Share

Organ Putriku Untuk Putra Pelakor
Organ Putriku Untuk Putra Pelakor
Auteur: Jelita Ayunda

Bab 1

Auteur: Jelita Ayunda
Putriku dan aku dipisahkan setelah kecelakaan mobil dan dibawa ke rumah sakit yang berbeda. Karena dokter bedah utama belum tiba, operasinya terus tertunda. Entah bagaimana, jiwaku keluar dari tubuh setelah kecelakaan itu.

Tubuhku terbaring di tempat tidur, sementara jiwaku melayang di dekat putriku dengan cemas dan tak berdaya. Aku sangat khawatir, begitu juga dengan perawat ruang gawat darurat yang terlihat panik.

"Kenapa Pak Samuel belum datang? Kondisi gadis kecil ini sangat kritis!"

Seorang petugas di sampingnya menjawab dengan canggung, "Aku sudah hubungi dia, tapi Pak Samuel bilang akan datang nanti. Dia lagi di taman bersama seorang anak yang sedang menangis karena ingin memenangkan hadiah utama dari permainan pecah telur emas dan nggak mau pulang kalau belum mendapatkannya."

"Samuel ini benar-benar nggak tahu membedakan mana yang lebih penting! Anak ini sudah hampir sekarat!"

Samuel?

Mendengar nama itu, aku tersentak menyadari bahwa putriku telah dibawa ke rumah sakit tempat suamiku bekerja. Dia adalah dokter anak terbaik di kota ini. Jika dia ada di sini, putriku pasti bisa diselamatkan!

Perawat yang berdiri di samping kami sangat gelisah dan akhirnya memutuskan berlari keluar ruangan. "Taman berada di dekat sini, coba kalian telepon lagi. Aku akan langsung cari dia."

Saat itu aku baru tersadar. Tidak ada panggilan darurat dari rumah sakit, tapi dia memang memilih untuk menemani Ruby dan anaknya. Meski demikian, aku tidak tega meninggalkan sisi putriku. Aku hanya bisa diam-diam berdoa agar Samuel segera kembali.

Di taman ....

"Selamat, Nak. Kamu memenangkan hadiah kedua lagi."

"Kenapa hadiah kedua lagi? Aku nggak mau! Aku cuma mau hadiah utama!"

Perawat yang baru saja tiba di taman, melihat Samuel sedang bersama cinta pertamanya, Ruby. Mereka sedang menenangkan Max, anak Ruby, yang kecewa karena tidak bisa mendapatkan hadiah utama dari permainan pecah telur emas.

"Pak Samuel, kenapa Anda masih di sini? Ada seorang gadis kecil korban kecelakaan di ruang gawat darurat yang kondisinya sudah sangat kritis."

Perawat muda yang berlari sepanjang jalan akhirnya tiba dengan napas terengah-engah dan keringatan.

Melihat perawat yang berlari mendekat, Samuel terkejut sesaat, lalu melirik Max yang masih menangis dan berkata pada perawat itu dengan ragu-ragu, "Tunggu sebentar, sebentar lagi."

Perawat itu membuka mulutnya dengan cemas, tapi Samuel sudah berbalik dan berjongkok di depan Max.

"Max sayang, kamu punya masalah jantung, jangan menangis begini. Nanti kamu akan merasa nggak enak dan perlu diinfus, itu pasti menyakitkan. Paman akan belikan semuanya untukmu. Kita coba lagi nanti, gimana?"

Mendengar ucapannya, Max yang sudah ditenangkan oleh Ruby, mulai mereda dan berhenti menangis. Ruby mengelus kepala Max dan tersenyum pada Samuel, "Terima kasih banyak. Mungkin sebaiknya kita sudahi dulu hari ini, kita juga harus kembali ke rumah sakit."

Samuel mengangguk, lalu membawa Ruby dan Max kembali ke rumah sakit. Setelah memastikan mereka kembali ke kamar dengan aman, dia akhirnya mengikuti perawat ke ruang gawat darurat.

Di tengah kecemasan para staf, suamiku akhirnya muncul terlambat.

Dia melirik sekilas pada putri kami yang terbaring di ranjang dengan tubuh yang penuh luka dan berdarah. Tebersit kejengkelan pada ekspresinya, tetapi hanya sekilas. Aku menggelengkan kepala, berusaha meyakinkan diri bahwa aku salah lihat.

Samuel selalu menganggap menyelamatkan nyawa orang adalah tanggung jawabnya. Tidak mungkin dia bisa sedingin itu, 'kan?

Lampu di ruang operasi akhirnya menyala dan rasa cemas yang menghimpit dadaku mulai berkurang. Aku berbalik dan melihat diriku sendiri yang terbaring koma di ranjang ruang gawat darurat.

Seorang dokter di samping ranjang berkata sambil mencatat dengan pena, "Gegar otak, retak ringan di tengkorak, tapi nggak ada yang terlalu serius."

Namun, hatiku tidak merasa lega sedikit pun. Betapa aku berharap akulah yang tertabrak, bukan putriku. Kejadian hari itu masih terbayang jelas di kepalaku. Hari ini adalah ulang tahun putri kami. Sebelum makan malam, suamiku menerima panggilan dari rumah sakit dan segera meninggalkan rumah.

Putri kami diam-diam keluar dari rumah, berniat mencari ayahnya yang baru saja dipanggil ke rumah sakit. Aku menemukannya di tepi jalan, tepat saat sebuah mobil melaju kencang ke arahnya.

Aku berlari sekuat tenaga untuk mencoba mendorongnya, tapi sudah terlambat. Aku hanya bisa menyaksikan tubuh kecilnya terlempar oleh benturan mobil.

Wajah putriku mengalami luka serius. Kepangan kecil yang kubuatkan pagi itu sudah berantakan, bercampur dengan darah. Gaun kelinci kecil yang dia kenakan penuh dengan darah dan tanah. Membayangkan sosok mungilnya di meja operasi, hatiku terasa perih.

Mengapa?

Mengapa aku tidak bisa menjaga putriku dengan baik?

Seketika, rasa bersalah dan penyesalan yang mendalam menyelimutiku. Namun, begitu teringat bahwa suamiku adalah dokter bedah utama dalam operasi ini, perasaan tegangku sedikit mereda. Syukurlah, dia yang akan merawat putriku.

Aku menunggu di depan ruang operasi selama seharian penuh sampai akhirnya putriku keluar dari ruang operasi dan dipindahkan ke ruang perawatan intensif. Melihat kepalanya yang dibalut perban, hatiku terasa perih, berharap aku bisa menukar nyawaku untuk kesehatannya.

Samuel melihat laporan medis putri kami sambil bertanya pada perawat, "Apa sudah ada keluarga pasien yang ditemukan?"

Perawat menggelengkan kepala dan menjawab, "Setelah tertabrak, pengemudi langsung melarikan diri. Ada orang yang melaporkannya ke polisi, tetapi gadis kecil ini hanya memakai baju tidur dan nggak membawa barang yang bisa mengidentifikasi dirinya. Pihak berwenang sudah menyebarkan pengumuman pencarian, tapi belum ada yang menghubungi."

Suamiku mengerutkan alis. "Anak sendiri hilang, tapi keluarganya bahkan nggak tahu? Orang tua macam apa itu, nggak bertanggung jawab sekali!"

Mendengar perkataannya, rasa bersalah di hatiku semakin membesar.
Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Organ Putriku Untuk Putra Pelakor   Bab 9

    Demi cinta, Samuel kehilangan putrinya. Kini, dia mendapati bahwa cintanya pun hanyalah sebuah kebohongan.Dengan amarah yang meluap, dia menerjang Ruby dan Max sambil memukul mereka. Ruby merangkul anaknya, berusaha menghindari serangan Samuel sambil menangis. Sementara itu, kerumunan yang telah mendengar kata-kata kasar Ruby tadi merasa tidak perlu melerai mereka. Semua orang hanya menonton saat ketiganya bertengkar habis-habisan.Aku menyaksikan semuanya dengan tatapan dingin, tanpa sedikit pun keinginan untuk membantu.Di altar pemakaman, senyum putriku tetap terpampang. Dalam hati, aku berbisik padanya.'Lihatlah, Coco, jangan bersedih untuk ayahmu yang seperti ini. Ibu akan membalaskan dendammu. Aku nggak akan melepaskan siapa pun yang menyakitimu.'Sejak terbangun di rumah sakit, aku telah mulai menyusun rencana untuk balas dendam. Berdasarkan apa yang kulihat ketika arwahku sempat melayang, aku menyimpan dua botol infus yang diganti Samuel. Aku juga memberikan sejumlah uang kep

  • Organ Putriku Untuk Putra Pelakor   Bab 8

    Wajah Ruby langsung panik dan dia buru-buru menjelaskan, "Aku dan Samuel cuma teman biasa, jangan asal bicara!"Aku tersenyum sinis, lalu berkata, "Aku nggak bilang apa pun. Kenapa kamu yakin sekali itu alasanku nggak mau mendonorkan organ?""Lalu karena apa?" Ruby merespons dengan spontan, "Aku dan Samuel nggak punya hubungan apa pun. Menurutku, kamu yang terlalu banyak berhalusinasi dan menganggapnya menyelingkuhimu!"Aku menatap wartawan yang berdiri di barisan paling depan dan bertanya, "Waktu Ruby cari kalian, apa dia pernah bilang kalau dia ini cinta pertama Samuel?"Terdengar suara kritikan dari kerumunan. "Jadi alasan kamu menolak donasi organ adalah karena cemburu?"Orang-orang ini jelas telah menerima bayaran dari Ruby, sehingga berusaha memfitnahku sebagai orang yang berkecil hati dan tega membiarkan anak lain mati hanya karena cemburu. Aku mengambil ponsel dan memutar rekaman. Suara Samuel bergema di ruangan pemakaman."Kamu sudah tahu soal perceraiannya, bukan? Kamu mau me

  • Organ Putriku Untuk Putra Pelakor   Bab 7

    Dia tidak bereaksi sedikit pun saat aku menyebutnya gila. Dia malah menarikku menuju ruang tamu."Kita sekeluarga harus selalu bersama. Ayo, kita temui Coco." Dia merapikan sofa untuk duduk dan mencoba menarikku agar duduk di sampingnya. Aku menatapnya dengan dingin saat dia terus bertingkah seperti orang gila.Dia merasa tidak puas, tetapi tidak berkata apa pun dan malah menyalakan televisi. Saat melihat layar, aku tercengang. Yang muncul adalah rekaman CCTV rumah kami. Samuel memegang remote, mengganti satu per satu rekaman video dan memperlihatkan berbagai momen."Saat dia pulang dari taman kanak-kanak," katanya sambil menunjuk."Saat dia belajar menari.""Saat dia ....""Cukup!" selaku dengan suara keras karena tak ingin melihatnya lagi.Setiap kali melihat wajah Coco yang hidup, pikiranku langsung kembali ke bayangan tubuh kecilnya yang dingin di kamar mayat. Ini adalah penyiksaan bagiku.Samuel selalu punya cara seperti ini. Selama tujuh tahun pernikahan kami, kami berdua tahu ca

  • Organ Putriku Untuk Putra Pelakor   Bab 6

    Aku teringat kembali tujuh tahun lalu, saat Samuel datang ke perjodohan ini karena tekanan dari keluarganya. Saat pertama kali bertemu denganku, dia memberitahukanku dengan jujur bahwa dia sudah memiliki orang yang dicintainya.Aku mengerti maksudnya dan mengira pertemuan itu akan menjadi yang terakhir. Namun, dua bulan kemudian, dia justru datang menemuiku lagi."Kamu suka padaku, 'kan? Kalau begitu, kita menikah saja."Jujur saja, aku memang menyukainya sejak pandangan pertama. Saat itu, aku merasa seolah-olah mendapatkan keberuntungan yang luar biasa. Karena takut dia akan berubah pikiran, aku segera mengatur semua proses pernikahan dengan kedua keluarga.Dia tidak peduli pada detail pernikahan kami dengan alasan sibuk dengan pekerjaannya. Profesi sebagai dokter memang sibuk, jadi aku bisa memahaminya. Namun, belakangan ini aku mengetahui bahwa tepat seminggu sebelum dia mencariku, cinta pertamanya baru saja menikah.Tentu saja, aku punya perasaan tertentu saat mendengar hal itu, ta

  • Organ Putriku Untuk Putra Pelakor   Bab 5

    Aku menghapus air mata yang muncul di sudut mataku, lalu tertawa getir sambil memegangi sisi tempat tidur dan berdiri.Plak! Suara tamparan yang tajam menggema saat aku mengayunkan tanganku ke wajah Samuel. Dia menatapku tak percaya.Dengan jelas, kuucapkan setiap kata kepadanya, "Kamu nggak layak jadi ayah Coco."Ruby tiba-tiba masuk. Melihat bekas tamparan di wajah Samuel, dia terkejut sejenak, tetapi dia langsung mengabaikannya. Dia menoleh ke arahku dan memohon dengan suara penuh tangisan, "Anna, kumohon setujuilah donasi organ itu. Anakmu sudah meninggal, tapi Max nggak boleh mati!"Dia menangis tersedu-sedu, "Donorkan jantung Coco untuk Max, anggap saja itu sebagai cara agar Coco tetap hidup melalui dirinya!"Samuel menarik Ruby ke sisinya, tampak panik dan bingung. "Kamu ngomong apaan? Nggak mungkin yang meninggal itu Coco! Itu semua cuma omong kosong dari Anna! Dia melakukan ini dengan sengaja untuk balas dendam padaku!"Mendengar Samuel mempertanyakannya, Ruby tampak gugup dan

  • Organ Putriku Untuk Putra Pelakor   Bab 4

    Putriku mengulurkan tangan kecilnya, mencoba meraih ayahnya dan berharap bisa dipeluk. Dia merasa sangat dingin.Namun, saat jari-jari kecilnya yang beku baru saja menyentuh ujung jari Samuel, dia secara refleks menepisnya. Dengan wajah pucat, dia mundur beberapa langkah dan tidak berani menatap putriku.Dengan suara rendah dia berkata, "Kamu ... pergilah dengan tenang. Sampai sekarang nggak ada keluarga yang mencarimu, sepertinya mereka juga nggak peduli. Semoga kamu bisa segera reinkarnasi ke keluarga yang lebih baik ...."Aku melompat ingin mendorongnya, menggigitnya, apa pun yang bisa kulakukan. Bagaimana dia bisa sekejam itu? Bagaimana bisa dia mengucapkan kata-kata itu pada seorang anak kecil?Putriku yang kucintai, Coco, adalah harta terbaik di dunia. Aku peduli padanya, sangat peduli padanya!Air mata bercampur darah mengalir dari mataku. Dalam pandanganku yang kabur, aku melihat Coco berhenti bernapas perlahan-lahan. Ketika membuka mata lagi, aku sudah berada di sebuah kamar r

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status