Share

WANDARA 02

"Ha, kenalkan nama saya Gus Alam. Seorang praktisi spiritual di kota ini." Ujarnya.

Gus Alam masih penasaran dengan tujuan Arlesa menyambangi dunia manusia.

"Aku hanya ingin bertemu dengan seseorang." Sahut Arlesa yang mulai menyeruput kopinya.

"Hmm, saya yakin seseorang itu pasti perempuan. Kau jatuh cinta pada perempuan di dunia kami?" tanya Gus Alam.

Arlesa mengerutkan alis, baru kali ini ada orang yang selancang itu padanya, tetapi dia berusaha mengerti bahwa sekarang ia berada di dunia yang berbeda, tak ada orang yang tahu kastanya disini, termasuk Gus Alam.

"Itu jadi rahasia pribadiku." Sahut Arlesa sembari mengguratkan ketegasan di wajahnya buat Gus Alam tergugu.

"Maaf, saya sudah lancang."

Gus Alam membekap mulutnya sendiri, terlihat mimik Arlesa sedikit kesal padanya. Wah, pria muda di hadapannyan menyimpan kharisma kebangsawanan, Gus Alam yakin, pria muda ini bukan orang biasa di Kerajaan Wandara, dan itu menariknya untuk mencari tahu tentang siapa identitas Arlesa di Wandara sana.

"Siapa nama kamu?"

"Arlesa."

"Iya, Arlesa, jika kamu butuh bantuan, atau ada seseorang yang mengganggumu, bilang padaku." Ujar Gus Alam.

Arlesa hanya mengangguk saja, Gus Alam tidak mengetahui kemampuan Arlesa yang sudah sangat menguasai bela diri, menggunakan pedang, pistol, berbagai ilmu bela diri lainnya dari Ayahnya, Raja Garsan.

Maysa sudah membawakan jus jeruk milik Gus Alam, telinganya menyimak sedikit pembicaraan para tamunya itu yang berkata 'Kamu pasti bukan dari keluarga sembarangan' itu penuturan Gus Alam pada Arlesa yang di dengar oleh Maysa.

Iya, memang benar, bila melihat penampilan Arlesa yang berstyle seperti pangeran dari kerajaan Eropa, aura kebangsawanannya pun terpancar jelas di wajah tampannya.

"Ini jusnya, Pak." Maysa meletakkannya tepat di depan Gus Alam.

"Oh, terima kasih." Ucap Gus Alam.

Mata Arlesa mencuri pandang ke Maysa, jauh di dalam lubuk hatinya dia ingin berlama-lama memandangi gadis yang sangat ia rindukan itu, namun waktu ini belum memungkinkannya melakukan hal demikian, yang ada nanti buat Maysa kebingungan dan merasa tidak nyaman.

Setelah Maysa enyah dari hadapan mereka, Gus Alam lagi-lagi berceletuk, sudah dua kali ia memasuki Kerajaan Wandara, tetapi banyak misteri yang belum terpecahkan olehnya, berbagai fakta kehidupan yang ia temui di Wandara buat dirinya tercengang, aktivitas keagamaan begitu kental disana, belum lagi teknologi di Negara Wandara sangat maju.

"Di Wandara itu di pimpin oleh Raja? Kalau boleh tau, siapa rajanya? Hm, aku dengar dari orang-orang yang penghuni disana , ada yang pernah melihat Pak Soekarno, memang iya?" deretan pertanyaan Gus Alam buat Alesa mengeleng.

Arlesa malah menyeruput kopinya, tak ada jawaban yang akan di berikan pada Gus Alam, ia pikir Gus Alam belum bisa menelaah semua kerjaan Wandara, lagipula ini rahasia kerajaannya, Arlesa tak mungkin sembarang mengungkapkan segala misteri itu pada manusia yang tak di kenalnya.

"Ck, aku tahu, kamu tidak akan menjawab hal -hal seperti itu. Ya sudah, aku tidak akan bertanya lagi." Ketus Gus Alam kecewa.

Arlesa kembali pada tujuannya datang ke cafe itu, dari jauh dia terus memperhatikan kesibukan Maysa yang mengelap meja dan kursi pelanggan. Gadis itu tumbuh menjadi pribadi yang rajin dan pekerja keras, sempat Arlesa berpikir bila Maysa menjadi gadis yang manja dan nakal di era modern seperti ini, tetapi melihat itu semua, Arlesa makin kagum padanya.

Gus Alam mengamati tatapan misteri Arlesa pada gadis pemilik cafe zona itu, dia pun menyimpulkan bahwa tujuan Arlesa mungkin saja adalah gadis yang melayaninya itu.

"Pasti gadis itu .." Lirih Gus Alam dalam hati. 

Sejam mereka lewati duduk bersantai di cafe zona, Arlesa memutuskan untuk pulang dulu, Gus Alam pun demikian, Arlesa menuju ke meja kasir untuk membayar minuman mereka tadi, disana sudah ada Maysa yang duduk sembari memainkan ponselnya.

"Ini untuk minumanku tadi, sekalian aku membayarkan bapak itu." Ujar Arlesa memberikan lembaran 1 juta pada Maysa.

Mata Maysa membelalak, dia mengeleng lalu berkata,

"Ini kebanyakan, harga totalnya hanya 50 rb saja."

"Ambil saja, Minuman buatanmu sangat enak, baginya uang ini hanya recehan saja. Sudah, ambil saja. Anggap ini tip dari kami." Gus Alam mencoba memaksanya.

Tangan Maysa masih saja berat meraih lembaran uang dari tangan pemuda tampan di hadapannya.

"Ini .." Arlesa meletakkan di atas meja kasir.

Dia berlalu keluar dari cafe itu di susul oleh Gus Alam, meninggalkan Maysa yang merasa tidak enak hati mendapat uang sebanyak itu dari pelanggannya.

"Kenapa pria itu sangat royal, ini banyak sekali, ya Allah." Gumam Maysa memilah-milah uang itu.

"Kak, itu uang siapa?" seru Gala yang dari dapur mengupas buah. Remaja itu terkejut melihat uang di tangan kakaknya.

"Ini tip dari pelanggan tadi."

"Dari Laki-laki yang gagah itu? Wah, dia pasti kaya raya." Imbuh Gala.

"Sepertinya, dia pernah kamu layani sebelumnya? karna kakak baru lihat dia mampir disini." 

" Aku juga baru melihatnya, Kak. Ini rejeki kita, aku minta dong selembar."

Maysa memberikan 300 rb pada Gala. 

"Ini kamu belikan sepatu dan baju. Sisanya aku mau kasih ke Ibu." Ujar Maysa.

Di ujung trotoar Arlesa masih menunggu taksi pesanannya, Gus Alam masih mengkutinya, pria paruh baya itu makin penasaran dengan Arlesa, dia ingin mengetahui tempat tinggal penghuni wandara itu selama di dunia manusia.

"Pak Gus Mau ikut ke rumahku?" tanya Arlesa.

"Jika boleh, aku senang hati." Sahut Gus Alam.

"Baik, Pak Gus bisa bertamu ke rumahku, tapi ini sudah jadi rahasia kita." Pinta Arlesa lagi memperingatkan Gus Alam.

"Siap, aku manusia yang bisa di percaya."

Taksi online pun sudah nampak dari jauh, sopir taksi melambaikan tangan pada kedua pria itu, memastikan mereka adalah calon penumpangnya. Arlesa membalas dengan anggukan kepala. Mereka sudah memasuki taksi itu.

"Sesuai titik ya, Pak." Ujar Sopir muda itu.

"Iya." Sahut Arlesa.

Mobil itu melaju ke belahan kota yang berada di komplek perumahan mewah di kota itu. Perumahan yang hanya dinaungi pengusaha juga pejabat negara yang berpangkat tinggi. Gus Alam mengeleng dengan gaya hidup penghuni wandara itu, luarbiasa bisa berkeliaran di dunianya namun bisa hidup dengan di tunjangi fasilitas rumah mewah.

"Sudah sampai, Pak, sesuai titiknya." Ujar sopir itu melihat peta GPS.

Arlesa lagi-lagi membayar lebih pada sopir taksi itu, ucapan syukur dan terima kasih di lontarkannya pada Arlesa, Gus Alam hanya tertegun melihat royalnya mahluk wandara tersebut.

Arlesa membuka gembok pagar rumahnya, Gus Alam makin terperangah melihat kemewahan rumah Arlesa, berlantai dua. Rumah itu di perkirakan seharga 3 miliar harga jualnya. Dia saja yang  bertahun-tahun menjadi ahli spiritual tidak akan mampu membeli rumah semegah itu. 

"Ayo, masuk Pak Gus." Ucap Arlesa.

"Ha, rumah ini sangat besar, kamu membelinya?"

"Tidak, aku tidak punya surat lengkap untuk itu, jadi hanya aku menyewanya saja selama setahun." Sahut Arlesa sudah melangkah masuk ke ruang tamunya.

"Arlesa, kau seperti anak konglomerat di dunia kami. Luar biasa .." Gus Alam tak henti melantunkan pujiannya.

"Berhentilah berkata seperti itu, Pak Gus, aku hanya numpang di dunianya Pak Gus." Tukas Arlesa.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status