Share

BAB 3. MENGINTAI

Pagi hari seperti biasanya sebelum berangkat ke tempat kerja, aku mengantar Clarissa ke sekolah terlebih dahulu.

Setelah Clarissa masuk kelas, gegas aku berangkat menuju sekolah tempatku mengajar. Hari ini aku mengisi dua kelas, masing-masing dua jam mata pelajaran.

Tadi pagi sebelum berangkat, aku sudah menelepon Mita dan minta tolong untuk menjaga Clarissa lebih lama dari biasanya. Aku mengatakan kalau hari ini aku akan pulang terlambat, karena sedang ada urusan. Tentu saja Mita tidak keberatan untuk menjaga Clarissa. Dia juga tidak banyak bertanya tentang urusanku. Mita memang adik yang pengertian dan bisa diandalkan.

Jam 12.10 wib setelah menyelesaikan semua pekerjaan, aku langsung mengendarai motor menuju Jakarta. Rencananya hari ini aku akan mulai menyelidiki Mas Haris. Aku akan mengintai Mas Haris di tempat kerjanya.

Perjalanan Bekasi-Jakarta cukup melelahkan, apa lagi hari ini sangat panas. Tapi itu semua tidak membuatku mengurungkan niat untuk mendatangi kantor Mas Haris. Aku harus mencari tahu, mungkin saja pulang kerja Mas Haris akan menemui seseorang atau pergi ke suatu tempat.

Jam 13.25 wib akhirnya aku sampai di kantor Mas Haris. Aku langsung mencari tempat untuk istirahat, sekaligus makan siang karena aku belum makan. Selesai makan siang, lalu aku mencari masjid terdekat untuk menunaikan kewajiban. Setelahnya aku kembali lagi ke restoran tempatku makan siang tadi.

Cukup lama aku duduk menunggu Mas Haris pulang dan keluar dari kantornya. Bahkan aku sudah menghabiskan beberapa gelas minuman dan juga cemilan.

Akhirnya tepat jam 17.00 wib aku melihat Mas Haris keluar dari kantornya. Dia langsung berjalan menuju mobil di parkiran. Aku pun lekas memanggil pelayan restoran dan membayar makanan dan minuman yang kupesan. Kemudian aku bersiap untuk membuntuti Mas Haris. Tak lupa aku menggunakan kacamata hitam, masker, dan juga jaket.

Mobil Mas Haris mulai meninggalkan area perkantoran, aku menunggu beberapa saat terlebih dahulu sebelum akhirnya memacu motor mengikuti mobil Mas Haris. Aku sengaja tidak terlalu dekat supaya Mas Haris tidak melihatku. Ada rasa berdebar karena ini pertama kalinya aku mengikuti suamiku.

Mobil terus melaju dan aku sangat mengenali jalan yang dilalui oleh Mas Haris. Ini adalah jalan pulang menuju rumah mertuaku. Sejenak aku berpikir ternyata tidak ada yang mencurigakan, Mas Haris ternyata langsung pulang ke rumah.

Tapi tidak lama, aku melihat mobil Mas Haris berhenti di sebuah toko kue. Terlihat Mas Haris keluar dari mobilnya, kemudian dia masuk ke dalam toko kue itu. Aku pun berhenti dan mengawasi dari jauh. Tak lama, aku melihat Mas Haris keluar dari toko kue, tangannya menenteng dua plastik besar. Kemudian dia masuk mobil dan melanjutkan perjalanan. Aku pun kembali mengikuti mobil Mas Haris.

Sekitar 30 menit akhirnya mobil Mas Haris sampai di rumah ibunya. Mas Haris turun dari mobil, lalu masuk ke dalam rumah. Aku menepikan motor di depan sebuah warung tidak jauh dari rumah mertuaku. Lalu aku membeli minuman dan duduk di bangku depan warung. Aku masih akan mengawasi Mas Haris dari sini, barangkali setelah ini dia akan keluar dan pergi ke suatu tempat.

Setengah jam sudah berlalu, tapi tidak ada tanda-tanda Mas Haris akan keluar dari dalam rumah. Aku sedikit kecewa karena tak mendapat bukti apapun. Akhirnya aku memutuskan untuk pulang saja, karena sebentar lagi adzan Maghrib akan berkumandang.

Tapi tiba-tiba aku melihat Mas Haris yang sudah berganti pakaian, keluar dari dalam rumah. Refleks aku langsung membalikan badanku menghadap ke arah warung. Untungnya Mas Haris tidak melihat ke arah warung. Lalu pelan-pelan aku membalikkan badan lagi dan melihat Mas Haris melangkah ke rumah yang berada di sebelah kanan rumah mertuaku. Rumah itu adalah rumah Mba Linda--istri Mas Harlan yang merupakan kakak kandung Mas Haris.

Di tangan Mas Haris membawa satu plastik kue yang tadi dibelinya. Ternyata satu kue itu untuk Mba Linda dan Dila keponakannya.

Tiba-tiba aku teringat putriku, Clarissa. Sudah lama sekali Mas Haris tidak pernah membelikan sesuatu untuknya. Setiap pulang ke Bekasi, Mas Haris selalu bilang tidak sempat membeli oleh-oleh untuk Clarissa. Tapi ternyata untuk ipar dan keponakannya dia menyempatkan untuk membeli buah tangan sepulang dari bekerja.

Entahlah seberapa sering Mas Haris membelikan sesuatu untuk keponakannya itu, selama ini aku menganggap perhatian yang diberikan Mas Haris adalah hal yang lumrah. Tapi sekarang sejujurnya aku merasa iri, karena putriku tidak di perhatikan oleh ayahnya sendiri.

Setengah jam kemudian Mas Haris tidak juga keluar dari rumah iparnya. Entah apa yang dilakukannya. Mungkinkah dia sedang menemani keponakannya bermain? Tapi bukankah Mba Linda dan Dila hanya tinggal berdua saja di rumah, karena Mas Harlan--suami Mba Linda sedang berkerja di Malaysia sebagai TKI. Rasanya tidak pantas kalau Mas Haris terlalu lama di rumah Mba Linda, karena bisa menimbulkan fitnah.

Akhirnya karena waktu Maghrib sebentar lagi akan habis, aku segera meninggalkan tempat itu. Aku buru-buru mencari Masjid terdekat untuk menunaikan shalat. Setelah itu aku memutuskan untuk pulang ke Bekasi. Besok aku akan mengawasi Mas Haris lagi.

**

Hari kedua, aku kembali mengikuti suamiku sewaktu pulang kerja. Masih sama seperti kemarin, Mas Haris kembali berhenti di toko kue dan membeli kue. Hanya saja kali ini saat keluar dari toko kue, aku melihat Mas Haris hanya membawa satu plastik kue saja.

Aku kembali mengikuti mobil Mas Haris yang sudah melanjutkan perjalanan lagi. Tapi tak lama mobil itu kembali berhenti di depan sebuah toko mainan. Mas Haris masuk ke dalam toko dan tak begitu lama keluar lagi dengan membawa boneka berwarna pink yang di bungkus dengan plastik parsel.

"Ternyata kamu selalu memanjakan keponakanmu, Mas. Tapi kamu lupa pada putrimu sendiri," gumamku menahan perih di hati karena aku kembali teringat Clarissa. Aku bahkan sudah lupa, kapan terakhir Clarissa dibelikan boneka oleh ayahnya.

Tak terasa air mataku mengalir, lagi-lagi aku kecewa pada suamiku.

Mobil Mas Haris kembali melanjutkan perjalanan. Saat sudah sampai di rumah ibunya, terlihat Mas Haris turun dari mobil dan langsung menuju rumah Mba Linda dengan membawa plastik kue dan juga boneka yang tadi dibelinya. Dia bahkan tidak masuk dulu ke rumah ibunya.

Mas Haris mengetuk pintu rumah iparnya, tak lama pintu terbuka dan muncul Mba Linda sambil menggendong putrinya, Dila. Kemudian mereka masuk kedalam rumah, tampak seperti sebuah keluarga kecil yang utuh dan harmonis.

"Kenapa Mas Haris Begitu perhatian pada Dila, padahal Dila cuma keponakan. Bahkan perhatian seperti itu tidak diberikannya pada Clarissa, padahal Clarissa adalah anak kandung satu-satunya," gumamku pada diri sendiri.

Aku menghembuskan nafas kasar untuk membuang rasa sakit dan juga kesal.

Sejenak aku berpikir apa yang harus kulakukan sekarang. Apakah aku harus datang dan menghampiri Mas Haris yang sedang berada di rumah iparnya itu?

Bersambung ....

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Devi Andriani
ceritanya keren
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status