Share

BAB 4. ACARA ULANG TAHUN NADILA

Di hari kedua penyelidikanku kemarin, aku masih belum menemukan bukti apapun. Sehingga aku memutuskan untuk pulang. Tapi aku merasa semakin bingung dengan kedekatan Mas Haris dan Mba Linda. Sehingga aku memutuskan untuk kembali lagi keesokan harinya.

Hari ini hari ketiga. Setelah selesai bekerja, aku memilih pulang ke rumah ibuku terlebih dahulu. Aku merasa kasihan dan merasa bersalah pada putriku, karena sudah dua hari aku meninggalkannya.

"Assalamualaikum." Aku mengucapkan salam, kemudian langsung masuk ke dalam rumah.

"Walaikumsalam," jawab Mita dan Clarissa bersamaan sambil menoleh ke arahku.

"Bunda ..., Bunda udah pulang." Clarissa tersenyum lalu menghampiri dan memelukku.

"Senang banget ya, Bunda udah pulang," jawabku lalu menyambut pelukan putriku.

"Iya, Bun. Clarissa senang, apa lagi sebentar lagi Clarissa mau ulang tahun," jawabnya sambil menarik tanganku, lalu mengajak duduk di sofa di sebelah Mita.

"Bun ..., kalau Clarissa ulang tahun, ayah pasti pulang kan?" tanya Clarissa penuh harap.

"Iya, insyaallah ayah pulang, sayang," jawabku walaupun sebenarnya aku juga tidak yakin Mas Haris akan pulang.

"Kita ke rumah nenek sekarang yuk, Bun. Kita samperin ayah," ajak Clarissa dengan semangat.

"Kita tunggu aja ayah pulang ke rumah," tolakku secara halus.

"Yaa, Bunda ..., kita ke sana aja sekarang," ajaknya sambil merengek.

Akhirnya karena Clarissa terus merengek, aku menuruti keinginannya. Jam tiga sore kami pergi ke Jakarta naik taksi online, karena aku tidak mau Clarissa capek bila naik motor.

Mudah-mudahan saja jalanan tidak terlalu macet, sehingga jam empat sudah sampai di Jakarta. Anggap saja kami sedang memberi kejutan pada Mas Haris, saat dia pulang kerja kami sudah di rumah ibunya.

Sesuai dengan perkiraanku, jam empat kami akhirnya sampai di depan rumah mertuaku. Rumah tampak sepi, namun aku melihat mobil Mas Haris terparkir di garasi padahal ini baru jam empat sore. Seharusnya Mas Haris belum pulang bekerja.

Kemudian aku melihat rumah yang berada di sebelah rumah mertuaku, rumah Mba Linda malah tampak ramai. Ada apa di sana?

Tampak beberapa anak kecil berdatangan dengan pakaian yang indah seolah akan berangkat ke pesta. Mereka juga membawa kado.

Sekarang aku baru ingat kalau hari ini adalah hari ulang tahun Nadila, anak Mba Linda dan Mas Harlan. Aku mengingatnya karena ulang tahun Dila hanya beda beberapa hari dari ulang tahun Clarissa. Mereka memang berulang tahun di bulan yang sama, tapi Clarissa lebih tua dua tahun dari Dila yang sekarang baru berusia tiga tahun.

Akhirnya aku memutuskan untuk masuk ke dalam rumah Mba Linda. Dan ternyata acara ulang tahun Dila sudah mau di mulai. Tampak ibu mertuaku, Mba Linda, dan Mas Haris yang sedang menggendong Dila berdiri di depan kue tart yang sudah ada lilin yang menyala siap untuk ditiup.

Melihatku dan Clarissa datang, Mas Haris tampak kaget lalu buru-buru memberikan Dila yang sedang digendongnya pada Mba Linda. Kemudian dia hendak menghampiri kami. Tetapi ....

"Om Halis ...!" teriak Dila memanggil Mas Haris sambil menangis. Tangannya meminta untuk di gendong kembali.

"Haris, sini ..., nggak apa-apa gendong Dila dulu, terus tiup lilinnya," ucap ibu mertuaku tanpa memperdulikan cucunya yang baru saja datang.

Akhirnya Mas Haris menurut, dia kembali menggendong Dila. Aku dan Clarissa hanya diam dan melihat mereka bernyanyi kemudian meniup lilin dan memotong kuenya.

Setelah acara tiup lilin selesai, Mas Haris yang masih menggendong Dila menghampiri aku dan Clarissa.

"Bun, Clarissa, ayah nggak tahu kalian mau ke sini," ucap mas Haris.

"Iya, Mas. Clarissa yang minta untuk ke sini. Mas kok udah pulang kerja?" tanyaku menyelidik.

"Eh, anu Bun, ayah hari ini nggak masuk kerja," jawab Mas Haris salah tingkah.

"Oooh ...." Aku cuma ber-O panjang menanggapi ucapan Mas Haris.

"Om, Halis ...!" Tiba-tiba Dila berteriak sambil menunjuk ke arah kado-kado yang berjejer pemberian teman-temannya.

"Dila mau buka kado, ya?" tanya Mba Linda yang datang menghampiri.

Kemudian Dila menunjuk lagi ke arah boneka beruang besar berwarna pink yang dibungkus plastik parsel dan dihias dengan pita besar yang sangat cantik.

"Dila mau ini?" tanya ibu mertua sambil memegang boneka besar itu, kemudian membawanya ke arah kami. Diberikannya boneka itu pada Mba Linda yang berdiri di samping Mas Haris dan Dila.

"Bagus banget ya, bonekanya. Ini kado ulang tahun dari Om Haris," ucap ibu mertuaku tanpa memperdulikan perasaan putriku.

Mendengar ucapan neneknya, Clarissa langsung terlihat sedih kemudian memelukku. Sedangkan Mas Haris terlihat semakin salah tingkah.

"Bunda, ayo kita pulang," ucap Clarissa pelan, seperti menahan tangis. Aku langsung mengangguk, kemudian pamit.

"Bu, kami pamit pulang dulu," ucapku pada ibu mertua.

"Clarissa kok pulang, makan dulu ya," jawabnya seperti tak mengerti perasaan cucunya.

"Nggak usah, Bu. Terima kasih," jawabku lalu menghadap ke arah Mas Haris.

"Mas kami pulang dulu, jangan lupa hari Minggu besok Clarissa juga ulang tahun," ucapku sebelum meninggalkan rumah Mba Linda.

Akhirnya kami pulang, aku merasa menyesal karena menuruti keinginan Clarissa untuk ke rumah neneknya. Kalau tahu akan seperti ini, aku tidak akan ke rumah Mba Linda yang menyebabkan putriku menjadi sedih.

**

Di dalam mobil Clarissa hanya diam saja. Aku hanya bisa memeluk dan mengusap rambutnya. Aku mengerti kesedihan putriku. Clarissa pasti merasa ayahnya lebih menyayangi Dila dari pada dirinya.

Clarissa memang sudah sangat lama tidak di belikan mainan oleh ayahnya. Jangankan boneka besar, boneka yang kecil saja itu pun saat Clarissa masih kecil.

Clarissa memang punya banyak mainan dan boneka, tetapi semua itu aku dan Mita yang membelikannya.

"Clarissa mau boneka beruang besar?" tanyaku saat mobil yang kami tumpangi melewati sebuah toko boneka. Clarissa menganggukkan kepalanya, tetapi raut wajahnya masih terlihat sedih dan tidak bersemangat.

"Pak, bisa tolong berhenti dan tunggu sebentar. Saya mau beli boneka dulu, nggak akan lama kok," ucapku pada sopir taksi.

"Boleh, tapi jangan lama-lama ya, Bu," jawabnya lalu menepikan mobil di depan toko boneka.

Aku mengajak Clarissa turun dan masuk ke dalam toko. Saat masuk ke dalam toko, kami disambut oleh pelayan toko dengan ramah.

"Selamat sore Mba, Adek. Mau cari apa? Mungkin bisa dibantu," ucap salah seorang pelayan toko.

Aku hanya menanggapi ucapan pelayan toko itu dengan senyuman dan sedikit menganggukkan kepala. Lalu aku mengedarkan pandangan ke sekeliling toko. Tatapanku langsung tertuju pada sebuah boneka beruang besar berwarna pink.

"Clarissa mau boneka yang itu?" Aku menunjuk kearah boneka yang tadi kulihat.

Clarissa menganggukkan kepalanya, tapi masih sama seperti tadi, tidak bersemangat.

"Mba, saya mau boneka yang itu. Tolong di bungkus ya," ucapku pada pelayanan toko tadi. Kemudian aku berjalan kearah kasir untuk melakukan pembayaran.

Setelah selesai membayar, kami keluar dengan diantar pelayan toko yang membawakan belanjaan kami ke mobil.

Akhirnya kami sampai di rumah ibu. Setelah membayar ongkos taksi, kemudian kami turun.

Clarissa langsung berlari masuk ke dalam rumah, tanpa ikut membantuku membawa bonekanya. Dengan susah payah aku berjalan sambil menggendong boneka besar itu.

"Mba, Clarissa kenapa?" tanya Mita saat aku baru masuk dan meletakkan boneka di ruang keluarga.

"Tadi waktu kami sampai di Jakarta, ternyata Dila lagi merayakan ulang tahun. Mas Haris membelikan boneka beruang besar untuk hadiah ulang tahun Dila. Kamu tahu, Mit? Mas Haris hari ini sampai nggak masuk kerja lho," ucapku bercerita pada Mita dan ibu yang juga ada di ruang keluarga.

"Mba, kenapa ya Mas Haris segitunya sama Mba Linda dan Dila? Atau jangan-jangan ...." Ucapan Mita terhenti karena ibu menyenggol lengannya.

Bersambung ....

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Devi Andriani
semangat ya!
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status