"Ah, jangan mengalihkan pembicaraan, Sena!" gertak Rayna.
"Aku tidak mengalihkan pembicaraanmu, Na. Tapi beneran aku melihat kakakmu," sahut Sena, membuat Rayna menoleh.
"Kakak, dengan siapa dia?" gumam Rayna.
"Mungkin kliennya," jawab Sena.
"Bisa jadi, jangan tampakkan wajah jelekmu, Sena. Kita pura-pura tidak tahu," bisik Rayna menarik tubuh temannya itu, agar tidak ketahuan oleh kakaknya.
"Seluruh dunia tahu, kalau aku adalah pria paling keren dan tampan di muka bumi ini. Hanya kamu seorang yang bilang aku jelek!" gertak Sena melotot tajam kearah Rayna.
"Nggak usah gitu amat, Sena. Biasa aja keles," ketus Rayan, sambil memasukkan kentang goreng ke mulutnya.
"Biasa. Kamu bilang aku harus biasa. Ingat ya, ucapanmu barusan merendahkan harga diri dan martabatku," bisik Sena dengan penuh percaya diri.
"Martabak aja, lebay banget," ketus Rayna.
"Martabat, Rayna! Bukan martabak! Kalau martabak mah, yang di gang lima itu enak," tegas Sena masih dengan berbisik.
"Pulang, beliin ya," jawab Rayna.
"Huh, giliran makanan aja, semangat," ketus Sena melengos malas.
Tidak lama, Risa bersama pria gagah dan tampan itu beranjak pergi dari kursinya. Mereka berdua terlihat sangat akrab dan serasi. Rayna yang melihatnya pun hanya tersenyum geli. Dia berpikir kalau itu adalah calon kakak iparnya nanti.
"Siapa sih, yang bareng kakakmu itu?" tanya Sena penasaran.
"Calon suaminya lah, ganteng, ya," sahut Rayna.
"Gantengan aku," ketus Sena.
Rayna hanya mengernyitkan keningnya penuh kesal. Sesekali Rayna melihat dalam wajah temannya itu, dalam hati Rayna, tidak memungkiri kalau Sena memang tampan. Tapi sayang, Sena bukanlah tipe Rayna yang Badas dan galak.
"Kamu nih, kelewat gila, ya," timpal Rayna lagi.
Sena hanya terkekeh melihat lucu wajah Rayna yang berubah merah padam menahan marah. Sesekali wanita cantik itu melengos kesal dari tatapan Sena.
"Urusan kita sudah selesai, kan. Apakah aku sudah boleh pergi?" tanya Rayna, membuat Sena tersedak.
"Bentar lagi napa. Kita sudah lama nggak jumpa," rengek Sena.
"Nggak usah banyak alasan. Aku masih ada banyak urusan," jawab Rayna dan beranjak pergi dari kursinya.
"Terus, ini semua, siapa yang bayarin?" tanya Sena serius.
"Ya ampun, Sena. Jangan bikin malu perusahaan, deh! Siapa yang ngajakin nongkrong di sini?"
"Aku," lirih Sena.
"Ya kamulah, yang bayarin!" tegas Rayna, mengundang puluhan pasang mata menatap ke arah mereka.
"Tuh, kan. Banyak yang lihatin kita. Gara-gara kamu, sih," bisik Sena.
"Yaudah, kita putus!" teriak Rayna yang pura-pura bertengkar dengan Sena sebagai kekasih.
"Loh, kok," jawab Sena kebingungan.
Sementara pengunjung lainnya terlihat prihatin dengan hubungan mereka. Tidak sedikit yang menyemangati Sena, karena aru saja di putusin okeh kekasihnya. Rasa empati mereka, membuat Sena risi dan panik.
"Apa mereka putus karena cowoknya matre, ya?" bisik salah seorang wanita dari meja sebelah.
"Bukan, tapi aku dengar tadi, si cowok minta di bayarin sama ceweknya. Makanya mereka putus," sambung temannya lagi.
"Suasana macam apa ini," gerutu Sena yang terlihat malu dan bingung. Pria tampan itu hanya menebar senyum kepada seluruh pengunjung kafe dan pergi menuju kasir.
Selesai melakukan pembayaran, Sena langsung menelpon Rayna. Dia ingin wanita cantik itu mempertanggung jawabkan atas perbuatannya barusan. Tapi sayang, Rayna memilih mematikan ponselnya. Dia masih ingin menenangkan diri.
****
"Cie ... yang habis kencan," ledek Rayna, saat melihat kakaknya baru saja pulang.
"Apaan sih, siapa juga yang kencan," ketus Risa.
"Nggak usah malu untuk mengakui. Barusan Rayna lihat dengan mata kepala sendiri kok, kalau Kak Risa sedang berduaan di sebuah kafe," ledek Rayna lagi.
"Kok kamu tahu, kalau aku tadi ke kafe?" tanya Risa.
"Jadi bener, kan. Kalau Kakak tadi kencan buta. Tenang, Kak. Aku sudah restuin kok. Dia sangat tampan," bisik Rayna kegirangan.
"Jadi, kamu tadi kencan dengan, Nak Praga?" tanya ibu yang tiba-tiba datang.
"Praga, siapa? Orang Risa ketemu klien. Itu tadi Pak Rifki. Dia datang untuk memesan beberapa model gaun, yang akan digunakan keluarganya nanti, saat acara resepsi pernikahannya." jelas Risa.
"Oh, jadi gitu ceritanya. Kirain jalan dengan, Nak Praga." sahut ibu.
"Kalian ini, ada-ada aja," ucap Risa, sambil nyelonong masuk.
Rayna hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal, sementara ibu terus menatap putri bungsunya itu yang terus cengengesan.
"Lain kali, cari sumber informasi yang akurat," bisik ibu dan pergi.
"Hah, kalau dia hanya klien. Terus, wajah calon Kakak iparku, seperti apa, dong," batin Rayna, sambil berjalan masuk menuju kamarnya.
Dilemparkan tubuh mungil itu ke atas tempat tidur kesayangannya. Rasanya hari ini begitu melelahkan bagi Rayna. Sesekali dia mengambil nafas panjang untuk mengimbangi rasa yang meluap di dalam dadanya.
"Hah, bosen banget," gumam Rayna, sambil menggeser kontak telepon di ponselnya.
"Aku sangat penasaran dengan calonnya, Kakak," batin Rayna, sambil terus membayangkan wajah calon kakak iparnya.
Setelah lama menyendiri, Rayna akhirnya berjalan keluar kamar. Dia mengintip tudung nasi yang ada di atas meja makan. Pelan-pelan dia mulai membuka dan siap menyantapnya. Kebetulan perutnya sudah keroncongan sejak tadi karena lapar.
"Hayo, mau makan sendiri!" gertak Risa yang melihat adiknya itu membuka penutup nasi.
"Kakak, ngagetin aja. Lapar nih, mau makan," ketus Rayna, membuat tergelak Risa.
Dengan wajah cemberutnya, Rayna mulai menyuapkan nasi ke mulutnya.
"Ya!" Tiba-tiba Risa menerima panggilan dari seseorang yang membuat wajah cantiknya bersinar riang.
"Kenapa, seneng banget?" tanya Rayna yang melihat kakaknya itu senyum-senyum sendirian.
"Kakak mau keluar sebentar. Ini yang dinamakan kencan buta," bisik Risa, membuat Rayna melongo.
"Dasar, abg tua!" teriak Rayna yang masih fokus dengan piringnya.
Risa langsung bersiap dan mempercantik diri, karena Gama mengajaknya bertemu di sebuah rumah makan yang cukup terkenal di pusat kota, sore ini.
"Aku berangkat dulu, ya. Tolong sampaikan pamitku pada, Ibu," ucap Risa yang langsung nyelonong pergi.
"Dasar abg tua," gerutu Rayna.
Setelah selesai makan, Rayna membawa piring kotornya ke dapur. Di sana terlihat ibu sedang membersihkan dapur dan sekitarnya. Sambil berdehem, Rayna mendekati ibunya.
"Ibu, Kak Risa barusan keluar lagi," ucap Rayna sambil menaruh piring kotornya.
"Kemana? Kok nggak pamit dengan, Ibu?" tanya ibu.
"Maklum, calon iparku telepon. Makanya dia kegirangan dan lupa sama, Ibu," jawab Rayna.
"Nak Praga menghubungi Risa?" tanya ibu lagi terlihat senang.
"Iya, Ibu juga. Biasa aja kali," ketus Rayna.
"Kamu jangan iri gitu. Berdoa aja, semoga kamu dapat suami yang baik dan ganteng seperti Nak Praga," sambung ibu.
"Siapa juga yang iri. Rayna hanya heran aja, ternyata cinta bisa merubah yang tua menjadi muda," lirih Rayna.
Ibu pun terkekeh mendengar celotehan dari putrinya itu. Wanita ramah itu pun menghampiri Rayna, lalu memeluknya.
"Doa Ibu, selalu untuk putri-putriku tercinta ini," lirih ibu sambil terus memeluk tubuh Rayna.
"Ibu, terimakasih selalu ada untuk kita," lirih Rayna. Yang di balas senyuman dan ciuman dari wanita paruh baya itu.
****
Risa melambai menyapa Gama yang baru saja sampai di depan restoran Anata. Wanita itu penuh antusias menyambut kedatangan calon suaminya.
"Hai, apa kabar?" sapa Risa dengan nada lembut.
"Hai juga. Kabarku baik. Bagaimana dengan kamu?" Gama balik bertanya.
"Baik."
"Kamu pesan saja dulu," ucap Gama menyodorkan buku menu kepada Risa.
"Oke ... kamu mau apa?" tanya Risa, sambil memilih-milih menu.
"Apa aja, yang penting jangan seafood," jawab Gama
"Oh, baiklah."
"Risa, sebelumnya aku mau minta maaf kalau ini terlihat lancang. Maksud pertemuan kita sore ini. Aku hanya ingin menyampaikan kalau aku tidak ...."
Siapa sangaka, Rayna juga tengah hamil anak dari Gama. Benar-benar bagai bom waktu yang siap meledak. Tangis Rayna benar-benar pecah pagi itu, dia tidak menyangka akan menjadi semakin runyam. Dia tidak ingin keluarganya tahu akan kehamilannya, sehingga dia berniat untuk menggugurkan kandungannya. Bagaimanapun juga, dia tidak mau rumah tangga kakaknya bersama mantan kekasihnya itu hancur hanya gara-gara kehamilannya. Di tengah kepedihan yang dialami Rayna, tiba-tiba ibu datang dan masuk ke dalam kamar putri bungsunya itu kemudian bertanya apa yang membuat putrinya itu nampak sedih. Rayna terdiam, tak tahu harus menjawab apa. Di satu sisi, Rayna ingin sekali bercerita semuanya kepada ibu, namun dia juga takut akan kehancuran yang mungkin akan terjadi jika kebenaran ini terungkap. Bagaimana mungkin dia menceritakan bahwa dirinya hamil anak dari suami kakaknya sendiri? "Kenapa, nak? Ada masalah apa?" tanya ibu, suaranya penuh kekhawatiran. Hati Rayna semakin teriris mendengar kepedulian
Ayah dan ibu bahagia mendengar Risa akhirnya mengandung cucu mereka. Dengan senang, ibu langsung menghampiri Risa dan memeluknya hangat. "Kamu pengen makan apa, Risa? Ibu akan siapkan semua keinginanmu, Nak. Jaga kesehatan kamu. Ingat, jangan cepek-cepek. Ibu nggak mau terjadi sesuatu pada kamu dan calon cucuku," ucap ibu sambil mengusap lembut perut Risa yang masih rata. "Rayna? Kenapa kamu diam saja di sana? Lihat, kamu mau punya ponakan nih," ucap ibu yang mengagetkan lamunan Rayna. Segera wanita cantik itu datang menghampiri kakaknya dan memeluknya ringan. "Selamat ya, Kak." lirih Rayna yang ditanggapi bahagia oleh Risa. "Bentar lagi, ada teman bertengkar kamu," imbuh Risa yang membuat semua terkekeh. "Rayna capek. Mau istirahat," ucapan dari Rayna yang tiba-tiba itu, membuat semua tercengang bingung. "Ada apa dengan tuh, anak?" gumam Risa yang ditanggapi gelengan kepala oleh ibu dan lainnya. "Palingan lagi badmood dengan Sena," sahut Risa yang membuat lainnya mengerutkan keni
Diam-diam, Risa mulai menyusun strategi. Walau hatinya mengatakan tidak mungkin, tapi entah kenapa firasatnya jauh lebih kuat. Melihat suaminya berada di kamar mandi, wanita cantik itu pun berjalan menghampiri ponsel milik Gama yang kebetulan tergeletak di atas tempat tidurnya. Dengan hati-hati, Risa mulai meraih benda pipih itu dan mengeceknya. "Hah, tumben dikunci? Biasanya tidak?" gumam Risa semakin cemas. Tidak lama, keluarlah Gama dari kamar mandi, buru-buru Risa mengembalikan ponsel milik suaminya itu ke tempat semula. "Hari ini kamu mau makan apa, Mas?" tanya Risa mencoba bersikap biasa seperti hari-hari sebelumnya. "Bagaimana kalau kita makan di luar. Setelah menikah, kita belum pernah makan di luar bedua," jawab Gama sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. "Ayuk," jawab Risa penuh bahagia. Segera wanita cantik itu berdandan secantik mungkin untuk pergi makan di luar bersama sang suami. Rasa khawatir dan cemas yang barusan hinggap di pikirannya, seketika lenyap begitu
"Mendingan Kakak pulang aja dulu. Soalnya, Rayna mau ada penting." ucap Rayna yang membuat Risa semakin bingung. Sesekali dia menengok ke arah apartemen yang ada di belakang Rayna. "Baiklah, aku pulang aja kalau gitu. Kirain mas Gama ada di sini. Ternyata kamu dan mantanmu yang tinggal," ucap Risa sedikit aneh. Setelah Risa pergi mengendarai mobilnya, Rayna akhirnya bisa bernafas lega. "Untung saja," gumamnya. Sejenak, Rayna mulai berpikir. "Apakah yang kulakukan ini sudah benar. Oh ... kelihatannya, aku harus segera mengakhiri semua hubungan ini. Aku nggak mau melukai hati kak Risa dan keluarga. Aku tidak mau membuat kecewa orang-orang yang aku sayangi. Mendingan sekarang aku bicara dengan Gama, dan meminta mengakhiri hubungan terlarang ini," gumamnya dalam hati. Terdengar suara Gama tengah memanggil nama Rayna yang saat ini masih berada di luar apartemen. Dengan langkah pasti, Rayna menghampiri mantan kekasihnya itu. "Ngapain kamu di luar?" tanya Gama yang merasa kesal, karena Ra
Gama melihat keadaan di dalam apartemen begitu sunyi, membuat pria tampan itu panik dan khawatir akan keadaan Rayana. Di tengah kepanikannya itu, keluarlah Rayna dari dalam kamar mandi. "Kamu bikin jantungan orang aja! Kenapa tidak menyahut panggilanku?" tanya Gama masih terlihat kacau. Seketika Rayna terkekeh geli melihat wajah panik kekasihnya itu. "Bukannya kamu sudah senang-senang dengan Kak Risa? Terus ngapain kamu masih sok cemas begitu?" tanya Rayna dengan tatapan sinis. "Apa maksud mu, Ray?" tanya Gama terlihat lesu. "Semalam aku menghubungimu berulang kali. Tapi kamu tidak menanggapinya sama sekali? Kemana? Ngapain aja? Atau sudah mulai cinta dengan kak Risa?" tanya Rayna yang membuat Gama semakin bingung untuk menjawab. "Jangan begitu, Ray. Aku dan Risa sudah suami istri. Jadi wajar kalau __""Kalau apa?" tanya Rayna memotong pembicaraan Gama. Gama tidak bisa menjawab. Dia hanya terdiam tanpa kata karena kesalahannya sendiri. Dia bingung dengan perasaannya sendiri. Di
Risa pun mengambil dompet yang saat ini ada foto seseorang. "Maaf, aku tidak tau kalau dompetnya terjatuh," ucap Gama yang langsung mengambil dompet tersebut dari tangan istrinya. Risa hanya bisa tersenyum kecut dan mengangguk. Dalam hatinya begitu penasaran dengan foto yang barusan di lihatnya. Di tengah kebingungannya, Risa terkejut saat suaminya memanggil. Gama mencari baju tidur yang biasa dia pakai. "Ya ampun, Mas. Aku lupa belum mencucinya. Kamu bisa pakai yang lain dulu. Memangnya, kenapa sih dengan baju itu? Perasaan, kamu dan Rayna memiliki kesukaan yang sama," sahut Risa sambil mencarikan pakaian tidur untuk suaminya. "Sama? Sama bagaimana maksudnya?" tanya Gama sedikit terkejut. "Iya, dia sangat suka karakter lucu seperti kamu. Lihat tuh, pakaian tidur aja kalian sama," jawab Risa sambil terkekeh. "Oh," sahut Gama sedikit canggung. Setelah Gama mengenakan baju tidur, Risa kembali merapat ke pelukan Gama yang gagah. Saat itu, Gama sedang bersiap untuk tidur setelah s