Beranda / Pendekar / PEDANG NAGA LANGIT / Bab 88 – Musuh yang Lebih Kuat

Share

Bab 88 – Musuh yang Lebih Kuat

Penulis: Andi Iwa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-13 08:30:41

“Langit memerah. Bukan karena senja, tapi darah yang tumpah.”

“Hyaaaahh!”

Li Feng menerjang ke depan, Pedang Naga Langit menari di tangannya. Debu beterbangan, jeritan prajurit terdengar bersahutan. Di sisi timur dataran terbuka dekat perbatasan, pasukan Kekaisaran bentrok hebat dengan pasukan negeri seberang—Negeri Xirong.

“Li Feng! Mereka memukul dari arah kiri!” teriak Letnan Hu dengan napas tersengal.

“Bertahan! Jangan biarkan mereka menembus garis pertama!” balas Li Feng sambil menangkis satu tombak yang nyaris menusuk lehernya.

Duar!

Ledakan dari panah api menghantam kereta suplai. Api menjilat tinggi, membakar tubuh-tubuh tak bernyawa yang belum sempat diangkat. Bau daging terbakar menyusup ke hidung, membuat perut para prajurit mual.

“Arghh!” Seorang serdadu muda tumbang tepat di depan Li Feng. “Jenderal... aku... aku ingin pulang...”

Li Feng menggertakkan gigin
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 89 – Pertarungan di Lautan Api

    “Haahh… haahh…!” Napas Li Feng memburu. Bajunya robek, kulitnya hangus di beberapa tempat, dan darah menetes dari sudut bibirnya. Langit di atasnya hitam pekat, bukan karena malam, tapi karena asap yang membumbung tinggi dari benteng kayu yang terbakar hebat. Benteng Pingyuan. Api berkobar ke segala arah. "Gila... ini neraka," desisnya. “Li Feng! Ke kiri!” teriak Putri Ling’er dari balik reruntuhan. Brak! Sebuah balok terbakar jatuh hanya beberapa jengkal dari tempat Li Feng berdiri. Panasnya menyengat kulit, membuat keringatnya mendidih di atas luka-luka terbuka. Dan di tengah kobaran api itu… berdiri sosok tinggi besar, tubuhnya dilapisi baju perang kehitaman, dan tatapannya tajam bagaikan pisau. Jenderal Raksasa dari Negeri Timur: Wei Long. Musuh baru yang bahkan lebih mengerikan dari Jenderal Zhao. "Aku sudah dengar tentangmu, Li F

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-14
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 90: Sekutu Tak Terduga

    "Apa ini… neraka?" gumam Li Feng, suara seraknya tenggelam di antara asap hitam dan nyala api yang masih berkobar.Udara masih berbau daging terbakar. Tanah di bawahnya retak-retak, basah oleh darah dan air hujan yang baru saja reda. Sisa-sisa benteng kayu yang terbakar menjadi puing-puing hitam yang berserakan. Pasukan dari negeri seberang telah dipukul mundur. Tapi harga yang dibayar… ah, terlalu mahal.Li Feng berdiri tertatih di atas reruntuhan menara pengawas, tubuhnya penuh luka. Bajunya robek di banyak tempat, dan di baliknya, kulitnya memar, berdarah, dan kotor. Pedang Naga Langit di tangannya… nyaris tidak bercahaya. Tenaganya hampir habis. Tapi lebih dari itu—jiwanya terkuras."Jenderal Li! Anda tak apa-apa?" seruan seorang prajurit membuatnya menoleh. Suaranya lemah, tapi cukup untuk membuatnya sadar bahwa ia belum sendirian. Masih ada yang selamat. Masih ada yang menggantungkan harapan padanya."Ang… angkat yang terluka! Jangan biarkan

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-14
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 91 – Perang yang Semakin Meluas

    Hening. Itulah yang pertama kali dirasakan Li Feng saat menatap hamparan tanah luas di perbatasan selatan Kekaisaran. Tapi di balik keheningan itu… ah, jantungnya berdetak lebih cepat. Bukan karena angin musim semi yang mengalir dari pegunungan, tapi karena ia tahu—ini hanya ketenangan sebelum badai. “Li Feng,” suara berat itu datang dari sosok bertopeng yang berdiri di sampingnya, pendekar misterius dari negeri seberang yang kemarin malam menyatakan diri sebagai sekutu. “Ya?” Li Feng tak menoleh, tatapannya masih terpaku ke garis cakrawala. Kabut tipis mulai turun, menyelimuti tanah yang akan segera dipenuhi darah. “Pasukan utama dari Kerajaan Timur Laut telah bergerak. Mereka tidak hanya datang untuk mengambil perbatasan. Mereka ingin menaklukkan seluruh kekaisaranmu.” Hah! Li Feng menghela napas. “Kuharap kau bergurau.” “Sayangnya tidak.” Diam. Tak ada suara lagi selain deru a

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-15
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 92 – Kembali ke Kedai Tianxiang

    “Li Feng! Tunggu—!” Suara teriakan itu tertinggal jauh di belakang, tersapu angin malam yang menggigit. Langkah-langkah kuda memacu deras di jalanan berbatu, membelah kabut tipis yang menyelimuti perbukitan selatan kekaisaran. Di bawah cahaya bulan separuh, wajah Li Feng terlihat letih, mata penuh bayang-bayang kenangan. Tangannya menggenggam erat tali kekang, seolah jika ia melepaskannya, maka seluruh ingatan tentang siapa dirinya akan ikut tercerai-berai. “Haah… haah…” napasnya berat, bukan karena kelelahan fisik, tetapi karena beban yang tak kasatmata. Perang telah meledak ke segala penjuru, dan meski kemenangannya di beberapa medan telah menjadi buah bibir para jenderal, hatinya justru makin terasa hampa. "Aku… harus kembali," gumamnya lirih, seperti mengingatkan diri sendiri. "Kembali ke tempat semuanya dimulai…" Tiga hari perjalanan, dan akhirnya ia tiba di gerbang kota tua itu. Tianxiang.

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-15
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 93: Misi Rahasia Kaisar

    Angin malam menyapu lembut daun-daun plum di halaman belakang Kedai Tianxiang. Aroma wangi dari sup rebusan khas musim gugur perlahan menguar dari dapur, bercampur dengan bayang-bayang nostalgia yang belum usai. Li Feng berdiri diam di bawah pohon tua itu—tempat ia dulu sering duduk diam sambil mencuci piring dan mendengarkan nyanyian kecil Xiao Lan. “Ah…” napasnya mengembus lirih. “Sudah sejauh ini aku melangkah.” Langkah kaki ringan terdengar mendekat. Xiao Lan datang membawa secangkir teh panas, matanya lembut seperti biasanya. Tapi ada sesuatu yang berbeda malam ini. Matanya, meski tersenyum, menyembunyikan kekhawatiran yang dalam. “Kau kembali untuk tinggal?” tanyanya pelan. Li Feng menatap teh itu sejenak, lalu menggeleng. “Tidak. Hanya... ingin mengingat.” Ia menatap meja kayu tempat pertama kali ia duduk sebagai pelayan. “Tempat ini… seperti akar. Aku tak bisa mencabutnya dari hatiku.” Sebelum Xiao La

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-16
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 94 - Peta Harta Karun Kekaisaran

    Angin malam meniupkan udara dingin ke sela-sela jubah Li Feng. Ia berdiri di balkon belakang istana, memandangi langit malam yang diselimuti awan tipis. Di tangannya, selembar perkamen kuno tergenggam erat—peta yang baru saja diserahkan oleh Kaisar sendiri. Peta Harta Karun Kekaisaran. “Ini… sungguh tak masuk akal,” gumam Li Feng sambil menatap lekuk-lekuk gambar yang sudah nyaris pudar. Di dalam ruang rahasia istana, Kaisar telah memanggilnya secara pribadi. Tak ada saksi. Tak ada pengawal. Hanya suara pelan Kaisar dan tatapan matanya yang seakan penuh beban bertahun-tahun. “Li Feng… ini bukan sekadar misi. Ini adalah takdir yang diwariskan dari generasi ke generasi. Di ujung utara kekaisaran, tersembunyi senjata yang bahkan Pedang Naga Langit tak mampu menandingi. Tapi untuk menemukannya… kau harus membaca peta ini dengan hati, bukan hanya mata.” Dan kini, ia memegang warisan itu. Tapi—hah—apa benar ia siap menanggung beb

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-16
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 95 - Pengejaran di Pegunungan Salju

    Angin menggigit menusuk kulit, mencambuk wajah seperti cambuk tak kasat mata yang kejam. Salju turun tiada henti, memburamkan pandangan dan menutupi jejak langkah siapa pun yang berani melintasi Pegunungan Salju Beiwan. Di sinilah Li Feng berlari. Napasnya membeku, tubuhnya dilumuri darah beku dan keringat dingin. Di tangan kirinya tergenggam erat peta kuno yang kini basah oleh salju, dan di tangan kanannya... ya, Pedang Naga Langit yang tak pernah benar-benar diam. "Hah... hah... Astaga... apakah mereka tidak akan berhenti memburuku?!" desah Li Feng, matanya memelototi lereng putih di belakangnya. Dari kejauhan, suara kaki kuda menginjak salju bergema seperti genderang perang. Pasukan negeri seberang, berjumlah puluhan, mengejar tanpa henti. Mereka telah mengetahui bahwa Li Feng memegang peta menuju salah satu senjata legendaris Kekaisaran — Tombak Awan Emas. Senjata yang, jika digabungkan dengan Pedang Naga Langit, akan membentuk kekuatan yang cukup u

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-17
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 96 - Bentrokan dengan Klan Rahasia

    Salju masih turun deras, menutupi jejak kaki yang memanjang di antara tebing-tebing tajam Pegunungan Salju Utara. Nafas Li Feng mengepul di udara dingin, matanya menyipit menatap gerbang batu raksasa yang berdiri sunyi di tengah kabut. "Huh... jadi ini tempatnya," gumamnya pelan, menggenggam erat peta lusuh di tangannya. Garis-garis kasar di peta itu mengarah tepat ke gerbang batu yang tertutup ukiran naga bersisik perak. Tak salah lagi—di balik gerbang itu tersembunyi senjata legendaris yang selama ini dicarinya. Tapi... ada yang aneh. "Kenapa... terasa seperti sedang diawasi?" bisiknya, tengkuknya meremang. Tiba-tiba— "WUSHH!" Anak panah melesat, nyaris menghantam pundaknya! Li Feng berguling ke samping, lalu mencabut pedangnya. "Siapa di sana?! Tunjukkan dirimu!" Tak ada jawaban. Tapi dari balik kabut, siluet-siluet muncul perlahan—tubuh-tubuh berjubah hitam dengan simbol naga

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-17

Bab terbaru

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 140 – Saudara dari Dunia Lain

    Li Feng terengah-engah, napasnya terputus-putus, matanya terbelalak seiring dengan pelan terbukanya rahasia yang paling kelam dari pertempuran yang tak kunjung berakhir. Di hadapannya, Jenderal Bayangan, musuh yang selama ini mengancam kehidupannya, berdiri tegak. Wajah yang terungkap setelah topeng itu terkelupas, membuat dunia terasa berputar. Ternyata, wajah yang tertangkap oleh matanya adalah wajahnya sendiri. Li Feng mengusap wajahnya dengan tangan yang gemetar, seolah mencari pegangan. Tetapi, betapa pun ia mencoba untuk menegaskan apa yang dilihatnya, kenyataan itu tetap mengguncang jiwanya. Apa yang baru saja terjadi? Jenderal Bayangan, pria yang telah mengorbankan begitu banyak dalam peperangan ini, ternyata… sama seperti dirinya. "B-Bukan mungkin," Li Feng bergumam pada dirinya sendiri. Tangan yang memegang Pedang Naga Langit terasa lebih berat dari biasanya. Ia hampir tidak bisa mengendalikan pikirannya yang berkecamuk, yang se

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 139 – Topeng Jenderal Bayangan

    Li Feng berdiri dengan napas terengah-engah di tengah medan perang yang terbakar. Api masih menyala di sekelilingnya, melahap sisa-sisa pasukan yang kalah dan menimbulkan asap pekat yang mengaburkan pandangan. Namun, segala kekacauan ini tidak lagi menghalangi pandangannya. Semua perhatiannya tertuju pada satu sosok, yang berdiri di hadapannya, seperti bayangan yang tak bisa disentuh oleh api. Jenderal Bayangan. “Ha!” Li Feng mengangkat Pedang Naga Langit, menghunusnya ke udara. Setiap kilatan pedang itu menciptakan cahaya yang bersinar lebih terang dari api yang menghanguskan tanah. Di hadapannya, Jenderal Bayangan berdiri dengan tenang, matanya yang tersembunyi di balik topeng perak memancarkan aura dingin, tak bisa dibaca. “Mereka bilang kau tak akan bisa menembus pertahananku,” kata Jenderal Bayangan dengan suara serak yang menggema di telinga Li Feng. “Namun kau terus datang. Keterampilanmu memang luar biasa, tetapi kau belum cukup kuat.”

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 138 – Jebakan Api dari Langit

    Lembah Tujuh Langit telah menjadi saksi bisu dari ribuan pertarungan legendaris. Terkubur dalam sejarah panjang yang berabad-abad, tempat ini terkenal sebagai medan yang hanya bisa ditaklukkan oleh mereka yang benar-benar memiliki jiwa seorang pendekar. Namun, saat ini, tanah yang dipenuhi dengan aura kekuatan tersebut terasa semakin sunyi dan mencekam. Hanya ada dua pasukan yang mengisi kesunyian itu, satu pasukan yang terdesak, dan satu lagi yang datang dengan harapan untuk merenggut kehidupan mereka. Li Feng berdiri di bibir jurang yang menatap lembah yang terhampar luas di bawah kakinya. Hanya ada tiga ribu prajurit yang tersisa di pihaknya—pasukan yang tersisa setelah bertahan melawan serangan pasukan Shen Lu yang tak kenal ampun. Angin malam yang dingin berdesir melalui rambutnya, menciptakan ketenangan yang seolah bertentangan dengan pertempuran yang sudah di depan mata. “Bai,” panggilnya, suaranya sedikit tercekat, “Apakah kau yakin ini satu-satunya cara?”

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 137 – Satu Pasukan Terakhir

    Lembah Tujuh Langit—tempat yang dikenal sebagai tanah suci bagi para pendekar sejati—menjadi saksi dari perjuangan yang semakin mendekati garis akhir. Di sini, Li Feng berdiri tegak di samping Jenderal Bai, memandang lurus ke depan dengan tatapan tajam yang tak terhalang. Di belakang mereka, tiga ribu pasukan yang tersisa, masing-masing dengan wajah yang penuh keteguhan, namun tak bisa menutupi ketegangan yang terasa di udara. "Jenderal Bai," suara Li Feng menggema di antara batu-batu besar yang mengelilingi lembah. "Ini adalah satu-satunya tempat di mana kita bisa bertahan." Jenderal Bai mengangguk perlahan, meski raut wajahnya penuh kerut mendalam, seolah beban sejarah masa lalunya kembali menghantui setiap langkah yang ia ambil. "Tujuh Langit... tempat ini menyimpan banyak rahasia," jawabnya, suaranya serak. "Dan aku tidak yakin kita akan keluar dari sini hidup-hidup." Li Feng merasakan beratnya kata-kata itu, namun ia tahu bahwa pilih

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 136 – Pertarungan Jiwa Jenderal Bai

    Li Feng berdiri tegap di hadapan gua yang gelap. Udara di sekitar Padang Asin ini terasa lebih berat dari biasanya. Angin yang seharusnya menyegarkan malah menambah kesan angker, menggulung sepi yang semakin menyesakkan. Pikirannya berkelana, meraba ke segala arah, berusaha menyusun kata-kata yang tepat untuk menyentuh hati seorang pria yang telah terasing begitu lama—Jenderal Bai. Dia adalah satu-satunya orang yang bisa mengubah arah pertempuran yang akan datang. Bai, yang dulu dikenal sebagai Jenderal Perang terkuat, kini tinggal bayangannya sendiri, seolah terlupakan oleh dunia. Namun, ada satu hal yang Li Feng tahu pasti: hanya Bai yang bisa menghentikan pasukan Shen Lu yang datang bagaikan badai, menggulung semua yang ada di hadapannya. Li Feng melangkah memasuki gua, diikuti oleh Putri Ling’er yang setia. Setiap langkahnya terasa semakin berat. Mereka mendekati tempat di mana Bai mengasingkan diri, tempat di mana dia memilih untuk melupakan semua

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 135: Jenderal yang Terlupakan

    Li Feng menatap horizon dengan pandangan kosong. Langit yang kelabu, penuh dengan awan mendung, seakan menggambarkan beratnya perjalanan yang harus dilalui. Di depan matanya, medan perang semakin mendekat, dan Shen Lu dengan pasukannya yang tak terhentikan hampir mencapai gerbang ibu kota. Namun, Li Feng tahu bahwa ada satu harapan terakhir yang bisa mencegah kehancuran. “Jenderal Bai... di mana dia?” pikirnya, menggenggam erat Pedang Naga Langit yang ada di tangannya. Pedang itu masih terbalut energi gelap yang terus-menerus mengalir ke dalam tubuhnya, mengingatkannya akan kutukan yang kerap mengganggu. Namun, ia sudah terbiasa dengan rasa sakit itu—lebih baik rasa sakit itu daripada kehilangan segalanya. Dari dalam kedalamannya, suara Putri Ling’er terngiang, mengingatkannya pada kata-kata terakhir mereka sebelum berpisah. “Kamu bisa menghadapinya, Li Feng. Tak peduli betapa beratnya jalan ini, kamu harus menemukan jalan keluarnya. Jangan biarkan peda

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 134 – Surat Wasiat yang Tertinggal

    Angin malam berdesir di antara pilar-pilar Istana Selatan, membawa aroma darah yang masih hangat. Li Feng berdiri mematung. Di hadapannya, tubuh Perdana Menteri Gao tergeletak tak bernyawa, darah mengalir perlahan dari luka di lehernya — merah pekat di atas lantai batu putih yang bersih. "Guru..." gumamnya lirih, hampir seperti bisikan yang hilang tertiup angin. Ia mengepalkan tinjunya, gemetar. "Mengapa harus begini...?!" Di tangan Gao yang membeku, sebuah gulungan kecil tampak tersembunyi, hampir terlewatkan jika Li Feng tidak memperhatikannya dengan saksama. Dengan langkah berat, seolah setiap gerakan menambah beban di pundaknya, ia berlutut dan mengambil gulungan itu. Kulitnya sudah rapuh, nyaris retak di setiap sudutnya, seperti usianya yang sudah terlalu tua untuk membawa rahasia besar. Li Feng menarik napas dalam-dalam. Srek! Ia membuka gulungan itu perlahan, takut bahwa sedikit saja kecerobohan akan m

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 133 – Kesetiaan yang Palsu

    Langkah-langkah itu terdengar menggema di lorong panjang Istana Timur, seirama dengan detak jantung Li Feng yang berdentam di telinganya. “Hah... hah...” Napasnya berat, tapi matanya tetap tajam, menusuk kegelapan seperti pedang yang terhunus. Bayangan Perdana Menteri Gao sudah tampak di depan. Tubuh tua itu berdiri tenang, seolah-olah telah menunggunya sejak lama. Sebuah senyum getir melintas di wajah keriput itu, penuh kelelahan... dan penyesalan. "Li Feng..." Gao mengangguk pelan, suaranya serak. "Akhirnya kau datang." Li Feng berhenti beberapa langkah di depannya. Tangannya mengepal kuat di sisi tubuhnya. "Mengapa, Guru...?" suaranya pecah, setengah berteriak, setengah memohon. "Mengapa Anda... Anda yang dulu mengajarkan saya tentang kehormatan, tentang kesetiaan pada negeri ini... malah berkhianat?!" Perdana Menteri Gao menghela napas panjang. "Kesetiaan?" Ia terkekeh pahit. "Apa itu kesetiaan, anak muda? Pada siapa ka

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 132 – Jejak Pengkhianat di Istana

    Malam itu, langit di atas ibu kota menggantung berat, seolah menahan ribuan jeritan yang tak pernah diucapkan. Kabut tipis menyelimuti jalan-jalan batu, membuat istana megah di kejauhan tampak seperti bayangan raksasa yang menyamar di balik dunia nyata. Li Feng menarik napas dalam-dalam. Sial… pikirnya. Setiap langkah yang ia ambil di atas tanah kekaisaran kini terasa seperti berjalan di atas pecahan kaca. Tidak ada lagi tempat yang aman. Tidak ada lagi wajah yang bisa dipercayai. "Kau yakin mau melakukan ini?" suara Mei Yue, pelan seperti desir angin, membelah kebisuan malam. Li Feng menoleh. Mata perempuan itu bersinar dalam temaram lentera jauh di belakang mereka. Ada ketegangan, ada keraguan. Tapi yang paling kuat… ada ketakutan. Bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuknya — untuk Li Feng. "Huh," Li Feng mendengus, setengah tersenyum getir. "Kalau bukan aku, siapa lagi?" Tanpa menunggu jawaban, ia melangka

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status