PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2.SISA RASA TERTINGGAL.Bab 13Lika masih menjerit histeris, aku bisa memperkirakan bertapa kuat tenaga lelaki itu, apalagi dengan sepatu model boot yang keras dan berat menekan paha Lika. Jantungku berdebar sangat kencang. Aku tak sanggup, seandainya harus melihat seseorang disiksa si depan mataku. Lika memang bersalah, tapi bukan seperti ini hukuman yang kuinginkan untuknya. Dan lagi, adakah manusia yang punya hak melakukannya."Ya Allah… jangan! Tolong jangan! Lepaskan dia!"Mendengar suaraku, Lika berhenti menjerit. Dia memandangku sambil berurai air mata sementara si malaikat maut sama sekali tak menoleh. Dengan sebelah tangannya, dia mengulurkan pisau kecil membuka ikatan di kakiku, memutar kursiku dan kembali membuka ikatan di tanganku. Semua itu dia lakukan tanpa melepaskan kakinya dari paha Lika."Pergi Winda. Dan jangan sekali kali lapor polisi. Biarkan aku jadi hakim untuk mereka dan biarkan aku sendiri yang menanggung dosanya."Aku berdiri
PACAR ABANGKU SAKIT JIWAMusim ke-2. Sisa Rasa TertinggalBab 14PoV ADITYAKeadaan rumah baik baik saja kecuali satu hal, kunci pintu depan yang dibuka paksa menggunakan sebuah alat. Itu artinya, Winda pergi kesana tidak dengan sukarela. Apa sebenarnya yang terjadi? Kenapa Winda bisa ada disana bersama si pembunuh? Dan suara Siapakah yang menjerit demikian pilu? Suara itu, seperti seseorang yang tengah merasakan sakit yang luar biasa.Aku memandang wajah istriku dengan gundah, sekaligus kesal karena aku tak tahu apa-apa, persis orang buta. Wajah itu masih pucat pasi saat kuletakkan di atas pembaringan. Tapi setidaknya dia tak menolak semua sentuhanku padanya. Sepanjang subuh hingga pagi itu, Winda tak juga mau melepaskan diri dari pelukanku. Belum pernah aku merasa se bingung ini. Aku tak tahu apa yang telah menimpanya, dan juga apa yang terjadi. Dan suara tembakan itu? Aku menghela nafas dalam-dalam. Aku percaya Mas Arfan akan melakukan yang terbaik, seperti dia selalu mempercayaiku
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA (ENDING)musim ke-2. SISA RASA TERTINGGALBab 15PoV WINDAEnam bulan kemudian"Kak, kenapa sih Mama nggak sayang sama aku? Seperti Mama sayang sama Kakak?""Kata siapa? Mama sayang kok sama kamu.""Tapi Mama dikit-dikit marah. Kalau sama Kakak nggak."Kak Laura tersenyum, mengusap rambutku dengan lembut."Mama cuma lagi nggak enak badan. Kamu tenang aja ya, kan ada Kakak." Ujar Kak Laura sambil tersenyum manis. Dia mengulurkan perahu dari kertas yang baru saja dibuatnya.Aku ikut tersenyum, meraih perahu kertas itu dan berlari ke dalam kolam ikan di belakang rumah. Berdua kami melarungkan perahu itu disana, membuat ombak kecil dengan kedua tangan hingga perahu itu sesekali terombang-ambing. Ah, masa kecil yang indah. Kenapa orang harus menjadi dewasa jika masa kecil sudah membuat bahagia? Padahal dengan menjadi dewasa, ada banyak masalah yang mulai menghampiri."Sayang…"Aku menoleh, segala kenangan tentang masa kecil itu segera lenyap dari benakku. Mas Adit
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 1"Hah? Pinjem bajuku lagi?"Aku melotot, menatap baju di tangan Abang yang hendak dimasukkannya ke dalam tas. Baju kesayanganku, oleh-oleh Papa dari Thailand. Sebuah dress oversize bergambar gajah, khas negeri gajah putih itu. Baju itu baru kupakai dua kali dan kini terancam berpindah tangan."Iya. Winda pengen baju ini. Kemarin dia lihat kamu pakai dan suka. Aku bawa dulu ya.""Nggak boleh!" Aku merampas baju itu sekuat tenaga. "Enak aja. Kenapa pinjam sih? Kenapa nggak beli sendiri?""Ini kan nggak dijual disini, Em. Dan nggak ada pula yang sama.""Kenapa emangnya harus sama?""Eh…" Abang tampak bingung. "Winda bilang…""Winda terus, Winda terus! Abang tahu nggak? Pacar Abang itu freak. Semua harus sama kayak aku, potongan rambut, make up, sepatu, tas, baju semua harus sama sama aku. Dia tu aneh. Mikir dong, Bang!""Emily!"Aku terkejut mendengar Abang membentakku."Jangan ngomong yang nggak nggak tentang Winda. Dia itu gadis baik-baik." Nada suaranya menu
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 2"Abaaaaanngg!"Aku berlari menuju ruang tengah, tempat semua orang berkumpul. Emosiku sudah naik ke ubun-ubun. Bisa-bisanya Bang Arga berbuat kriminal demi memenuhi kemauan cewek freak-nya itu. Dan Mama? Oh, tega sekali Mama membiarkan kejahatan terjadi di rumah ini.Di ruang tengah, demi mendengar teriakanku, rupanya Winda langsung mencari perlindungan. Dia bersembunyi di belakang badan Abang, sementara Mama tampak mengelus dada mendengar suaraku."Buka bajuku! Buka!"Suaraku naik lima oktaf. Aku menghampiri Abang, yang terang-terangan melindungi pacarnya itu. Sementara dari balik bahu Bang Arga, Winda meringis melihatku."Kesini kamu Mbak! Kembalikan bajuku!""Hei hei jangan gitu dong Em. Kasihan Winda nggak salah apa-apa.""Nggak salah apa-apa? Dia sudah mencuri bajuku!""Bukan Winda yang ngambil dari lemari, itu Abang.""Kalau begitu kalian berdua harus masuk penjara, kecuali bajuku kembali!"Aku benar-benar kalap. Sambil bicara aku memutari tubuh Bang A
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 3"Sudahlah, Ga. Masih banyak gadis lain. Nanti Mama kenalin sama anaknya Tante Ria, cantik deh. Kamu pasti suka.""Nggak Ma. Aku cuma mau Winda. Aku sudah terlanjur cinta sama dia."Huekk… rasanya aku mau mu-ntah. Namun ku teruskan menguping pembicaraan Mama dan Bang Arga. Lebih tepatnya, bujukan Mama pada Bang Arga."Kalau gitu, biarkan aja dulu jeda beberapa bulan atau berapa tahun ya Ga. Nggak usah ketemu dulu. Siapa tahu kalian akan lebih baik setelah ini."Berapa tahun? Hahaha… Aku rasa Mama memang nggak suka juga sama si Winda, hanya Mama nggak berani membantah anak kesayangannya itu secara langsung. Ah, seandainya aja masih ada Papa."Arga nggak sanggup Ma. Lagian Emily kenapa jadi pelit gitu sih?""Pelit apanya, Nak. Sudah berapa banyak coba barang dia yang kamu ambil untuk Winda. Baju, tas, sepatu. Adikmu juga punya batas kesabaran. Dan kali ini, emm, Winda memang agak keterlaluan."Suara Mama jelas ragu. Mama sangat takut membuat anak kesayangannya
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 4"Huaaaaa!!"Aku menjerit, refleks mengangkat kaki, hendak berlari menuju jalan raya. Tapi ya Tuhan, kakiku tak bisa digerakkan. Ada apa ini? Aku menoleh ke bawah, hendak melihat kakiku. Eh, kakiku bergerak dong. Cuma nggak bisa diajak melangkah aja. Tapi ini apa? Kenapa punggungku terasa berat sekali? Seperti ada yang menggandul di sana?"Pak Satpam tolooong! Mama tolonggg! Ya Allah tolong ya Allah! Emi belum kawin…"Plak!Bahuku dipukul, dan sebuah suara familiar terdengar di telinga."Nengok sini!"Aku memutar kepala. Sosok yang tadi membuatku histeris itu membuka jaket hoodie hitam yang menutupi kepala, dan juga membuka masker hitamnya. Di bawah sinar lampu remang-remang, wajah ganteng bukan kepalang Pak Arfan, si bos jutek terpampang nyata, melotot ke arahku."Emang kamu pikir saya setan?"Aku menggeleng."Bukan, Pak. Saya pikir Bapak pembunuh berantai."Dia menggelengkan kepala, lalu tanpa kata-kata melangkah menuju motorku, mencoba menghidupkannya. Me
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 5"Abang! Liat nih kelakuan pacarmu, masa dia minta dikenalin sama Bosku tadi."Kupikir Abang akan marah, nyatanya dia malah tertawa. Dan di mataku kini, bukan hanya Winda yang sakit jiwa, tapi Abangku juga."Ya nggak pa-pa. Emang kenapa? Winda kan sebentar lagi wisuda, dia mungkin mau cari lowongan kerja. Iya kan?"What?Aku dan Mama saling lirik mendengar kata-kata Abang yang penuh pembelaan. Sementara si biang masalah senyum-senyum, sok imut banget."Iya Bang, aku pengen kerja tempat Emily. Kayaknya enak banget deh, bosnya baik. Karyawan biasa aja dianter pulang. Padahal Emi kan nggak cantik-cantik banget ya."Dih!"Nggak cantik tapi tiap saat lo niru gue. Dasar edan!""Emi…" Mama menegurku, melotot mendengarku mengeluarkan kata-kata kasar. Aku kembali menatap Winda."Jangan coba-coba ngelamar kerja tempat gue. Disana nggak terima cewek freak. Lagian, emang yakin bakalan wisuda? Skripsi aja setahun nggak kelar-kelar."Winda setingkat denganku, satu kampus,