Setelah bunyi ledakan keras di atap, air yang berada di dalam botol nampak bergoyang-goyang.
Berapa tetes air ada yang tertumpah membasahi lantai rumah, melihat air yang ada di dalam botol bergoyang seperti mendidih, Alena yang dari tadi duduk santai berdiri dari duduknya.
Tangan kanannya terangkat ke atas kemudian dengan cepat tangan yang terangkat ke atas itu menarik ke bawah.
Bukkk!
Terdengar bunyi tubuh tak kelihatan jatuh di hadapan mereka, setelah bunyi suara terjatuh kedua tangan Alena terbentang kesamping.
Tangan itu bergerak bertemu di atas kepalanya seperti menepuk sesuatu, dari empat penjuru rumah secara ajaib air yang berada di dalam botol melesat cepat membentur tubuh tanpa wujud.
Dalam sekejap di tempat itu terlihat satu sosok tubuh yang berdiri dengan raut muka seram dan seluruh tubuhnya berwarna hitam.
"Jin gompalda ternyata kalian tidak berubah, masih saja bodoh dan ingin di peralat oleh manusia," Alena berkata mengejek kepada Makhluk di depannya.
"Siapa kamu yang berani menghina golongan kami?" Tanya Jin Gompalda dengan suara menggembor marah.
"Kau akan bunuh diri jika tahu siapa aku," Jawab Alena dengan sinis.
"Dasar sombong, kau belum tahu kemarahan kami," Bentak Jin Gompalda merasa di permainkan.
Dengan cepat tubuh tinggi besar itu menerjang Alena, namun setengah jalan tubuh itu bergerak sebuah sinar merah yang keluar dari tangan Alena menerjang tubuh makhluk itu membuatnya terjengkang kebelakang.
Dari mulut makhluk hitam itu keluar suara raungan beserta makian tak karuan saking marahnya.
Walaupun bagian tubuhnya merasakan sakit namun Jin itu berlaku nekat kembali menerjang tubuh Alena.
"Gompalda, ternyata tubuh kalian saja yang besar namun otak kalian terlalu kecil untuk berpikir," Ejek Alena lagi.
Ketika tubuh jin itu meluruk menyerangnya kembali dengan cepat dari ujung jari Alena melesat kedua sinar bersilangan.
Sinar yang melesat bersilangan itu dengan cepat menerjang tubuh Jin Gompalda membuat tubuh makhluk itu kembali terjengkang ke belakamg.
Ketika makhluk itu bangkit dari sela bibirnya keluar taring yang sangat panjang dengan kukunya juga berubah panjang.
"Kau sudah keterlaluan, berani menentang Jin Gompalda!" Geram Jin Gompalda dengan mata mencorong merah menatap Alena.
Dengan kondisi tubuh yang sudah berubah itu Jin Gompalda kembali menyerang Alena.
Kali ini Alena sengaja tidak mengirimkan pukulan berbentuk sinar namun setengah jalan tubuh Jin itu bergerak menyerangnya, seluruh tubuh Alena keluar cahaya seperti api berwarna merah.
Dari kepala Alena juga terlilit sebuah Mahkota berwarna merah dengan batu putih besar terpasang di keningnya.
Melihat perubahan tubuh Alena gerakan Jin Gompalda yang tadi menyerang tersurut sejauh lima langkah kebelakang.
Alena melangkahkan kakinya maju mendekati tubuh Jin Gompalda yang berubah ketakutan.
"Bidadari Merah ampuni aku, tolong jangan hancurkan tubuhku aku menyesal sudah berani melawan kamu," Jin itu berkata ketakutan dengan cepat kepalanya langsung bersujud di hadapan Alena.
"Baik aku tidak akan membunuh kamu asal kau mematuhi apa yang aku katakan," Alena berkata dengan lemah lembut namun di telinga Jin Gompalda seperti sebuah bentakan keras.
"Apa yang harus aku lakukan?" Tanya Jin Gompalda ketakutan.
"Kau jawab pertanyaanku, siapa yang mengirim kamu dan kenapa dia mengirim kamu?" Tanya Alena kepada jin yang ada di depannya itu.
"Aku di kirim oleh seorang dukun untuk mengambil sukma Amor, dukun itu melakukannya atas permintaan seorang laki-laki bernama Ardi," Jelas Jin Gompalda ketakutan.
"Baiklah, mulai sekarang kamu aku tugaskan melindungi rumah ini, sebelum itu kau berangkatlah ke tempat dukun yang mengirim kamu dan hancurkan pendupaan yang ada di depannya!" Perintah Alena.
"Baik, aku akan lakukan," Jawab Jin Gompalda singkat.
"Sekarang juga kamu pergi!" Perintah Alena kepada Jin Gompalda lagi.
Dengan cepat Jin Gompalda melesat pergi dari sana, badannya hanya tinggal jalur hitam saja.
Bersama dengan menghilangnya Jin Gompalda badan Alena yang tadinya di penuhi cahaya merah juga sudah kembali normal.
Riki dan Bik Suti yang dari tadi tegang menarik napas panjang melepas ketegangan mereka.
"Sekarang ambil air yang tersisa di dalam botol di tengah ruangan, jangan lupa siram air itu pada sebuah pohon yang lumayan jauh dari sini, supaya kalau ada kiriman lagi dia tidak bisa menemukan alamat ini," Alena berkata kepada Riki.
Dengan gerakan yang gesit Riki mengambil air yang ada di dalam botol dan pergi dari sana.
Alena masuk kedalam kamar Amor yang sekarang tidak hanya matanya sudah bercahaya melainkan wajahnya juga sudah kembali memerah.
"Apa yang terjadi denganku?" Tanya Amor melihat Alena masuk ke dalam kamar.
"Kamu terkena Santet Asmara, jika tidak di bantu aku pastikan kamu akan menjadi objek pemuas nafsu yang di kendalikan oleh si pengirim," Jelas Alena.
"Siapa yang melakukannya kepadaku?" Tanya Amor kepada Alena.
"Aku pernah bercerita mengenai dua orang pria, nah salah satu dari pria inilah yang meminta bantuan dukun untuk mengirimkan santet asmara, supaya kamu bisa bertekuk lutut kepadanya," Jelas Alena kepada Amor.
"Ardi.... Kenapa orang dia ingin menaklukkan aku, bukankah masih banyak orang lain kalau dia mau taklukkan," Jawab Amor bingung.
"Keluarga orang ini merupakan pengamal sebuah cabang keilmuan, namun untuk memperkuat dirinya mereka menumbalkan nyawa, untuk itulah dia memilih kamu untuk di jadikan tumbal kekuatan dan kekayaannya," Jelas Alena kepada Amor.
Mendengar penjelasan dari Alena mata Amor membelalak lebar memandang kepada Alena.
"Kurang ajar sekali orang dia, bagaimana caranya perbuatan yang dia lakukan harus di balas," Dengus Amor kesal.
Alena tersenyum mendengar kemarahan dari Amor, dia tersenyum dengan sangat manis melihat kemarahan Amor.
"Tidak usah di balas, besok kamu akan mendengar berita kematiannya, namun ingat walaupun orangnya mati tapi bahaya masih akan mengintai," Jawab Alena.
"Kenapa dia bisa mati besok?" Desis Amor.
"Lihat saja besok," Jawab Alena yang duduk di pinggir ranjang tempat Amora berbaring.
******
Sementara itu jauh di luar Kota Palembang, seorang dukun santet yang di kenal warga dengan nama Mbah Purwo sedang konsentrasi di kamarnya.
Mulut Mbah Purwo tiada henti komat-kamit sambil sesekali tangannya menaburkan kemenyan ke dalam pendupaan menyala di depannya.
Mbah Purwo merupakan dukun terkenal yang sering di minta bantuan oleh warga untuk mengatasi urusan mereka mulai dari jodoh, karir sampai menyantet orang.
Malam itu pekerjaan serius sepertinya sedang di lakukan oleh Mbah Purwo, seluruh pakaiannya yang serba hitam sudah basah oleh keringat.
Asap kemenyan yang mengepul dari pendupaan di depannya terus membubung tinggi memenuhi kamar tempat dia melakukan ritual.
Bersama dengan membubungnya asap kemenyan, badan Mbah Purwo juga bergoyang-goyang.
Sementara racauan yang keluar dari mulutnya juga tiada henti justru semakin cepat.
Namun di tengah racauan mantera yang dia baca, tiba-tiba pendupaan di hadapan Mbah Purwo meledak keras.
Ledakan itu membuat sebagian arang pendupaan berhamburan bahkan ada yang sampai mengenai muka dan tubuh Mbah Purwo yang telentang.
"Kurang ajar, kekuatan siapa yang berani mengganggu pekerjaanku!" Bentak Mbah Purwo marah besar.
Tangannya tanpa merasa panas kemudian mengambil beberapa bara yang tercecer di lantai.
Mulutnya komat-kamit membaca matera pada bara api yang dia genggam, setelah itu bara api yang dia genggam dia lemparkan ke udara.
Bara itu melesat ke atas rumah, begitu menyentuh udara tinggi Bara itu berubah menjadi nyala api yang sangat besar, nyala api itu melesat cepat menuju ke Tengah Kota Palembang.
#####
Alena yang sudah bersiaga, dengan cepat membungkus dirinya dengan sinar berwarna merah terang.Ketiga lawan melihat tubuh Alena terbungkus sinar merah terang sejenak terkesiap namun tetap nekat meneruskan serangannya.Ketika tubuh ketiga orang itu menghantam cahaya terang yang membungkus tubuh Alena dalam sekejap ketiga tubuh itu terbanting kebelakang."Sudah aku bilang kalian tidak ada apa-apa sebab kalian tidak lebih dari kacung, namun kalian masih nekad menyerangku," ejek Alena melihat ketiga orang itu terbanting.Mendengar ejekan Alena dengan cepat ketiga penyerang tanpa memperdulikan rasa sakit dari hantaman Alena segera bangkit dan kembali menyerang Alena.Namun kali ini Alena memakai Cahaya merah yang berbentuk tali namun pada ujung cahaya itu berbentuk lancip.Lawan yang menyerang Alena begitu tali cahaya tersebut bergerak segera berhamburan untuk men
"Mbak, gawat kenapa mbak?" tanya Alena di telpon."Warga mengamuk tanpa sebab, pasukan kewalahan menghadapinya kami sudah mendatangkan pasukan cadangan namun belum bisa menangani situasi," jelas Mbak Devi dengan napas yang memburu sama seperti Kapten Japar."Kalau begitu ada baiknya bawa mundur pasukan, dan adakan penjagaan di luar lokasi warga mengamuk, sambil selamatkan warga yang tidak mengamuk," jelas Alena lagi."Ini sedang kami upayakan, kamu di mana?" tanya Mbak Devi."Aku sedang menuju pusat kota, dimana lokasi warga mengamuk?" tanya Alena."Sekarang hampir di semua wilayah kota warga mengamuk, kita harus mencari solusinya," jawab Mbqk Devi."Baik mbak, aku menuju ke pusat kota membantu menangani wilayah itu," jawab Alena sambil mematikan hanphonenya.Dengan cepat Alena bersandar dikurdi penumpang mobil yang di kemudikan Bagus, se
Suara ledakan keras yang di timbulkan benda itu memekakkan telinga Alena dan Bagus.Dengan cepat Alena meloncat untuk berlindung, air yang tadi ada di dalam baskom membasahi tempat itu.Benda yang ada di dalam air itu meledak tidak meninggalkan sisa sedikitpun, seperti menguap di udara benda itu menghilang begitu saja.Alena yang keluar dari balik kursi karena berlindung menggelengkan kepalanya menyaksikan benda di hadapan mereka itu meledak tanpa sebab.Begitu dia bangkit dia melihat di pintu seperti ada kelebat orang berlari meninggalkan runah kediamannya.Dengan cepat Alena berlari menuju pintu dan mengejar ke arah bayangan orang tersebut hilang.Cukup lama Alena mengejarnya namun sampai di ujung lorong yang tak jaih dari rumahnya dia tidak menemukan orang yang dia kejar.Merasa kesal karena orang yang dia kejar tidak dapat di temukan,
Malam hari yang menyelimuti Kota Palembang membuat aktifitas siang hari yang semarak berganti dengan malam yang begitu berbeda.Alena yang sedang ada di kamar kaget mendengar teriakan Bagus dari luar, dengan cepat Alena buru-buru keluar kamar."Ada apa Bagus?" Tanya Alena dengan suara lembut."Ada orang yang datang non dia bilang utusan," Jawab Bagus.Alena melihat tangan kanan Bagus seperti mencengkram leher seseorang, orang itu terlihat sangat menderita karena leherbya tercekik tangan bagus."Lepaskan, orang itu bisa mati," Alena berkata kepada Bagus.Setelah tangan Bagus lepas dari lehernya terlihat pemuda itu dengan terburu-buru menarik napas untuk memenuhi paru-parunya dengan oksigen."Kawan sekarang kamu bisa mengatakan apa yang kamu bawa," Alena berkata lembut."Baaiik," Jawab Pemuda itu dengan tubuh gemetar.
Pagi-pagi sekali Bagus dan Alena sudah kelihatan duduk di teras depan, Alena sedang seksama mendengarkan penjelasan Bagus mengenai hasilnya dari hutan Purwosari.Ketika mereka sedang berbincang di teras rumah tiba-tiba dari arah gerbang terlihat satu sosok tubuh yang memencet bel berapa kali."Sepertinya ada tamu dari jauh, buka gerbang dan ajak tamu kita masuk," Alena berkata kepada Bagus.Mata Alena terbelalak melihat sosok setengah baya yang ada di belakang Bagus, di tangan sosok itu terlihat memegang sesuatu."Ada apa non?" tanya Bagus bingung melihat reaksi Alena ketika melihat tamu yang ada di belakangnya.Alena tak menghiraukan pertanyaan dari bagus, dia langsung berdiri dan membungkuk hormat terhadap tamu yang abru datang itu.Bagus yang bingung mengernyitkan keningnya melihat melihat reaksi yang di tunjukkan oleh Alena."Dewa Kur
Bersama dengan suara ledakan itu tersebut ikut juga meledak tubuh Bidadari Kuning yang membuat tubuh bidadari itu juga ikut lebur.Alena yang sudah menarik kekuatannya badannya langsung jatuh berlutut badannya bergetar menunjukkan dia menangis karena kematian sahabatnya itu.Bersamaan dengan itu juga samapi di tempat itu Bagus bersama dengan Adisaka."Dimana Bidadari Kuning?" tanya Adisaka."Dia sudah menebus semua kesalahannya," jawab Alena sambil menghapus air matanya."Itu bukan kesalahan kamu, Bidadari Kuning Sudah menerima akibat dari perbuatannya, lebih baik sekarang kamu tenangkan diri kamu dahulu sebab masalah ini belum akan selesai dengan matinya bidadari kuning," Adisaka mencoba menghibur Alena."Iya aku tahu, masih ada Raja Kegelapan yang harus di hancurkan," jawab Alena."Baiklah aku akan melaporkan ini pada paman, mungkin sek