LOGINBagi Dimas, harapan adalah jebakan paling kejam di alam semesta. Sebuah ilusi murahan yang selalu berakhir dengan kekecewaan.
Bukan karena ia pesimis dari lahir. Ia adalah produk latihan bertahun-tahun.
Ia teringat dirinya saat berumur delapan tahun, berdiri di depan pintu rumah dengan seragam bola paling keren. Hari itu final kejuaraan antarkelas. Ia adalah kiper. Ia sudah bilang ke Papa dan Mama seminggu sebelumnya.
"Pasti, Sayang. Papa akan ambil cuti. Mama bakal bawa spanduk paling besar," janji mereka.
Dimas menunggu di teras sejak jam satu siang, padahal pertandingannya baru jam tiga.
Jam dua, sebuah pesan masuk. Meeting mendadak deng
Bagi Dimas, harapan adalah jebakan paling kejam di alam semesta. Sebuah ilusi murahan yang selalu berakhir dengan kekecewaan.Bukan karena ia pesimis dari lahir. Ia adalah produk latihan bertahun-tahun.Ia teringat dirinya saat berumur delapan tahun, berdiri di depan pintu rumah dengan seragam bola paling keren. Hari itu final kejuaraan antarkelas. Ia adalah kiper. Ia sudah bilang ke Papa dan Mama seminggu sebelumnya."Pasti, Sayang. Papa akan ambil cuti. Mama bakal bawa spanduk paling besar," janji mereka.Dimas menunggu di teras sejak jam satu siang, padahal pertandingannya baru jam tiga.Jam dua, sebuah pesan masuk. Meeting mendadak deng
Pikiran resign makin merongrong batinnya, dan kali ini ada alasan lain: harga diri.Pustakawan Aroma, batinnya sinis. Namanya doang yang keren. Di atas kertas tugasnya emang nggak melulu jualan. Tapi ujung-ujungnya, kalau nggak ada yang beli ya sama aja boong. Setiap kali pengunjung berkata, "Makasih, Mas, saya pikir-pikir dulu," rasanya kayak ditampar. Ia hanyalah pajangan kikuk yang kalah berguna dari pot tanaman hias di pojok.Raja aja, kemarin, si kucing preman itu lompat ke rak. Satu botol kesenggol. Berputar-putar dan mendarat—PLUK!—dengan sempurna di telapak tangan seorang pengunjung yang kebetulan melintas. Wajah si t
Hampir sepekan Dimas jadi Pustakawan Aroma. Rutinitasnya menyedihkan, persis kayak quest harian di game gacha gratisan.Sebelum berangkat kerja, ia menelan tiga butir pil antimual untuk bertahan hidup. Tapi durasinya menyedihkan.Harusnya dosis itu memberinya jendela aman setidaknya enam jam. Kenyataannya, tiga jam kemudian, tepat di tengah jam sibuk, alarm di perutnya mulai bunyi.Sebenarnya masker respirator adalah solusi paling aman buat meredam serangan hiperosmia. Sayang, itu sekaligus solusi paling tidak aman buat karirnya. Muncul dengan wajah tertutup s
Kepala Dimas terasa kayak kaset kusut.Kata-kata Setya semalam terus berputar-putar di kepalanya. “Gimana lu bisa seratus persen yakin kalo Azura itu adalah cewek yang nyelametin lo? Lo beneran belum pernah liat mukanya, kan?”Sialnya, keraguan itu menancap. Dia harus bisa membuktikannya.Hari ini, matanya tidak lepas dari Pintu Khazanah. Pintu kayu tebal itu kini terasa seperti portal misterius. Dia menatapnya tanpa berkedip, seolah bisa membuatnya terbuka dengan kekuatan pikiran."Permisi, Mas."Dimas tersentak. Sosok ibu-ibu muda berseragam PNS, lengkap dengan jilbab style menar
Seorang Barbarian mengayunkan kapak raksasa miliknya, si "Pencabut Gigi", berdesing di udara pengap dungeon."MAJU KALIAN!!" teriaknya.Dia menghantam sebuah barikade kayu jamuran. Lusinan Goblin yang bersembunyi di baliknya terlempar kocar-kacir."Sebelah kanan." Suara tenang si Elf terdengar dari belakang.Sebuah panah perak, diselimuti cahaya biru es, melesat melewati bahu Barbar. Panah sihir itu menancap tepat di dada Goblin. Detik berikutnya, monster itu membeku menjadi patung es padat sebelum akhirnya j
Pak Badar menatap lurus ke mata Dimas. “Tugas utama seorang Pustakawan adalah mendengarkan, memahami, dan membantu ‘pembaca’ menemukan ‘buku’ yang tepat.”"Seorang penjual," lanjut Pak Badar, nadanya sedikit meremehkan, "hanya peduli pada transaksi. Dia akan mendorong botol termahal, atau yang sedang diskon, atau yang paling laku, tanpa peduli kebutuhan sebenarnya dari orang di depannya.""Tapi Pustakawan," Pak Badar mencondongkan tubuhnya sedikit. "Dia peduli pada cerita." Suaranya lembut namun tanpa mengurangi intensitasnya"Orang datang ke 'Layla Badar' bukan sekadar mencari wewangian, Dimas. Mereka datang mencari sesuatu







