Home / Pendekar / PEDANG NAGA LANGIT / Bab 4: Perkelahian yang Tak Terduga

Share

Bab 4: Perkelahian yang Tak Terduga

Author: Andi Iwa
last update Last Updated: 2025-03-05 01:44:51

Suasana Kedai Tianxiang yang biasanya riuh dengan suara pelanggan malam ini terasa lebih gaduh dari biasanya. Para pengunjung menikmati makanan mereka, ditemani arak hangat yang mengalir deras ke dalam cangkir-cangkir porselen.

Di sudut kedai, Li Feng sibuk mencuci piring dengan cekatan. Tangannya bergerak lincah, meskipun tubuhnya terasa lelah setelah seharian bekerja. Namun, di balik lelahnya, ada ketenangan yang ia rasakan. Setidaknya, di tempat ini ia memiliki atap untuk berteduh dan makanan yang cukup untuk bertahan hidup.

Tapi malam itu, takdir tampaknya punya rencana lain.

Seorang pria bertubuh kekar dengan bekas luka panjang di pipinya masuk ke dalam kedai. Wajahnya penuh kesombongan, langkahnya berat seolah menantang siapa saja yang berani melawan. Semua orang langsung menundukkan kepala. Mereka mengenalnya—Zhang Bao, seorang pendekar bayaran yang terkenal kejam dan tak segan membunuh hanya karena alasan sepele.

Xiao Lan, gadis pelayan yang selama ini baik pada Li Feng, menelan ludah saat melihatnya. "Astaga, kenapa dia datang ke sini?" bisiknya dengan nada khawatir.

Zhang Bao berjalan ke arah meja paling besar dan menepuknya dengan keras. "Pelayan! Bawakan aku arak terbaik dan makanan paling lezat!" suaranya menggema, membuat suasana mendadak sunyi.

Pemilik kedai, seorang pria tua bernama Paman Wang, buru-buru datang dengan senyum terpaksa. "Tentu, tentu, Tuan Zhang. Akan segera kami siapkan."

Namun, seorang pelanggan di meja sebelah tanpa sengaja menjatuhkan sumpitnya, membuat suara kecil yang mengusik ketenangan Zhang Bao. Mata pria kekar itu langsung menyala marah.

"DASAR TIKUS TAK BERGUNA!" Ia mengayunkan tangan besarnya dan dengan satu pukulan, pria malang itu terlempar ke belakang, menabrak meja lain hingga pecahan piring dan mangkuk berhamburan di lantai.

Semua orang menahan napas. Tak ada yang berani menegur atau melawan. Namun, sebelum Zhang Bao bisa melanjutkan amukannya, terdengar suara lirih dari belakang.

"Tuan, tidak seharusnya Anda bertindak seperti itu di tempat ini..."

Semua kepala menoleh.

Li Feng berdiri di dekat bak cuci piring, dengan wajah tenang namun sorot matanya tajam.

Xiao Lan membelalakkan mata. "Li Feng, jangan!" bisiknya cemas.

Zhang Bao menoleh, alisnya bertaut. "Siapa kau, bocah ingusan?" Ia tertawa kasar. "Tukang cuci piring ingin mengajariku sopan santun?"

Beberapa pelanggan beringsut menjauh. Mereka tahu apa yang akan terjadi.

Li Feng tetap berdiri tegak. "Aku hanya tidak ingin tempat ini rusak karena pertengkaran yang tak perlu."

"Hah!" Zhang Bao melangkah mendekat, menatap Li Feng dari atas ke bawah. "Kau pikir kau siapa, hah? Berani menasihati Zhang Bao?"

"Jika ingin bertarung, pergilah ke tempat lain," jawab Li Feng tanpa gentar.

Zhang Bao tertawa keras. "Berani sekali kau! Baik, aku akan memberikan pelajaran agar kau tahu tempatmu!"

Tanpa aba-aba, ia mengayunkan tinjunya ke arah Li Feng!

Seketika, waktu seakan melambat bagi Li Feng. Ia tak tahu dari mana perasaan ini muncul, tapi nalurinya bekerja lebih cepat dari pikirannya. Ia melangkah ke samping dengan gesit, menghindari serangan itu dengan selisih hanya beberapa jari.

Zhang Bao terkejut. Namun, amarahnya semakin membara. Ia kembali melayangkan pukulan lebih cepat dan lebih kuat.

Li Feng mengingat latihan-latihan sederhana yang pernah diajarkan oleh almarhum ayahnya di desa. Napasnya teratur, tubuhnya rileks. Dengan gerakan ringan, ia kembali menghindar. Kali ini, ia mengangkat tangannya dan menangkis serangan lawannya dengan telapak tangan terbuka.

"APA?!" Zhang Bao terhuyung ke belakang. Ia tak percaya bahwa seorang bocah tukang cuci piring bisa menghalau serangannya.

Orang-orang yang menyaksikan pun tak kalah terkejut.

"Dia bisa menghindari serangan Zhang Bao?"

"Bocah itu… cepat sekali!"

Zhang Bao menggeram. Ia menarik pedangnya dan mengarahkannya ke Li Feng. "Jangan kira kau bisa lolos, bocah! Aku akan—"

Namun sebelum ia bisa menyelesaikan kalimatnya, Li Feng sudah bergerak lebih dulu. Dengan kecepatan yang tak disangka, ia melompat ke depan, menekuk lututnya, lalu melayangkan satu pukulan ke perut Zhang Bao.

BUAGH!

Pukulan itu bukan pukulan biasa. Ada kekuatan besar yang mengalir dalam gerakan Li Feng.

Zhang Bao terhuyung ke belakang dengan wajah pucat. Matanya membelalak tak percaya. Ia mencoba berdiri tegak, tapi lututnya bergetar. Tak butuh waktu lama sebelum tubuhnya ambruk ke lantai dengan suara berdebum keras.

Seluruh kedai terdiam.

Tak ada yang berani bersuara. Tak ada yang tahu harus bereaksi seperti apa.

Seorang pendekar bayaran terkenal… dikalahkan hanya dengan satu pukulan oleh seorang pemuda yang sehari-hari mencuci piring?

Xiao Lan menutup mulutnya, nyaris tak percaya dengan apa yang baru saja ia saksikan. Paman Wang sampai terdiam dengan tatapan kosong.

Li Feng sendiri berdiri membeku, seakan tak percaya dengan apa yang baru saja ia lakukan. Tangannya masih sedikit gemetar, bukan karena ketakutan, tetapi karena perasaan aneh yang mengalir dalam dirinya.

Saat itulah terdengar suara langkah kaki memasuki kedai.

Tiga pria berpakaian besi dengan lambang Kekaisaran di dada mereka berdiri di ambang pintu. Salah satu dari mereka melangkah maju dengan tatapan penuh selidik.

"Apa yang terjadi di sini?" tanyanya dengan suara tegas.

Paman Wang buru-buru menjawab dengan suara terbata-bata, "T-tuan prajurit… pria ini, Zhang Bao, membuat kekacauan… dan pemuda ini…" ia menunjuk Li Feng, "mengalahkannya dengan satu pukulan."

Para prajurit menatap Li Feng dengan ekspresi berbeda. Yang satu terlihat terkejut, yang lain menyipitkan mata curiga.

Pemimpin mereka, seorang pria gagah dengan janggut pendek, menatap Li Feng tajam.

"Kau yang mengalahkan Zhang Bao?" tanyanya, suaranya penuh wibawa.

Li Feng menelan ludah, lalu mengangguk pelan.

Pria itu mendekat. Ia menatap pemuda desa itu dari kepala hingga kaki, seolah menimbang sesuatu dalam pikirannya.

Kemudian, tiba-tiba saja, bibirnya melengkung membentuk senyum kecil.

"Menarik…" katanya lirih.

Ia melipat tangan di belakang punggungnya, lalu menatap Li Feng dalam-dalam sebelum berkata,

"Kaisar mungkin tertarik bertemu denganmu."

Apa yang dimaksud oleh prajurit itu? Bagaimana Kaisar bisa tertarik pada seorang pemuda tukang cuci piring? Dan apakah ini awal dari perubahan besar dalam hidup Li Feng?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 210 – Saat Legenda Menjadi Manusia

    Li Shen berdiri di samping sebuah makam yang terlupakan oleh waktu. Angin pegunungan yang sejuk berhembus melalui sela-sela pohon tua, membawa aroma tanah basah dan daun yang jatuh. Matahari baru saja tenggelam di balik puncak gunung, mewarnai langit dengan rona merah jingga yang perlahan meredup. Desanya yang kecil dan sunyi tampak begitu damai, meskipun ada sesuatu yang berat menggantung di udara. Di hadapannya, sebuah makam yang sederhana terukir dengan tulisan tua yang hampir pudar. Tak ada upacara, tak ada pengawalan. Tidak ada yang datang untuk memberi penghormatan, kecuali Li Shen. Ia mengubur sisa-sisa pedang yang dulu begitu terkenal—Pedang Naga Langit. Pedang yang tak hanya menjadi simbol kekuatan, tetapi juga kutukan yang menimpa banyak jiwa. Kini, pedang itu hancur menjadi debu, seperti harapan yang sudah lama sirna. “Begini akhirnya,” Li Shen berbisik pada dirinya sendiri, suara hatinya begitu tenang namun penuh beban. "Tak ada yang tahu. T

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 209 – Warisan yang Hidup dalam Jiwa

    Li Shen berdiri di tengah kehampaan yang dalam, menghadap Kaisar Tanpa Wajah yang kini hancur, hilang di udara yang rapuh. Sebuah kilatan terakhir pedang, sepotong debu yang melayang, dan suara angin yang membawa sisa-sisa keputusasaan. Dunia ini seolah menghela napas dalam diam, seakan-akan segala sesuatu berhenti bergerak sejenak. Tidak ada sorak sorai, tidak ada gemuruh, hanya kehampaan yang menggantung di antara mereka. Namun, meski Kaisar Tanpa Wajah telah lenyap, pedang yang digunakan Li Shen untuk menebasnya, hancur menjadi serpihan debu, tersebar di udara. Seperti sebuah takdir yang tak bisa dihindari, benda yang begitu kuat dan penuh sejarah itu sekarang hanya menjadi kenangan yang terbang dalam hembusan angin. Sungguh ironis, pikir Li Shen. Selama ini ia berjuang untuk mengekalkan keseimbangan, tetapi dengan setiap pedang yang diayunkan, ia juga menyentuh kehancuran. “Pedang ini…” Li Shen merasakan berat di hatinya. Ia menundukkan kepala, menc

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 208 – Pertarungan Tanpa Penonton

    Dunia terasa hening. Tidak ada suara gemuruh angin, tidak ada gerakan apapun. Di tengah kekosongan yang melingkupi mereka, hanya ada dua sosok yang berdiri saling berhadapan. Li Shen dan Kaisar Tanpa Wajah, dua entitas yang tak lagi sekedar manusia, bertempur di ruang yang tidak mengenal waktu, tempat yang seolah berada di antara dimensi, jauh dari segala bentuk kehidupan dan sorak-sorai. Di sini, tidak ada penonton, tidak ada penghormatan, hanya dua takdir yang akan bertubrukan. "Akankah kau menyerah?" Kaisar Tanpa Wajah bertanya, suaranya serak namun penuh kekuatan, menggema di seluruh ruang yang hampa. Tatapan matanya yang merah membara, tak ubahnya kobaran api yang siap melalap segala sesuatu di sekitarnya. "Takdirmu sudah jelas. Dunia ini sudah terkutuk sejak lama." Li Shen mengangkat pedangnya, Pedang Naga Langit, yang kini bersinar terang di tengah kegelapan. Pedang itu bukan sekedar senjata, tapi juga lambang dari harapan yang tak ingin padam. "

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 207 – Di Balik Gerbang Surga Ketiga

    Li Shen berdiri di hadapan Gerbang Surga Ketiga, sebuah pintu raksasa yang tertutup rapat, seakan menantang dunia untuk mengungkapkan rahasia-rahasia gelap yang tersembunyi di baliknya. Cahaya suram menerobos dari sela-sela batu besar, menggelapkan seluruh tempat di sekelilingnya. Pintu itu, meskipun tampak tidak bergerak, terasa seperti sesuatu yang hidup, mengamati setiap langkah Li Shen dengan mata tak tampak. "Apa yang akan kamu pilih, Shen?" Suara Li Feng berbisik dalam angin, begitu familiar, namun tetap penuh dengan keheningan yang mendalam. Li Shen bisa merasakan kehadiran guru lamanya, meskipun hanya dalam bentuk bisikan yang lemah. Li Shen menarik napas dalam-dalam, matanya terfokus pada gerbang yang tak tampak berujung itu. Ia tahu apa yang harus ia lakukan—tidak hanya untuk menyelamatkan para jiwa yang terperangkap di sana, tetapi juga untuk masa depannya sendiri. "Ini saatnya," gumamnya, hampir tidak terdengar oleh angin yang berdesir di se

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 206 – Bangkitnya Kaisar Tanpa Wajah

    Di tengah sunyi malam yang berat, langit di atas Istana Langit diselimuti oleh kabut hitam tebal yang menggerakkan udara dengan lembut, seakan menandakan hadirnya malapetaka. Li Shen, dengan langkah mantap dan pandangan tajam, menginjakkan kaki di ruang yang penuh dengan kekuatan gelap yang luar biasa. Di hadapannya berdiri sosok yang telah lama hilang—Tian Xuan Reinkarnasi, yang kini menyebut dirinya Kaisar Tanpa Wajah. Li Shen merasakan perubahan yang begitu nyata. Kehadiran Kaisar Tanpa Wajah ini tidak hanya menggetarkan dimensi, tetapi juga membuat jantungnya berdegup lebih cepat. “Kau… bukan Tian Xuan yang dulu aku kenal,” Li Shen bergumam, suaranya penuh kebingungan dan ketegasan. “Apa yang telah kau lakukan padamu sendiri?” Kaisar Tanpa Wajah itu tertawa rendah, suara tawa yang kosong dan penuh keputusasaan. “Aku adalah wajah dari kegelapan yang menyelimuti dunia ini. Aku adalah bayangan dari segala keinginan yang tak terpuaskan. Dunia ini tak ak

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 205 – Tiga Roh Pelindung Pedang

    Li Shen menatap matahari yang tenggelam di balik pegunungan, menciptakan rona keemasan yang mengalir di sepanjang lembah. Hening, seolah dunia ini sedang menanti. Di sekelilingnya, desiran angin berhembus pelan, membawa aroma tanah dan dedaunan yang basah. Ia merasa ada sesuatu yang berbeda. Sebuah kekuatan yang mengintai, namun tak terlihat, menggelayut di udara. "Li Shen," suara itu terdengar di telinganya, lembut dan dalam, seolah datang dari jauh. "Sudah waktunya." Ia menoleh. Di hadapannya, ada tiga sosok yang muncul dari kabut tipis yang tiba-tiba muncul, masing-masing memiliki aura yang tak bisa disangkal. Seperti bayangan, mereka berdiri dalam diam yang memikat. Bai Long, sang Naga Putih, adalah sosok pertama yang menyapanya. Dengan tubuh yang tinggi dan ramping, putih bersih seperti salju, ia memancarkan kekuatan yang begitu murni dan tak tergoyahkan. "Li Shen," kata Bai Long, suaranya sejuk namun penuh tekanan, "Kamu telah sampa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status