Di dunia yang berbeda, keluarga Kerajaan Wandara bersiap untuk makan malam, ketiga ratu dan ketiga pangeran lainnya sudah menunggu Raja Garsan di meja makan.
Ratu Flora istri pertamanya, memiliki dua putra yang bernama Folan dan Jeval, sedangkan istri kedua Ratu Indara memiliki seorang putra bernama Rexa. Ketiga istrinya hidup rukun, namun dua di antara pangeran mereka tak sejalan dengan Arlesa, setiap pendapat Folan dan Jeval mereka selalu berujung bentrok dengan Arlesa, rasa cemburu pada Arlesa membawa mereka menyimpan kedengkian pada adik bungsunya tersebut.
Terlebih lagi saat Raja Garsan berniat menjadikan Arlesa sebagai Raja berikutnya setelah dia turun tahta, buat Folan dan Jeval murka, mereka makin memusuhi Arlesa.
Raja Garsan telah memasuki ruangan makan keluarga, dia duduk di kursi kepemimpinannya sebagai kepala keluarga. Dia melirik ke kursi Arlesa yang tak berpenghuni.
"Kenapa Arlesa sudah jarang makan bersama kita?" tanyanya pada Istri dan anaknya.
Ketiga Ratu itu tergugu, mereka juga tidak tahu harus menjawab apa, sebab kepergian Arlesa dari istana Wandara tak pamit atau menyimpan pesan khusus. Folan lagi-lagi memanfaatkan kesempatan untuk mengadu domba.
"Anak itu belum dewasa sepenuhnya, dia ingin bermain-main saja tak ingin punya tanggung jawab." Ketus Folan.
Ratu Risani hanya menunduk, anaknya selalu saja jadi korban ketusan Folan.
"Risani, kemana Arlesa? " tanya Raja Garsan pada Ratu Risani.
Dengan terbata-bata, ibu Arlesa itu menjawab.
"Dia pamit untuk berkeliling, Raja, dia ingin mengembara dia alam bebas, menghilangkan kepenatan."
"Iya, Ayah. Arlesa juga bilang begitu padaku." Sahut Rexa anak dari Ratu Indara, dia kakak yang sangat akrab dengan Arlesa, menyayangi adiknya setulus hati.
"Mengembara kemana?" tanya Folan sinis.
"Apa perlu dia beritahu kamu, sedangkan kamu tidak peduli dengannya," imbuh Rexa pada kakak tertuanya itu.
Tak ingin ada yang berargumentasi di hadapannya, Raja Garsan sebagai ayah melerai mereka.
"Sudah, sudah, kita makan sekarang, Arlesa sudah dewasa pasti bisa menjaga diri." Raja Garsan bijak menanggapi.
Folan makan sembari menelan kekesalannya, dia ingin mencari tahu dimana Arlesa berada, dan mengapa dia tiba-tiba menghilang dari istana tanpa sepengetahuan ibu kandungnya sendiri. Tentu ada yang aneh, Arlesa anak yang selalu berdiam diri di istana, hari-harinya hanya di habiskan belajar tentang kerajaan, mengolah pikiran, teknik berperang, dan lainnya yang menyangkut dengan kerjaaan.
Usai makan malam, Ratu Risani kembali ke kamarnya, malam ini dia semakin gusar memikirkan keberadaan anaknya, Arlesa tidak memberitahukan keberadaannya, hanya pesan singkat yang di balas olehnya mengatakan 'Arlesa baik-baik saja, Bu. Jangan khawatir' .
Ratu Risani menghela nafas.
Apa yang sebenarnya yang di lakukan anak semata wayangnya itu di luar sana? Mungkinkah ada suatu tujuan yang tak di ketahui olehnya? Atau Arlesa mempunyai masalah yang sulit di selesaikan? sederet pertanyaan dalam batinnya.
Alarm kamarnya berbunyi, pertanda ada yang ingin meminta masuk ke dalam kamarnya, di pencetnya tombol membuka pintu, di baliknya ada Ratu Indara dan Rexa, mereka berdua masuk ke ruangan Ibu Arlesa itu.
"Kemana Arlesa, Risani?" tanya Ratu Indara yang juga ikut cemas.
"Aku juga tidak tahu, Kak."
"Apa Bunda Risani sudah mengarahkan pengawal untuk mencari Arlesa?" tanya Rexa.
"Sudah, Nak. Tapi mereka tidak menemukannya, mereka mencarinya di seluruh Wandara, tapi tak ada jejak tanda-tanda Arlesa," sahut Ratu Risani.
Rexa menelaah semua yang di katakan Ibu sambungnya, pria bertubuh kekar itu meyakini bahwa adik bungsunya sedang tidak berada di wandara, melainkan di tempat lain, tepatnya di dunia seberang.
"Arlesa pasti ke dunia seberang," ujar Rexa penuh keyakinan.
Ratu Risani dan Ratu Indara tercengang, mereka pun mulai menilik semuanya bahwa bisa saja itu benar.
"Mungkin Arlesa ingin menemui keluargamu, Risani." Ratu Indara menambahkan.
"Tapi, aku belum pernah memberitahu tentang keberadaan keluargaku pada Arlesa, dia akan sulit menemukannya, oh, anak Arlesa, kenapa senekat itu."
"Biarkan saya yang mencari Arlesa di sekitara Wandara lagi, semoga kekhawatiran kita dia berpindah dimensi itu tidak benar, Bunda Risani tidak usah cemas." Rexa meleburkan kecemasan Ratu Risani.
"Hm, Folan pasti merencanakan sesuatu bila dia tahu Arlesa belum kembali ke istana," imbuh Ratu Indara yang memang tidak menyukai karakter salahsatu anak sambungnya itu, dengki kadang kala buat Folan bertingkah buruk hingga menjatuhkan saudaranya sendiri.
**************
Maysa pulang ke rumah sejenak, dia membawakan ibunya dan Yoga makanan yang di belinya di salahsatu warung makan seafood, tip yang di berikan pemuda tampan itu ingin ia manfaatkan untuk menghadiahkan ibu dan adiknya makanan yang enak.
Maysa melihat, sore itu rumahnya sudah sepi, biasanya ibunya ada di depan tv menonton serial india.
'Kemana Ibu?' gumamnya.
Dia beranjak ke kamar ibunya, dengan perlahan ia memutar knop pintu, di dalan kamar sederhana itu, Maysa melihat ibunya sedang menangisi sebuah foto yang dia yakini itu foto Ayahnya.
Rasa kesal gadis itu kembali menyeruak, dia paling tidak suka bila ibunya menangisi Ayahnya.
"Ibu, lagi-lagi seperti itu," tukasnya yang menampakkan diri di balik pintu.
Ibu Rohma langsung mengusap lelehan air di pipinya.
"Kamu sudah pulang, Nak?"
"Ibu, mau sampai kapan menangisi Ayah? tidak ada gunanya."
Wajah Ibu Rohma menyendu, anak gadisnya itu memang menyimpan rasa sakit hati pada Ayahnya, Maysa selalu berpikir, bahwa Ayahnya bukan seorang pria yang bertanggug jawab.
"Jangan seperti itu, Nak. Ayah kamu itu orang baik, biarkan dia tenang di alam sana."
Maysa mengeleng tanda tak menyetujui hal itu.
"Maysa tidak percaya kalau ayah sudah meninggal, jika dia sudah meninggal, mana kuburannya?" Maysa masih kukuh dalam presepsinya tentang kematian ayahnya yang penuh misteri.
Sejak adik bungsunya di kandung, Yoga, Ayahnya menghilang bagai di telan bumi, meninggalkan mereka yang membutuhkannya sebagai sosok suami dan Ayah, sehingga Ibu Rohma membuat pernyataan pada anak-anaknya bahwa ayah mereka sudah meninggal dunia, cara itu agar ketiga anaknya tidak membeci Ayahnya.
Maysa duduk di samping ibunya.
"Sudahlah, Bu. Jangan ingat Ayah lagi, tugas ibu sekarang hanya bahagia, biar Maysa yang bekerja keras untuk kalian."
Ibunya hanya mengangguk, tak ada yang bisa di ucapkan untuk membela suaminya itu, semua yang di katakan Maysa benar, tapi karna rasa cinta yang begitu besar pada suaminya hingga mengenyampingkan rasa sakit hatinya karna di tinggal pergi.
"Maysa membawakan ini, tadaa .." Maysa menunjukkan bungkusan plastik yang terisi berbagai makanan enak.
"Kamu beli apa lagi, lebih baik uangnya untuk keperluan kamu saja," tukas Ibu Rohma.
"Ck, Maysa kerja untuk ibu dan adik-adik, apa gunanya uang bila tidak di nikmati oleh perut, ibu makan, Maysa akan kembali lagi ke cafe."
Ada pesan menyelinap di ponsel Maysa, wajahnya sumringah, itu pesan dari pacarnya yang berprofesi sebagai pelaut.
"Kau masih berhubungan dengan Fandi? " tanya ibunya.
"iya, Bu." Sahut Maysa yang hanya berfokus pada ponselnya.
"Kamu yakin dengan dia? "
Maysa menghela nafas, dia menatap ibunya.
"Kalau tidak yakin, Maysa tidak mungkin menjalin hubungan selama dua tahun, Bu."
Gus Alam masih menunggu Arlesa di ruang tamu, Arlesa masih di dalam kamar mengganti pakaiannya, terlihat di laci meja boneka beruang coklat yang usang duduk lesuh, Arlesa tersenyum kecil pada boneka Maysa itu."Aku sudah menemukan, Tuanmu." Ucap Arlesa pada boneka itu.Dia membayangkan senyuman manis Maysa saat di Cafe, Ah, betapa manisnya gadis itu. Wajahnya penuh keluguan, ada ketulusan, hangat, dan ceria. Tak sia-sia dia menjaga hati untuk putri kecil itu, kata orang, cinta memang kadang buat orang bodoh, Arlesa menunggu waktu selama 15 tahun hanya bertemu dengan gadis dari dunia seberang.Padahal, di dunianya bertebaran gadis cantik yang sangat memujanya. Namun hanya Maysa yang menjebaknya dalam kenangan. Akankah Maysa mengingat Arlesa bila memperkenalkan diri lagi? Arlesa harap demikian.Setelah berganti pakaian dengan kaos oblong putih, Arlesa turun ke lantai bawah, di ruang tamu masih ada Gus Alam yang masih mengamati setiap interior rumah sewaan i
Maysa masih menilik setiap kalimat Arlesa. Pria tampan itu sangat santun bicara, lembut, juga meneduhkan. 'Pasti dia berasal dari keluarga ningrat, tutur bahasanya lembut sekali.' Imbuh Maysa dalam hati. "Arlesa, kamu berasal dari kota mana?" tanya Maysa mencoba akrab. Arlesa tergugu. Jawaban itu belum ia persiapkan. Dia sama sekali tak tahu nama Kota di dunia manusia. "Dari Kota Bandung." Ujar Gus Alam yang tiba-tiba nimbrung di antara mereka. Arlesa yang tadi tegang, kini bernafas lega. Tak rugi dia berteman dengan Gus Alam, pria paruh baya itu bisa menolongnya dari hal-hal yang tak dia ketahui di dunia manusia. "Bandung? wah, jauh, ya." Ujar Maysa. Arlesa megangguk, dia terjebak dalam kebohongan kecil lagi. Seharusnya dia memberitahu Maysa bahwa dirinya adalah Pangeran Arlesa dari kerajaan Wandara. Arlesa memberikan t
Malam itu, Ratu Risani di rundung kesedihan. Arlesa tidak pernah lagi memberi kabar letak keberadaannya. Seluruh pengawal istana, Rexa kerahkan secara diam-diam, tetapi jejak Arlesa sama sekali tak di temukan. Sehingga Rexa menyimpulkan bahwa adiknya itu berada di dunia seberang."Bunda Risani, saya yakin, Arlesa berada di dunia manusia." Ujar Rexa pada ibu tirinya.Ratu Risani perlahan duduk di kursi. Dia tak menyangka Arlesa nekat ke dunia manusia. Bagaimana bila ada manusia yang jahil ingin mengujinya? naluri seorang ibu begitu khawatir."Bunda juga bingung, Nak. Karena Arlesa tidak pernah memberitahu itu." Sahut Ratu Risani.Rexa berjongkok ke ibu tirinya."Biarkan saya menyeberang juga, Bunda. Saya akan mencari Arlesa." Pinta Rexa agar di beri izin."Tapi, Nak. Dunia manusia itu banyak yang jahat." Imbuh Ratu Risani mengingatkan."Saya punya kekuatan melebihi mereka, Bunda." Sahut Rexa meyakinkan."Iya, Tapi kamu hati-hati.
Pelanggan Cafe Zona semua sudah pulang, Bahan di kulkas juga sudah habis. Gala tak sanggup lagi bila dia harus mengantar Maysa ke pasar. Mendengar keluhan Gala, Arlesa menawarkan diri . Dia beranjak ke bartender."Aku bisa antar kamu." Kata Arlesa.Maysa termangu. "Yakin, tidak merepotkan?" tanyanya.Arlesa menganggukkan kepala, "iya.""Baiklah, kita ke pasar sekarang."Mereka berdua menuju ke mobil yang baru saja di beli oleh Gus Alam." Ah, Arlesa bisa saja mengambil kesempatan." Ketus Gus Alam.Sebelum mengemudi, Arlesa mengaktifkan GPSnya. Jalur kota itu belum sepenuhnya ia ketahui. Maysa tersenyum kecil melihat itu."Tenang saja, itu tugasku yang arahkan kamu." Tukas Maysa.Sepulang dari pasar buah, mereka kembali menuju lagi ke Cafe. Arlesa melajukan mobilnya pelan. Dia ingin lebih banyak waktu bersama Maysa. Ada yang ingin ia katakan."Maysa, apa kamu percaya dengan kehidupan metafisik?"
Maysa mengambil bonekanya. Dia tersenyum mengingat moment ketika ayahnya memberikan boneka itu saat berulang tahun yang ke- 9."Ayah .." Lirih Maysa berkaca-kaca."Maysa, kamu mengingatnya?" tanya Arlesa.Maysa mengangguk, "Ini boneka dari ayahku, terakhir kali aku menghilangkannya di hutan.""Aku harap kamu juga mengingatku," ucap Arlesa.Maysa menenggelamkan wajah Arlesa di kedua bola matanya."Aku belum bisa mengingatmu. Tapi aku percaya itu." Sahut Maysa dengan mata berbinar.Arlesa memeluknya kembali. Mengusap kepala Maysa dengan lembut."Aku hampir gila selama lima belas tahun."Maysa belum membalas pelukannya. Tapi ketulusan Arlesa menyentuh kalbunya."Kenapa kamu bisa begitu? aku hanya manusia biasa.""Kamu satu-satunya yang buat aku selalu berpikir tentang cinta." Sahut Arlesa
Malam pun tiba, Arlesa dan Gus Alam duduk di ruang tamu. Sedari tadi, Arlesa hanya berdiam diri. Tak ada sepatah kata pun terucap oleh bibirnya. Gus Alam sedih melihat temannya itu."Arlesa, jangan menyerah. Ada prinsip di dunia kami berkata, sebelum janur kuning melengkung, kita masih bisa punya kesempatan merebutnya." "Itu hal yang tidak baik, Pak Gus. Sama saja merebut dari seseorang yang akan berhak padanya." Timpal Arlesa yang memakai ajaran budi pekerti guru istana kerajaan. Gus Alam tergugu. Dia lupa dengan siapa ia bicara, bukan manusia biasa, melainkan penghuni Wandara yang memiliki hirarki tinggi. "Lalu? kau mau bagaimana? menyerah begitu saja setelah lima belas tahun mencintainya?" Gus Alam protes. Arlesa menghela nafas. Dia juga tak punya jawaban. Tok ! Tok ! Ada yang mengetuk pintu dari luar. Gus Alam beranjak membukanya. Saat memutar knop pintu, di baliknya ada kelima pria kekar. Betapa terkejut
Di dunia berbeda, Maysa juga merenung. Saat ini dia tidak bisa lagi memilih hati Fandi, dia tak akan memberi hidupnya pada pria arogan seperti Fandi. Maysa hanya memikirkan tentang Arlesa yang sudah kecewa tanpa belum mendengarkan jawabannya.Gala juga sudah tak menyetujui bila kakaknya melanjutkan hubungan dengan Fandi. Remaja itu tak bisa membayangkan hari-hari kakaknya berumah tangga dengan pria itu."Kak Maysa, sudah pulanglah. Biar aku saja yang jaga malam ini." Ujar Gala."Tidak usah, kita tutup saja. Lagi pula kita sudah banyak omset." Maysa melepas celmeknya.Gala ingin menanyakan sesuatu. Ini yang sedari tadi mengusik jiwa penasarannya."Kak Maysa memang ada hubungan dengan Arlesa?" tanya Gala pelan."Belum ..." Sahut Maysa lemas."Belum?! Berarti akan?""Entahlah," Maysa tak mampu menerawang itu.Gala tersenyum. Dia menilai Arlesa pribadi yang baik dan sopan. Jiwa dan cara bicaranya lembut bersikap. Jika
Setiba di jalan trans Sulawesi, Gus Alam menghentikan mobilnya, sebelah kiri mereka ada hamparan kebun kopi. Di sebelah jalan itulah, ada anak tangga yang menuju gerbang dimensi Wandara."Benar, disini tempat terakhir aku bermain dulu. Aku ingat, sungai kecil ini, dan tangga ini." Gumam Maysa."Kamu ingat sebagian, tetapi kenapa ingatan kamu di hapus oleh Panglima itu? padahal ada banyak manusia yang keluar masuk dari sini. Tapi ingatan mereka tidak di hapus. Aneh.." Gus Alam berusaha menyelidik.Gala memutuskan hanya menunggu di mobil saja. Dia takut bila sudah berhubungan dengan alam gaib.Gus Alam menuntun Maysa menaiki anak tangga itu, semakin naik melewati aliran sungai kecil."Tunggu disini, Maysa. Saya akan menciba membuka pintu dimensi wandara." Kata Gus Alam.Dia melangkah ke depan. Menangkupka kedua tangan ke dada. Matanya ia pejamkan. Batinnya menembus ke pintu gerbang utama. G