Share

Lamaran Gama

"Aku kenapa?" tanya Risa yang tidak mau lagi berbasa-basi.

"Aku tidak mau menunda lagi pernikahan kita. Maukah kamu menikah denganku?" tanya Gama terlihat mantap mengungkapkannya. Sontak pernyataan dari mulut pria tampan itu, membuat Risa langsung tersipu malu. 

"Apakah kamu terkejut dengan pernyataanku ini?" tanya Gama lagi.

Risa menatap wajah tampan Gama. Dia masih belum percaya, kalau pria tampan yang ada di hadapannya ini sedang melamarnya.

"Hmm ... gimana ya? Apakah hatimu sudah matang?" tanya Risa dengan wajah serius.

"Ayah dan Ibu, memintaku untuk segera melamarmu, sebelum terlambat," sahut Gama.

"Ayah dan Ibu? Jadi kamu melamarku karena perintah kedua orang tuamu!" gertak Risa sambil tersenyum sinis.

"Maaf, Ris. Tapi ... jodohku ada di tangan mereka berdua. Siapapun pilihan mereka, berarti dialah jodohku," sahut Gama, membuat Risa tergelak.

"Hah, jadi kesannya kamu itu menikahiku karena terpaksa, ya," sambung Risa, membuat Gama terdiam dan menatap wanita yang ada di hadapannya itu.

Gama menggeleng dan tersenyum. Dia masih terus memantapkan hatinya pada Risa. Setelah lama terdiam, pria itu kembali menatap Risa dan menggenggam kedua tangannya.

"Risa aku sudah mantap untuk menikahimu. Tidak ada yang bisa menggoyahkan niatku lagi," ucap Gama lebih meyakinkan Risa.

"Serius?"

"Lebih dari serius. Aku ikhlas menjalaninya," jawab Gama lagi.

"Maksudnya ikhlas?" tanya Risa bingung.

"Maksudnya, aku ingin menjalani semuanya dengan rasa ikhlas bersamamu," sahut Gama dengan senyum manis di bibirnya.

Risa kembali tergelak dan menggeleng. Risa tidak percaya kalau Gama bisa humoris juga.

"Baiklah, ayo kita makan dulu," ucap Risa, saat makanan pesanannya sudah datang.

Mereka mulai menikmati makanannya dan bercengkrama, seakan keduanya sudah begitu mantap untuk melanjutkan hubungannya ke pelaminan.

"Kapan kamu mau melamarku secara resmi?" tanya Risa, membuat Gama terdiam dan menghentikan makannya.

"Jadi kamu menerima lamaran abal-abal ku ini?" tanya Gama dengan senyum lebar bahagia.

Risa hanya mengangguk dan tersenyum. Membuat keduanya saling berdebat dan malu. Walau sebutir rasa cinta Gama pada Rayna masih membekas dan sulit untuk di hapus. Gama tetap berusaha melupakan.

"Maaf, kayaknya aku harus pergi. Karena ada jadwal mengajar nanti jam satu," pamit Gama kepada Risa.

"Oh, begitu, ya. Baiklah. Aku juga mau segera ke butik, banyak pesanan yang belum di pack," jawab Risa.

Keduanya keluar restoran dan pergi ke tempat tujuannya masing-masing.

Risa pulang dengan senyum terus menyungging di bibirnya. Hatinya begitu bahagia, akhirnya jodoh yang ditunggu-tunggu selama ini datang juga. Sebelum pulang, Risa menyempatkan diri untuk pergi ke butiknya. Di sana sudah ada Yeni anak buahnya yang selalu setia menjaga dan melayani di toko butiknya.

"Yen, bagaimana hari ini?"

"Eh, Mbak Risa. Alhamdulillah nanti jam dua akan ada klien datang, untuk memesan beberapa motif desain yang nomor satu itu, Mbak."

"Oh, begitu ya. Kamu bisa nggak menemui mereka sendirian. Soalnya, aku ada urusan mendadak," ucap Risa.

"Bisa, Mbak. Nanti akan saya arahkan," jawab Yeni dengan senyum manis di bibirnya.

Risa pun segera kembali pulang untuk memberitahukan kabar gembira itu.

"Ibu! Ibu!"

"Risa! Kenapa kamu teriak-teriak nggak jelas gitu. Ada apa?" tanya Ibu yang terlihat kesal karena teriakan dari putri sulungnya.

"Ibu, Pragama ingin melamarku," ucap Risa.

"Apakah Ibu bermimpi?" 

"Tidak, Ibu tidak bermimpi. Ini nyata, kalau besok malam Pragama akan datang menemui keluarga kita untuk melamar Risa secara resmi," jelas Risa.

Ibu langsung memeluk hangat tubuh putrinya itu karena bahagia.

"Ih, kalian. Jam berapa ini, main peluk-peluk," ketus Rayna yang baru saja sampai dari luar bersama Sena.

"Rayna. Besok malam kakakmu akan dilamar oleh, Nak Praga." 

"Wah, sebentar lagi aku punya kakak ipar, dong," sahut Rayna sambil berjalan mendekati Risa dan memeluknya.

"Selamat ya, Kak. Semoga dia orang yang baik dan bisa membawa Kak Risa ke jalan yang lebih baik lagi. Rayna sangat bahagia, Kak," lirih Rayna berbisik dan memeluk erat kakaknya.

Waktu begitu cepat berlalu, malam yang ditunggu-tunggu pun tiba. Ayah, Ibu, Risa dan juga Rayna telah siap menyambut kedatangan keluarga calon besan. Jantung Risa berdebar begitu kencang. Membuat keringat dingin di tangannya terus keluar.

"Kamu kenapa, Kak. Gugup atau apa?" tanya Rayna yang melihat gelisah wajah kakaknya.

"Oh, tidak," jawab Risa sambil tertunduk.

Setelah lebih dari satu jam menunggu. Terdengar suara mobil berhenti di halaman rumahnya. Rayna yang penasaran pun segera menarik tangan kakaknya untuk menyambut calon kakak iparnya.

Kedua orang tua Gama dan Gama pun mulai turun dari mobil. Mereka membawa beberapa bingkisan mahal di tangan masing-masing. Wajah Risa dan Rayna terus tersenyum menyambut kedatangan mereka. Tiba-tiba, Rayna berubah aneh, saat melihat seorang pria yang tidak asing lagi baginya. Dengan perlahan, Rayna melepaskan pelukannya dari Risa. Risa yang melihat pun merasa aneh pada perubahan aneh adiknya.

"Kamu kenapa, Ray?" bisik Risa.

"Siapa dia, Kak?" tanya Rayna pada Risa masih dengan bisikan.

"Pragama, calon kakak iparmu," jawab Risa dengan senyum manis di bibirnya.

Risa seketika lemas tak berdaya. Ternyata calon kakak ipar yang dinantikannya selama ini adalah Gama, pacarnya sendiri.

"Selamat malam Pak Wira sekeluarga." sapa orang tua dari Gama.

"Selamat malam, Pak. Ayo masuk-masuk." sahut Wira dengan senang hati, mengajak keluarga Gama untuk segera masuk.

Rayna masih tertunduk di tepi pintu, menahan segala rasa di dalam hatinya. Gama pun melewatinya, seakan dirinya tidak saling kenal. Mereka begitu asing. Begitu juga, orang tua Gama yang bertindak santai saat melihat ada Rayna di sana. 

"Siapa dia?" tanya ayah dari Gama kepada Wira, saat melihat Rayna yang masih berdiri di samping pintu.

"Rayna, sini," panggil Wira kepada putri bungsunya itu.

Rayna pun akhirnya berjalan malas menuju ruang tamu.

"Perkenalkan, dia putri bungsu kami. Adik dari Risa," jawab Wira dengan wajah bangganya.

Sontak jawaban dari Wira tersebut, membuat keluarga Gama tersentak kaget. Begitu juga Gama yang tidak bisa berkata-kata lagi. Dia terlihat sangat gugup dan gelisah.

"Selamat malam, perkenalkan nama saya, Rayna. Adik dari Kak Risa dan putri bungsu dari Pak Wira. Senang bertemu dengan kalian malam ini." 

Gama dan keluarganya terlihat gugup dan bingung.

"Ayo di cicipi hidangannya, Nak Gama," ucap Ibu kepada calon menantunya.

"I_iya, Tante," sahut Gama terlihat takut dan gugup.

"Kalau begitu, saya mau pamit dulu. Tiba-tiba saya ada urusan lain. Selamat kepada Kak Risa dan Kak Gama!" tegas Rayna membuat suasana menjadi canggung.

"Ray, nggak sopan, Nak. Sebentar lagi aja perginya," bisik ibu.

"Maaf, Bu. Tapi Rayna ada urusan penting nih. Masalah masa depan," lirih Rayna sambil melirik tajam ke arah Gama yang saat ini juga menatapnya.

"Baiklah," sahut ibu dan Rayna pun pergi dari ruang tamu mengerikan itu.

"Ayo di cicipi, Jeng," ucap Ibu mencoba mencairkan suasana.

"Iya, terimakasih," jawab ibu dari Gama dan suaminya.

Risa yang tidak tahu apa-apa, hanya tersenyum penuh bahagia, akhirnya dia mendapatkan calon suami idaman.

"Akhhh!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status