PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 5
"Abang! Liat nih kelakuan pacarmu, masa dia minta dikenalin sama Bosku tadi."Kupikir Abang akan marah, nyatanya dia malah tertawa. Dan di mataku kini, bukan hanya Winda yang sakit jiwa, tapi Abangku juga."Ya nggak pa-pa. Emang kenapa? Winda kan sebentar lagi wisuda, dia mungkin mau cari lowongan kerja. Iya kan?"What?Aku dan Mama saling lirik mendengar kata-kata Abang yang penuh pembelaan. Sementara si biang masalah senyum-senyum, sok imut banget."Iya Bang, aku pengen kerja tempat Emily. Kayaknya enak banget deh, bosnya baik. Karyawan biasa aja dianter pulang. Padahal Emi kan nggak cantik-cantik banget ya."Dih!"Nggak cantik tapi tiap saat lo niru gue. Dasar edan!""Emi…" Mama menegurku, melotot mendengarku mengeluarkan kata-kata kasar.Aku kembali menatap Winda."Jangan coba-coba ngelamar kerja tempat gue. Disana nggak terima cewek freak. Lagian, emang yakin bakalan wisuda? Skripsi aja setahun nggak kelar-kelar."Winda setingkat denganku, satu kampus, beda fakultas. Kami dua tingkat dibawah Bang Arga. Harusnya dia lulus dan wisuda tahun lalu. Tapi entah kenapa, dia nggak lulus lulus juga. Yang skripsi ditolaklah, dosen pembimbing cuti lahiran lah. Alasannya semakin lama semakin nggak masuk akal. Aku curiga itu cuma alasan aja. Dulu, aku nyaris tak pernah melihatnya keliaran di kampus. Jangan-jangan sebetulnya dia sudah di DO.Baru saja aku hendak masuk ke kamar, kudengar ponsel Winda berbunyi. Dia meraih ponselnya dari sling bag yang dia letakkan di kursi."Halo?"…"Oh iya, iya… sudah mau sampai ya Pak? Kenapa? Oh nggak apa-apa. Belum terlalu malam kok. Saya pulang sekarang. Terima kasih."Suaranya lembut mendayu-dayu, manis manja bikin mual. Entah kalau laki-laki yang dengar, mungkin malah termehek-mehek."Ayo, Bang. Motorku udah di jalan."Aku mengerutkan kening. Motor? Kayak dia bisa naik motor aja. Kemana-mana abangku yang jadi tukang ojek, eh sopir.Winda pamit pada Mama, lalu menoleh padaku."Aku mau belajar motor, Em. Biar bisa mandiri kayak kamu. Benar kan motormu beat street ya?""Kenapa? Kamu ikut-ikutan lagi ya?"Winda cuma nyengir. Dia lalu menarik tangan Abangku, membawanya pergi. Tak lama suara mobil Abang pergi dari rumah terdengar."Astaga Mama. Mama kok diam aja sih? Itu motor Abang yang beliin bukan?"Mama mendesah."Kayaknya iya.""Ya ampun, Ma. Emang mereka serius mau nikah ya? Aku nggak bisa bayangin dia jadi menantu Mama. Bisa-bisa Abang nggak ingat lagi sama kita. Liat deh baru jadi pacar aja gayanya selangit. Abang tuh udah kayak kerbau di cucuk hidungnya."Mama malah menatapku nelangsa."Ya terus gimana?""Ruqiyah Ma, Ruqiyah. Abang itu kena guna-guna.""Ah, Mama nggak percaya gituan. Winda itu gadis modern, nggak bakalan main dukun.""Ma, artis yang pergi ke dukun aja banyak kok. Apalagi cuma model si Winda gitu.""Huss, jangan ghibah. Sana mandi. Bau asem."Aku meleletkan lidah, segera masuk ke dalam kamar. Diam-diam, aku membaui tubuhku sendiri. Masa sih bau asem? Duh, jangan sampai dong. Kan aku baru ketemu Pak Arfan. Bisa hilang pesonaku kalau sampe bau asem di depan dia.Pak Arfan. Hemm, Kira-kira, dia sekarang lagi ngapain ya? Mungkin nggak sih sedang terbayang-bayang kebersamaan tadi?Plak!Aku memukul kepalaku sendiri karena terlalu banyak ngelantur. Segera kuletakkan tas dan masuk ke kamar mandi. Malam begini, rasanya segar sekali diguyur shower air hangat. Tapi, ketika aku hendak mengambil shampo, loh kok nggak ada? Perasaan tadi pagi masih ada. Isinya masih penuh karena baru dibuka. Dan, rasanya isi kamar mandiku berubah. Seperti ada yang aneh. Susunan sabun cair, sabun pencuci muka, lulur, obat kumur, odol dan lain-lain, rasanya tak seperti tadi pagi. Ah, ini pasti Bang Arga. Mungkin shampoku sudah pindah ke kamarnya. Setelah melilitkan jubah mandi ke badan, aku bergegas ke kamar Bang Arga."Eh, mau apa?"Mama menahanku yang hendak membuka pintu kamar Bang Arga. Di rumah ini, pintu kamar memang tak pernah dikunci. Bukan karena tak ada privacy. Tapi bagi kami, tak ada rahasia yang perlu disembunyikan. Tapi itu dulu, sebelum Negara Api, alias Winda, menyerang.Kamar Abang dikunci."Mau cari shampoku. Baru dibuka, masa hilang.""Oh, yang baru diantar kurir kemarin ya? Yang katanya kamu beli dari tik tok shop?""Iya.""Eh, itu tadi dibawa Winda. Dia tadi numpang mandi di kamar kamu. Dan katanya dia suka aromanya.""Hah? Trus Mama biarin?""Ya habisnya…"Kelanjutan kalimat Mama sudah bisa ku tebak. Aku mengelus dada, berusaha menahan bara yang mulai bergejolak. Mama yang melihat ekspresi wajahku langsung masuk ke kamarnya sendiri."Em, Mama buatin cumi cabe ijo tuh. Makan yang banyak ya Nak!" Serunya sebelum pintu tertutup.Aku mengepalkan tangan. Winda benar-benar Alien yang berusaha menguasai rumah ini beserta isinya. Bisa-bisanya dia masuk kamarku, dan menjarah barang-barangku, lagi. Mulai besok, aku tak bisa lagi membiarkan kamarku ditinggal tanpa dikunci. Dan satu lagi, shampoku harus kembali. Itu shampo mahal, hikss.(Bawa pulang lagi shampoku. Awas kalau nggak!)Setelah mengirim pesan WA pada Bang Arga, aku kembali ke kamar mandi, melanjutkan acara mandi yang tertunda gara-gara… arrrggghhh… Winda lagi. Lagi lagi Winda.***PACAR ABANGKU SAKIT JIWA (ENDING)musim ke-2. SISA RASA TERTINGGALBab 15PoV WINDAEnam bulan kemudian"Kak, kenapa sih Mama nggak sayang sama aku? Seperti Mama sayang sama Kakak?""Kata siapa? Mama sayang kok sama kamu.""Tapi Mama dikit-dikit marah. Kalau sama Kakak nggak."Kak Laura tersenyum, mengusap rambutku dengan lembut."Mama cuma lagi nggak enak badan. Kamu tenang aja ya, kan ada Kakak." Ujar Kak Laura sambil tersenyum manis. Dia mengulurkan perahu dari kertas yang baru saja dibuatnya.Aku ikut tersenyum, meraih perahu kertas itu dan berlari ke dalam kolam ikan di belakang rumah. Berdua kami melarungkan perahu itu disana, membuat ombak kecil dengan kedua tangan hingga perahu itu sesekali terombang-ambing. Ah, masa kecil yang indah. Kenapa orang harus menjadi dewasa jika masa kecil sudah membuat bahagia? Padahal dengan menjadi dewasa, ada banyak masalah yang mulai menghampiri."Sayang…"Aku menoleh, segala kenangan tentang masa kecil itu segera lenyap dari benakku. Mas Adit
PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2. Sisa Rasa TertinggalBab 14PoV ADITYAKeadaan rumah baik baik saja kecuali satu hal, kunci pintu depan yang dibuka paksa menggunakan sebuah alat. Itu artinya, Winda pergi kesana tidak dengan sukarela. Apa sebenarnya yang terjadi? Kenapa Winda bisa ada disana bersama si pembunuh? Dan suara Siapakah yang menjerit demikian pilu? Suara itu, seperti seseorang yang tengah merasakan sakit yang luar biasa.Aku memandang wajah istriku dengan gundah, sekaligus kesal karena aku tak tahu apa-apa, persis orang buta. Wajah itu masih pucat pasi saat kuletakkan di atas pembaringan. Tapi setidaknya dia tak menolak semua sentuhanku padanya. Sepanjang subuh hingga pagi itu, Winda tak juga mau melepaskan diri dari pelukanku. Belum pernah aku merasa se bingung ini. Aku tak tahu apa yang telah menimpanya, dan juga apa yang terjadi. Dan suara tembakan itu? Aku menghela nafas dalam-dalam. Aku percaya Mas Arfan akan melakukan yang terbaik, seperti dia selalu mempercayaiku
PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2.SISA RASA TERTINGGAL.Bab 13Lika masih menjerit histeris, aku bisa memperkirakan bertapa kuat tenaga lelaki itu, apalagi dengan sepatu model boot yang keras dan berat menekan paha Lika. Jantungku berdebar sangat kencang. Aku tak sanggup, seandainya harus melihat seseorang disiksa si depan mataku. Lika memang bersalah, tapi bukan seperti ini hukuman yang kuinginkan untuknya. Dan lagi, adakah manusia yang punya hak melakukannya."Ya Allah… jangan! Tolong jangan! Lepaskan dia!"Mendengar suaraku, Lika berhenti menjerit. Dia memandangku sambil berurai air mata sementara si malaikat maut sama sekali tak menoleh. Dengan sebelah tangannya, dia mengulurkan pisau kecil membuka ikatan di kakiku, memutar kursiku dan kembali membuka ikatan di tanganku. Semua itu dia lakukan tanpa melepaskan kakinya dari paha Lika."Pergi Winda. Dan jangan sekali kali lapor polisi. Biarkan aku jadi hakim untuk mereka dan biarkan aku sendiri yang menanggung dosanya."Aku berdiri
PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2. Sisa Rasa tertinggalBab 12Dadaku langsung berdebar hebat membaca pesan itu. Aku refleks berdiri, memandang berkeliling. Aku sangat yakin lelaki itu tadinya ada disini. Sang malaikat maut yang telah menyiksa Kak Laura. Kak Laura sekarang tenang karena dia memutuskan pergi. Barulah kusadari arti kalimat Kak Laura selama ini : Dia ada disini! Ya. Setiap kali aku menjenguknya, ada kalanya Kak Laura tiba-tiba seperti melihat sesuatu dan dia ketakutan. Jadi, apakah selama lebih setahun ini, sebenarnya orang itu ada disini?"Ada apa?"Mas Adit memegang lenganku, menyuruhku berhenti. Dia merasakan gerakanku yang gelisah sedari tadi. Aku memberikan ponsel itu padanya. Dia mengamatinya sejenak, mengeluarkan ponselnya sendiri dan entah melakukan apa, mungkin melacak atau mencari tahu identitas si pengirim, entahlah. Ponsel pintarnya sepertinya bisa melakukan apa saja.Mas Adit melangkah sambil merangkul bahuku."Itu artinya, Kak Laura aman disini. Meski un
PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2 SISA RASA TERTINGGALBab 11Sepasang matanya yang dihiasi bulu mata tebal, juga pewarna dengan aksen smoke, memandangku tajam. Kami bertatapan sekian menit lamanya sementara si lelaki ikut mengamatiku. Entah apa yang kulakukan, nekat atau ceroboh, terserah. Aku telah membantunya malam itu, jadi pantaskah dia membalasnya dengan cara menggoda suamiku?"Suamimu tidak pernah menyimpan rahasia dariku. Dan aku jamin, dia tak akan pernah menyakiti hatiku. Jadi berhentilah berbuat bodoh. Silahkan mencari lelaki lain yang mau kau rayu. Tapi bukan suamiku."Lika diam saja mendengar aku memakinya. Aku berbalik dan berjalan dengan cepat menuju taksi online yang masih menunggu. Tiba di rumah, dengan nafas terengah-engah, aku merebahkan diri, teringat pada janin dalam perutku. Aku memejamkan mata. Apakah yang kulakukan tadi salah?Masih kuingat wajahnya yang tanpa ekspresi tadi. Entahlah, aku bukan Emily yang pandai membaca raut wajah orang lain. Aku hanya tahu b
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA musim ke-2. SISA RASA TERTINGGALBab 10Aku belum pernah merasa marah dan cemburu sehebat ini. Bahkan dengan Bang Arga dulu, aku tak pernah merasa. Hubunganku dengannya terlalu mulus, tanpa sedikitpun gelombang. Bang Arga yang sangat mencintaiku, sama sekali tak pernah membuatku cemburu. Akibatnya, akulah yang sering membuat ulah hanya karena ingin menepis rasa bosan. Salah satunya, dekat dengan Mas Adit yang dulu jelas jelas hanya menggoda.Aku mengusap wajah. Kemarin, aku bahkan masih meragukan cintaku padanya. Tapi hari ini, membaca chat WA dari nomor tak dikenal, yang bahkan sama sekali belum dibaca oleh Mas Adit membuat dadaku berdebar hebat. Aku terbakar oleh amarah dan api cemburu.Tring!Pesan itu masuk lagi. Kali ini sebuah foto. Foto yang sangat vulgar. Dan aku semakin meradang mengetahui siapa yang mengirimkan foto itu.Lika!Dia berpose sensual, memakai baju dengan dua tali di pundak, tipis berenda-renda sehingga aku tahu dia tak memakai apa apa l