selalu menjadi alasan utamanya. Rumah ini tak ubahnya seperti basecamp baginya, hanya sekedar tempat tidur saja. Sementara diriku sebagai pajangan hiasan sudutnya. Aku meletakkan kembali sendok yang ada dalam genggaman. Menelan sisa-sisa makanan yang masih terganjal di mulut agar lolos ke tenggorokan. "Aku hanya meminta waktumu sedikit apa itu sulit?""Aku kerja dan sudah berulang kali kukatakan itu. Jika kamu kesepian di ru

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status