Home / Pendekar / PEDANG NAGA LANGIT / Bab 3 - Kedai Tianxiang

Share

Bab 3 - Kedai Tianxiang

Author: Andi Iwa
last update Last Updated: 2025-03-05 01:44:46

Malam itu, angin musim gugur berembus lembut di sepanjang jalanan ibu kota. Cahaya lentera berpendar keemasan, menerangi trotoar batu yang ramai oleh pedagang kaki lima dan pengunjung kedai. Li Feng berdiri di depan Kedai Tianxiang, sebuah bangunan dua lantai yang cukup besar, dengan aroma harum masakan yang menguar dari dapurnya. Ia menghela napas dalam-dalam sebelum melangkah masuk.

Di dalam, suasana penuh riuh rendah. Para pelanggan menikmati makanan mereka sambil bercakap-cakap, sementara pelayan berlalu-lalang membawa nampan penuh mangkuk dan teko arak. Seorang pria bertubuh kekar, dengan lengan tergulung dan celemek yang tampak kotor karena percikan minyak, menatap Li Feng dengan mata tajam.

"Kau siapa?" suara pria itu berat dan berwibawa.

Li Feng membungkuk dengan hormat. "Nama saya Li Feng. Saya datang untuk mencari pekerjaan."

Pria itu menyipitkan mata, mengamati pakaian Li Feng yang lusuh dan wajahnya yang terlihat lelah setelah perjalanan panjang. "Hah! Apa kau bisa bekerja keras? Kedai ini bukan tempat bagi orang yang malas."

"Saya bisa bekerja keras, Tuan. Berikan saya kesempatan," jawab Li Feng tanpa ragu.

Pria itu, yang ternyata adalah Bos Sun, pemilik Kedai Tianxiang, mendengus sebelum melambai pada seorang gadis yang berdiri tak jauh dari mereka. "Xiao Lan, bawa dia ke dapur. Ajari dia cara mencuci piring."

Xiao Lan, seorang gadis muda dengan rambut panjang diikat sederhana, melirik Li Feng dengan rasa ingin tahu sebelum mengangguk. "Baik, Bos."

Ia memberi isyarat agar Li Feng mengikutinya. Dapur kedai dipenuhi panas uap dan aroma bumbu yang tajam. Di satu sisi, seorang koki tengah mengaduk wajan besar, sementara pelayan lain sibuk memotong sayuran dan mengatur piring.

"Kau bisa mulai dari sini," kata Xiao Lan, menunjuk tumpukan piring kotor yang menggunung.

Li Feng menggulung lengan bajunya dan langsung bekerja. Tangannya bergerak cepat, mencuci dan membilas piring dengan cekatan. Meski airnya dingin dan sabun menusuk kulit, ia tidak mengeluh.

Setelah beberapa saat, Xiao Lan menyandarkan punggungnya ke meja dan memperhatikan pemuda itu. "Dari mana asalmu?"

"Desa Ping An," jawab Li Feng tanpa menoleh.

Xiao Lan mengerutkan kening. "Itu cukup jauh. Apa yang membawamu ke ibu kota?"

Li Feng berhenti sejenak, lalu melanjutkan pekerjaannya. "Aku ingin mengubah nasibku."

Mata Xiao Lan berbinar. Ia tersenyum samar. "Banyak orang datang ke ibu kota dengan harapan yang sama. Tapi kota ini keras, dan tidak semua orang berhasil."

Li Feng menatapnya dengan sorot mata penuh tekad. "Aku tidak punya pilihan selain berhasil."

Xiao Lan terdiam, memandang pemuda desa itu dengan perasaan campur aduk. Ia mengenali semangat yang sama dalam dirinya sendiri bertahun-tahun lalu.

Hari berlalu dengan cepat. Li Feng segera terbiasa dengan ritme kerja di kedai. Meski hanya seorang tukang cuci piring, ia tidak keberatan bekerja keras.

Namun, suatu malam, suasana kedai berubah drastis.

Seorang pria bertubuh tinggi dan kekar masuk ke dalam kedai dengan langkah berat. Wajahnya penuh luka, dan pakaiannya tampak berdebu. Semua orang menoleh saat ia melempar sekantong koin ke meja.

"Beri aku arak terbaik!" katanya dengan suara lantang.

Pelayan dengan cepat membawakan arak. Pria itu menuang isinya ke dalam mangkuk besar dan meneguknya dalam sekali teguk.

Bos Sun yang berdiri di sudut kedai menyipitkan mata. Ia mengenali pria itu—Hu Lang, seorang pendekar bayaran yang terkenal suka membuat keributan.

Hu Lang menyeringai, lalu menatap sekeliling. "Kedai ini terlalu sepi! Bagaimana kalau kita buat sedikit hiburan?"

Ia tiba-tiba menarik pelayan yang lewat dan mencengkeram lengannya. "Kenapa kau tidak menemaniku minum?"

Pelayan itu, seorang gadis muda, ketakutan dan berusaha menarik lengannya. "Tuan, saya hanya pelayan, saya—"

"Jangan menolak!" Hu Lang menariknya lebih keras.

Para pelanggan mulai berbisik-bisik, tetapi tidak ada yang berani menantang Hu Lang.

Li Feng yang sedang membersihkan meja melihat kejadian itu dan mengepalkan tangan. Ia maju beberapa langkah, berdiri di antara Hu Lang dan gadis itu.

"Lepaskan dia," ucapnya dengan tenang.

Hu Lang menatap Li Feng, lalu tertawa keras. "Kau ini siapa? Berani-beraninya menggangguku?"

Li Feng tetap teguh. "Kedai ini bukan tempat untuk membuat masalah."

Mata Hu Lang menyipit. Ia melepaskan lengan pelayan itu, tetapi kemudian meninju ke arah Li Feng.

Tanpa berpikir panjang, Li Feng mengangkat tangannya dan menangkis pukulan itu. Ia tidak tahu dari mana refleksnya berasal, tetapi dalam sekejap, ia merasakan tubuhnya bergerak dengan kelincahan yang mengejutkan.

Sebuah dorongan kuat keluar dari tangannya, dan sebelum Hu Lang menyadarinya, tubuhnya terhempas ke belakang, menabrak meja dan membuat pecahan mangkuk berjatuhan ke lantai.

Kedai terdiam.

Semua orang menatap Li Feng dengan takjub.

Bos Sun mendekat, matanya menyipit penuh perhatian. "Nak... dari mana kau belajar bela diri?"

Li Feng sendiri terkejut. Ia tidak pernah secara resmi belajar bela diri, tetapi tubuhnya bereaksi begitu alami.

Hu Lang bangkit dengan wajah merah padam. "Bocah sialan! Berani-beraninya kau mempermalukanku?"

Ia menghunus pedangnya.

Li Feng merasakan bahaya yang nyata. Tetapi sebelum Hu Lang bisa menyerangnya, suara berat terdengar dari pintu.

"Cukup."

Seorang pria berpakaian baja masuk. Di dadanya tersemat lambang kekaisaran.

Prajurit Kekaisaran.

Semua orang langsung menundukkan kepala.

Prajurit itu berjalan mendekati Hu Lang dengan ekspresi dingin. "Hu Lang, kau dicari karena kejahatanmu. Ikutlah dengan kami, atau kami akan menangkapmu dengan paksa."

Hu Lang mendecak kesal. Ia tahu tidak ada gunanya melawan. Dengan tatapan penuh kebencian, ia menatap Li Feng sebelum meludah ke lantai. "Kita akan bertemu lagi, bocah."

Para prajurit menyeretnya keluar dari kedai.

Begitu mereka pergi, suasana kedai kembali berangsur normal. Tetapi mata semua orang kini tertuju pada Li Feng.

Bos Sun menatapnya lama, lalu tiba-tiba tertawa. "Aku tidak tahu kalau kau bisa bertarung, Nak!"

Li Feng tersenyum canggung.

Tetapi di sudut ruangan, seseorang diam-diam memperhatikan.

Seorang pria berpakaian sederhana, tetapi dengan mata tajam seperti elang. Ia menyesap tehnya perlahan, lalu meletakkan cangkirnya.

"Menarik..." bisiknya.

Tanpa diketahui Li Feng, malam itu bukan hanya awal dari pekerjaannya di Kedai Tianxiang—tetapi juga awal dari sesuatu yang lebih besar.

Malam itu, ketika Li Feng kembali ke dapur untuk menyelesaikan pekerjaannya, Xiao Lan mendekatinya dengan ekspresi serius.

"Kau tahu siapa pria yang tadi memperhatikanmu?"

Li Feng menggeleng.

Xiao Lan menelan ludah, suaranya lirih.

"Dia adalah utusan dari istana. Dan aku pikir... dia tertarik padamu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
mulai menarik
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 210 – Saat Legenda Menjadi Manusia

    Li Shen berdiri di samping sebuah makam yang terlupakan oleh waktu. Angin pegunungan yang sejuk berhembus melalui sela-sela pohon tua, membawa aroma tanah basah dan daun yang jatuh. Matahari baru saja tenggelam di balik puncak gunung, mewarnai langit dengan rona merah jingga yang perlahan meredup. Desanya yang kecil dan sunyi tampak begitu damai, meskipun ada sesuatu yang berat menggantung di udara. Di hadapannya, sebuah makam yang sederhana terukir dengan tulisan tua yang hampir pudar. Tak ada upacara, tak ada pengawalan. Tidak ada yang datang untuk memberi penghormatan, kecuali Li Shen. Ia mengubur sisa-sisa pedang yang dulu begitu terkenal—Pedang Naga Langit. Pedang yang tak hanya menjadi simbol kekuatan, tetapi juga kutukan yang menimpa banyak jiwa. Kini, pedang itu hancur menjadi debu, seperti harapan yang sudah lama sirna. “Begini akhirnya,” Li Shen berbisik pada dirinya sendiri, suara hatinya begitu tenang namun penuh beban. "Tak ada yang tahu. T

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 209 – Warisan yang Hidup dalam Jiwa

    Li Shen berdiri di tengah kehampaan yang dalam, menghadap Kaisar Tanpa Wajah yang kini hancur, hilang di udara yang rapuh. Sebuah kilatan terakhir pedang, sepotong debu yang melayang, dan suara angin yang membawa sisa-sisa keputusasaan. Dunia ini seolah menghela napas dalam diam, seakan-akan segala sesuatu berhenti bergerak sejenak. Tidak ada sorak sorai, tidak ada gemuruh, hanya kehampaan yang menggantung di antara mereka. Namun, meski Kaisar Tanpa Wajah telah lenyap, pedang yang digunakan Li Shen untuk menebasnya, hancur menjadi serpihan debu, tersebar di udara. Seperti sebuah takdir yang tak bisa dihindari, benda yang begitu kuat dan penuh sejarah itu sekarang hanya menjadi kenangan yang terbang dalam hembusan angin. Sungguh ironis, pikir Li Shen. Selama ini ia berjuang untuk mengekalkan keseimbangan, tetapi dengan setiap pedang yang diayunkan, ia juga menyentuh kehancuran. “Pedang ini…” Li Shen merasakan berat di hatinya. Ia menundukkan kepala, menc

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 208 – Pertarungan Tanpa Penonton

    Dunia terasa hening. Tidak ada suara gemuruh angin, tidak ada gerakan apapun. Di tengah kekosongan yang melingkupi mereka, hanya ada dua sosok yang berdiri saling berhadapan. Li Shen dan Kaisar Tanpa Wajah, dua entitas yang tak lagi sekedar manusia, bertempur di ruang yang tidak mengenal waktu, tempat yang seolah berada di antara dimensi, jauh dari segala bentuk kehidupan dan sorak-sorai. Di sini, tidak ada penonton, tidak ada penghormatan, hanya dua takdir yang akan bertubrukan. "Akankah kau menyerah?" Kaisar Tanpa Wajah bertanya, suaranya serak namun penuh kekuatan, menggema di seluruh ruang yang hampa. Tatapan matanya yang merah membara, tak ubahnya kobaran api yang siap melalap segala sesuatu di sekitarnya. "Takdirmu sudah jelas. Dunia ini sudah terkutuk sejak lama." Li Shen mengangkat pedangnya, Pedang Naga Langit, yang kini bersinar terang di tengah kegelapan. Pedang itu bukan sekedar senjata, tapi juga lambang dari harapan yang tak ingin padam. "

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 207 – Di Balik Gerbang Surga Ketiga

    Li Shen berdiri di hadapan Gerbang Surga Ketiga, sebuah pintu raksasa yang tertutup rapat, seakan menantang dunia untuk mengungkapkan rahasia-rahasia gelap yang tersembunyi di baliknya. Cahaya suram menerobos dari sela-sela batu besar, menggelapkan seluruh tempat di sekelilingnya. Pintu itu, meskipun tampak tidak bergerak, terasa seperti sesuatu yang hidup, mengamati setiap langkah Li Shen dengan mata tak tampak. "Apa yang akan kamu pilih, Shen?" Suara Li Feng berbisik dalam angin, begitu familiar, namun tetap penuh dengan keheningan yang mendalam. Li Shen bisa merasakan kehadiran guru lamanya, meskipun hanya dalam bentuk bisikan yang lemah. Li Shen menarik napas dalam-dalam, matanya terfokus pada gerbang yang tak tampak berujung itu. Ia tahu apa yang harus ia lakukan—tidak hanya untuk menyelamatkan para jiwa yang terperangkap di sana, tetapi juga untuk masa depannya sendiri. "Ini saatnya," gumamnya, hampir tidak terdengar oleh angin yang berdesir di se

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 206 – Bangkitnya Kaisar Tanpa Wajah

    Di tengah sunyi malam yang berat, langit di atas Istana Langit diselimuti oleh kabut hitam tebal yang menggerakkan udara dengan lembut, seakan menandakan hadirnya malapetaka. Li Shen, dengan langkah mantap dan pandangan tajam, menginjakkan kaki di ruang yang penuh dengan kekuatan gelap yang luar biasa. Di hadapannya berdiri sosok yang telah lama hilang—Tian Xuan Reinkarnasi, yang kini menyebut dirinya Kaisar Tanpa Wajah. Li Shen merasakan perubahan yang begitu nyata. Kehadiran Kaisar Tanpa Wajah ini tidak hanya menggetarkan dimensi, tetapi juga membuat jantungnya berdegup lebih cepat. “Kau… bukan Tian Xuan yang dulu aku kenal,” Li Shen bergumam, suaranya penuh kebingungan dan ketegasan. “Apa yang telah kau lakukan padamu sendiri?” Kaisar Tanpa Wajah itu tertawa rendah, suara tawa yang kosong dan penuh keputusasaan. “Aku adalah wajah dari kegelapan yang menyelimuti dunia ini. Aku adalah bayangan dari segala keinginan yang tak terpuaskan. Dunia ini tak ak

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 205 – Tiga Roh Pelindung Pedang

    Li Shen menatap matahari yang tenggelam di balik pegunungan, menciptakan rona keemasan yang mengalir di sepanjang lembah. Hening, seolah dunia ini sedang menanti. Di sekelilingnya, desiran angin berhembus pelan, membawa aroma tanah dan dedaunan yang basah. Ia merasa ada sesuatu yang berbeda. Sebuah kekuatan yang mengintai, namun tak terlihat, menggelayut di udara. "Li Shen," suara itu terdengar di telinganya, lembut dan dalam, seolah datang dari jauh. "Sudah waktunya." Ia menoleh. Di hadapannya, ada tiga sosok yang muncul dari kabut tipis yang tiba-tiba muncul, masing-masing memiliki aura yang tak bisa disangkal. Seperti bayangan, mereka berdiri dalam diam yang memikat. Bai Long, sang Naga Putih, adalah sosok pertama yang menyapanya. Dengan tubuh yang tinggi dan ramping, putih bersih seperti salju, ia memancarkan kekuatan yang begitu murni dan tak tergoyahkan. "Li Shen," kata Bai Long, suaranya sejuk namun penuh tekanan, "Kamu telah sampa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status