Li Feng berdiri di atas reruntuhan sebuah kuil kuno yang hampir seluruhnya tertutup lumut, membiarkan angin dingin utara menyapu wajahnya. Pedang Naga Langit yang kini terasa berat di tangannya mengingatkan dia pada segala pengorbanan yang telah ia lakukan. Namun, di balik ketenangan di luar, ada kekhawatiran yang membakar dari dalam hatinya. Setiap langkah yang dia ambil semakin mendekatkan dirinya pada ancaman yang tak terelakkan. Musuh yang tak pernah ia bayangkan—anak dari Kaisar Shen Lu—kini telah tumbuh dan menyebut dirinya sebagai Penerus Pedang Kegelapan.
"Sialan," Li Feng bergumam, menatap reruntuhan kuil yang menjadi saksi bisu dari kebangkitan musuh terbesarnya. Nama itu kembali berputar-putar dalam benaknya, tak bisa ia singkirkan: Penerus Pedang Kegelapan. Anak itu, yang dahulu disembunyikan dalam bayang-bayang perang, kini menguasai kekuatan yang jauh melampaui apa yang pernah dibayangkan. Pendidikan yang diterimanya di sekte sesat utara tLi Feng berdiri di atas reruntuhan sebuah kuil kuno yang hampir seluruhnya tertutup lumut, membiarkan angin dingin utara menyapu wajahnya. Pedang Naga Langit yang kini terasa berat di tangannya mengingatkan dia pada segala pengorbanan yang telah ia lakukan. Namun, di balik ketenangan di luar, ada kekhawatiran yang membakar dari dalam hatinya. Setiap langkah yang dia ambil semakin mendekatkan dirinya pada ancaman yang tak terelakkan. Musuh yang tak pernah ia bayangkan—anak dari Kaisar Shen Lu—kini telah tumbuh dan menyebut dirinya sebagai Penerus Pedang Kegelapan. "Sialan," Li Feng bergumam, menatap reruntuhan kuil yang menjadi saksi bisu dari kebangkitan musuh terbesarnya. Nama itu kembali berputar-putar dalam benaknya, tak bisa ia singkirkan: Penerus Pedang Kegelapan. Anak itu, yang dahulu disembunyikan dalam bayang-bayang perang, kini menguasai kekuatan yang jauh melampaui apa yang pernah dibayangkan. Pendidikan yang diterimanya di sekte sesat utara t
Li Feng berdiri tegak di depan istana Kekaisaran, angin dingin meniup wajahnya, namun hatinya terasa lebih dingin dari segala yang ada di dunia ini. Sesuatu yang buruk akan datang, dan ia bisa merasakannya dengan kuat, meski langit cerah tak ada tanda-tanda apapun. Tidak ada yang tahu, bahkan para jenderal di sekitarnya, bahwa bayangan yang jauh lebih gelap dari apa pun sedang merayap ke arah mereka. Shen Lu. Nama itu menggema dalam benak Li Feng seperti kenangan pahit yang tak akan pernah hilang. Pemimpin kultus yang telah lama jatuh, namun sisa-sisanya tetap ada. Bahkan sekarang, ia tahu bahwa sisa-sisa itu tumbuh menjadi ancaman yang jauh lebih besar daripada sebelumnya. Sekelompok pengikut yang setia—bayangan yang terus berkembang di tempat yang tak terjangkau oleh para penjaga Kekaisaran—telah membentuk sekte baru. Mereka menyembah seseorang yang konon adalah anak dari Kaisar lama, seorang bayi yang disembunyikan selama perang demi menjaga kelangsu
Desa kecil di pegunungan itu mulai bangkit dari luka-luka lama yang ditinggalkan oleh perang dan penderitaan. Li Feng dan Mei Yue, dua sosok yang dulunya terjerat dalam badai peperangan, kini mencari kedamaian di sini. Rumah kayu sederhana yang mereka bangun bersama tampak berdiri kokoh di bawah langit biru yang luas, jauh dari hiruk-pikuk ibu kota yang penuh intrik dan darah. Namun, meski tubuh mereka mungkin telah selamat, hati mereka masih terluka. Setiap kali Li Feng melihat Mei Yue, ada kenangan yang mengalir di dalam dirinya, kenangan tentang pengorbanan, tentang kehilangan, dan tentang cinta yang telah dipertaruhkan. Tetapi, meskipun dia merasa dekat dengan wanita itu, ada sesuatu yang masih membelenggu dirinya—sesuatu yang menghalangi kedamaian yang ia cari. Di malam yang tenang itu, mereka duduk berdua di luar rumah, menatap bintang-bintang yang menghiasi langit malam. Li Feng menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya. Mei Yue d
Li Feng berdiri di depan altar, matanya kosong menatap sosok yang terbaring di sana. Tidak ada kata yang bisa keluar dari bibirnya, tidak ada air mata yang bisa menetes lagi. Hanya hampa, seperti ada sebuah ruang yang membeku di dalam dirinya, yang semakin lama semakin membesar. Putri Ling’er sudah menyerahkan dirinya, tanpa ragu. Tentu saja, pengorbanan itu bukan tanpa beban. Sebelum ritual dimulai, ia sempat menatap Li Feng, memberikan senyuman yang lembut namun penuh kesedihan. "Setidaknya salah satu dari kita hidup bahagia," kata-katanya begitu tulus, meskipun ia tahu, kehidupan ini tidak akan pernah lagi sama setelah ini. Mei Yue, wanita yang telah mendampinginya dalam setiap langkah, yang telah menyelamatkan hidupnya berkali-kali, kini terbaring dengan tenang di sisi altar. Racun yang meracuni tubuhnya telah berhasil dikeluarkan. Semua itu berkat pengorbanan Putri Ling’er. Namun, bukan itu yang membuat Li Feng merasa begitu hancur. Ada sesuatu yan
Desiran angin dari dalam lorong bawah tanah makin terasa dingin. Bukan sekadar dingin biasa, melainkan dingin yang menggigit tulang, seperti hembusan napas arwah yang tak pernah lelah menunggu. Li Feng memejamkan mata sejenak, meresapi bisikan yang bergaung dari dinding batu tua. “Apakah ini… tempat itu?” bisiknya. Putri Ling’er menggenggam erat lengan bajunya. “Li Feng… aku bisa merasakannya. Sesuatu yang kuno… sesuatu yang sangat tua… menunggu kita di sana.” Langkah kaki mereka menyusuri lorong sunyi yang diterangi cahaya lentera biru kehijauan dari jimat pengusir roh yang digantung di ujung tombak Li Feng. Bayangan mereka terpantul remang-remang di dinding batu yang lembap. Setiap langkah terasa berat, bukan karena beban tubuh, tapi beban sejarah. “Tempat ini dibangun bukan hanya untuk menyimpan jenazah,” ujar Li Feng lirih. “Ada sesuatu yang dijaga… sesuatu yang ingin dilupakan dunia.”
Angin malam menggigit tulang saat Li Feng berdiri mematung di hadapan dukun gila itu. Bau dupa aneh memenuhi udara, dan di dalam gubuk reyot yang hanya diterangi cahaya kuning dari lentera bambu, suara burung hantu bersahutan dengan lolongan serigala dari kejauhan. Tubuhnya tak bergerak, tapi hatinya berkecamuk. "Kau harus membunuh satu orang tak bersalah... demi menyelamatkan nyawanya," ulang sang dukun dengan suara serak, seperti suara daun kering yang digerus angin. "Tidak... tidak... itu bukan pilihan...!" Li Feng menggertakkan giginya. "Ada cara lain, pasti ada!" Dukun itu tertawa, getir dan panjang. "Pendekar suci, hah... Tapi bahkan dewa pun menuntut harga. Tak ada mukjizat tanpa tumbal." Li Feng mengepalkan tinjunya. Tangannya bergetar. Dadanya naik turun dengan napas tertahan. Wajah Mei Yue—pucat, lemah, tapi tetap tersenyum di balik rasa sakitnya—terbayang jelas dalam benaknya.
Li Feng berlari, jantungnya berdegup kencang. Matanya tak pernah lepas dari tubuh Mei Yue yang semakin lemah. Tujuh hari—hanya itu yang tersisa. Racun yang menggerogoti tubuh Mei Yue semakin merasuk, menghapuskan kehidupan dari dalam dirinya perlahan. Tak ada obat, tak ada pengobatan yang bisa menolong, kecuali satu—Dukun Gila. Dukun itu adalah legenda di kalangan orang-orang yang tahu cara-cara hitam dan gelap, cara-cara yang tak terjamah oleh kebanyakan orang. Dukun Gila hidup di pedalaman, jauh dari peradaban. Dalam dunia yang penuh dengan seni bela diri dan kekuatan fisik, Dukun Gila adalah sosok yang memiliki keahlian di luar nalar manusia. Namun, meskipun demikian, kata-kata mengenai sang dukun selalu dipenuhi dengan bisik-bisik ketakutan. Li Feng menggenggam pedangnya, jari-jarinya menegang, bergetar. Ini bukan tentang kehormatan, ini bukan tentang perang atau musuh-musuhnya yang tak terhitung jumlahnya. Ini tentang Mei Yue. Wanita yang telah men
Angin malam berhembus lembut di atas bukit tempat Li Feng berdiri, memandangi langit yang kelam tanpa bintang. Di bawahnya, desa kecil tempat Mei Yue dirawat tampak tenang, seolah tak menyadari badai yang tengah mengancam. Namun, di dalam hatinya, badai itu mengamuk tanpa henti. "Mei Yue..." bisiknya, suaranya nyaris tak terdengar. Ia mengingat kembali saat panah beracun menancap di dada Mei Yue. Darah mengalir deras, dan wajah wanita yang dicintainya itu memucat seketika. Li Feng merasa dunia runtuh di hadapannya. "Tidak! Aku tidak akan membiarkanmu pergi!" teriaknya saat itu, menggenggam tangan Mei Yue yang mulai dingin. Pertarungan Melawan Waktu Hari-hari berlalu dengan cepat, namun racun dalam tubuh Mei Yue semakin menyebar. Para tabib terbaik telah dipanggil, namun tak satu pun yang mampu menemukan penawar. Li Feng merasa putus asa, namun ia tak menyerah.
Angin malam berhembus lembut, membawa aroma darah dan racun yang samar. Di bawah cahaya rembulan yang pucat, tubuh Mei Yue terkulai dalam pelukan Li Feng. Panah beracun menancap di dadanya, dan darah segar mengalir perlahan, membasahi pakaian putihnya yang kini ternoda merah. "Mei Yue!" teriak Li Feng, suaranya parau dan penuh kepanikan. Tangannya gemetar saat mencoba mencabut panah itu, namun ia tahu bahwa gerakan sembarangan bisa mempercepat penyebaran racun. Mei Yue membuka matanya perlahan, menatap wajah Li Feng yang dipenuhi kecemasan. Senyum tipis terukir di bibirnya. "Li Feng... aku... aku tidak menyangka kita akan bertemu lagi seperti ini," bisiknya lemah. "Jangan bicara, Mei Yue. Aku akan menyelamatkanmu. Aku bersumpah!" Li Feng menatap sekeliling, mencari bantuan, namun malam itu terasa sunyi dan sepi. Tiba-tiba, dari balik bayangan pohon, muncul sosok berjubah hita