Di hari kedua penyelidikanku kemarin, aku masih belum menemukan bukti apapun. Sehingga aku memutuskan untuk pulang. Tapi aku merasa semakin bingung dengan kedekatan Mas Haris dan Mba Linda. Sehingga aku memutuskan untuk kembali lagi keesokan harinya.
Hari ini hari ketiga. Setelah selesai bekerja, aku memilih pulang ke rumah ibuku terlebih dahulu. Aku merasa kasihan dan merasa bersalah pada putriku, karena sudah dua hari aku meninggalkannya."Assalamualaikum." Aku mengucapkan salam, kemudian langsung masuk ke dalam rumah."Walaikumsalam," jawab Mita dan Clarissa bersamaan sambil menoleh ke arahku."Bunda ..., Bunda udah pulang." Clarissa tersenyum lalu menghampiri dan memelukku."Senang banget ya, Bunda udah pulang," jawabku lalu menyambut pelukan putriku."Iya, Bun. Clarissa senang, apa lagi sebentar lagi Clarissa mau ulang tahun," jawabnya sambil menarik tanganku, lalu mengajak duduk di sofa di sebelah Mita."Bun ..., kalau Clarissa ulang tahun, ayah pasti pulang kan?" tanya Clarissa penuh harap."Iya, insyaallah ayah pulang, sayang," jawabku walaupun sebenarnya aku juga tidak yakin Mas Haris akan pulang."Kita ke rumah nenek sekarang yuk, Bun. Kita samperin ayah," ajak Clarissa dengan semangat."Kita tunggu aja ayah pulang ke rumah," tolakku secara halus."Yaa, Bunda ..., kita ke sana aja sekarang," ajaknya sambil merengek.Akhirnya karena Clarissa terus merengek, aku menuruti keinginannya. Jam tiga sore kami pergi ke Jakarta naik taksi online, karena aku tidak mau Clarissa capek bila naik motor.Mudah-mudahan saja jalanan tidak terlalu macet, sehingga jam empat sudah sampai di Jakarta. Anggap saja kami sedang memberi kejutan pada Mas Haris, saat dia pulang kerja kami sudah di rumah ibunya.Sesuai dengan perkiraanku, jam empat kami akhirnya sampai di depan rumah mertuaku. Rumah tampak sepi, namun aku melihat mobil Mas Haris terparkir di garasi padahal ini baru jam empat sore. Seharusnya Mas Haris belum pulang bekerja.Kemudian aku melihat rumah yang berada di sebelah rumah mertuaku, rumah Mba Linda malah tampak ramai. Ada apa di sana?Tampak beberapa anak kecil berdatangan dengan pakaian yang indah seolah akan berangkat ke pesta. Mereka juga membawa kado.Sekarang aku baru ingat kalau hari ini adalah hari ulang tahun Nadila, anak Mba Linda dan Mas Harlan. Aku mengingatnya karena ulang tahun Dila hanya beda beberapa hari dari ulang tahun Clarissa. Mereka memang berulang tahun di bulan yang sama, tapi Clarissa lebih tua dua tahun dari Dila yang sekarang baru berusia tiga tahun.Akhirnya aku memutuskan untuk masuk ke dalam rumah Mba Linda. Dan ternyata acara ulang tahun Dila sudah mau di mulai. Tampak ibu mertuaku, Mba Linda, dan Mas Haris yang sedang menggendong Dila berdiri di depan kue tart yang sudah ada lilin yang menyala siap untuk ditiup.Melihatku dan Clarissa datang, Mas Haris tampak kaget lalu buru-buru memberikan Dila yang sedang digendongnya pada Mba Linda. Kemudian dia hendak menghampiri kami. Tetapi ...."Om Halis ...!" teriak Dila memanggil Mas Haris sambil menangis. Tangannya meminta untuk di gendong kembali."Haris, sini ..., nggak apa-apa gendong Dila dulu, terus tiup lilinnya," ucap ibu mertuaku tanpa memperdulikan cucunya yang baru saja datang.Akhirnya Mas Haris menurut, dia kembali menggendong Dila. Aku dan Clarissa hanya diam dan melihat mereka bernyanyi kemudian meniup lilin dan memotong kuenya.Setelah acara tiup lilin selesai, Mas Haris yang masih menggendong Dila menghampiri aku dan Clarissa."Bun, Clarissa, ayah nggak tahu kalian mau ke sini," ucap mas Haris."Iya, Mas. Clarissa yang minta untuk ke sini. Mas kok udah pulang kerja?" tanyaku menyelidik."Eh, anu Bun, ayah hari ini nggak masuk kerja," jawab Mas Haris salah tingkah."Oooh ...." Aku cuma ber-O panjang menanggapi ucapan Mas Haris."Om, Halis ...!" Tiba-tiba Dila berteriak sambil menunjuk ke arah kado-kado yang berjejer pemberian teman-temannya."Dila mau buka kado, ya?" tanya Mba Linda yang datang menghampiri.Kemudian Dila menunjuk lagi ke arah boneka beruang besar berwarna pink yang dibungkus plastik parsel dan dihias dengan pita besar yang sangat cantik."Dila mau ini?" tanya ibu mertua sambil memegang boneka besar itu, kemudian membawanya ke arah kami. Diberikannya boneka itu pada Mba Linda yang berdiri di samping Mas Haris dan Dila."Bagus banget ya, bonekanya. Ini kado ulang tahun dari Om Haris," ucap ibu mertuaku tanpa memperdulikan perasaan putriku.Mendengar ucapan neneknya, Clarissa langsung terlihat sedih kemudian memelukku. Sedangkan Mas Haris terlihat semakin salah tingkah."Bunda, ayo kita pulang," ucap Clarissa pelan, seperti menahan tangis. Aku langsung mengangguk, kemudian pamit."Bu, kami pamit pulang dulu," ucapku pada ibu mertua."Clarissa kok pulang, makan dulu ya," jawabnya seperti tak mengerti perasaan cucunya."Nggak usah, Bu. Terima kasih," jawabku lalu menghadap ke arah Mas Haris."Mas kami pulang dulu, jangan lupa hari Minggu besok Clarissa juga ulang tahun," ucapku sebelum meninggalkan rumah Mba Linda.Akhirnya kami pulang, aku merasa menyesal karena menuruti keinginan Clarissa untuk ke rumah neneknya. Kalau tahu akan seperti ini, aku tidak akan ke rumah Mba Linda yang menyebabkan putriku menjadi sedih.**Di dalam mobil Clarissa hanya diam saja. Aku hanya bisa memeluk dan mengusap rambutnya. Aku mengerti kesedihan putriku. Clarissa pasti merasa ayahnya lebih menyayangi Dila dari pada dirinya.Clarissa memang sudah sangat lama tidak di belikan mainan oleh ayahnya. Jangankan boneka besar, boneka yang kecil saja itu pun saat Clarissa masih kecil.Clarissa memang punya banyak mainan dan boneka, tetapi semua itu aku dan Mita yang membelikannya."Clarissa mau boneka beruang besar?" tanyaku saat mobil yang kami tumpangi melewati sebuah toko boneka. Clarissa menganggukkan kepalanya, tetapi raut wajahnya masih terlihat sedih dan tidak bersemangat."Pak, bisa tolong berhenti dan tunggu sebentar. Saya mau beli boneka dulu, nggak akan lama kok," ucapku pada sopir taksi."Boleh, tapi jangan lama-lama ya, Bu," jawabnya lalu menepikan mobil di depan toko boneka.Aku mengajak Clarissa turun dan masuk ke dalam toko. Saat masuk ke dalam toko, kami disambut oleh pelayan toko dengan ramah."Selamat sore Mba, Adek. Mau cari apa? Mungkin bisa dibantu," ucap salah seorang pelayan toko.Aku hanya menanggapi ucapan pelayan toko itu dengan senyuman dan sedikit menganggukkan kepala. Lalu aku mengedarkan pandangan ke sekeliling toko. Tatapanku langsung tertuju pada sebuah boneka beruang besar berwarna pink."Clarissa mau boneka yang itu?" Aku menunjuk kearah boneka yang tadi kulihat.Clarissa menganggukkan kepalanya, tapi masih sama seperti tadi, tidak bersemangat."Mba, saya mau boneka yang itu. Tolong di bungkus ya," ucapku pada pelayanan toko tadi. Kemudian aku berjalan kearah kasir untuk melakukan pembayaran.Setelah selesai membayar, kami keluar dengan diantar pelayan toko yang membawakan belanjaan kami ke mobil.Akhirnya kami sampai di rumah ibu. Setelah membayar ongkos taksi, kemudian kami turun.Clarissa langsung berlari masuk ke dalam rumah, tanpa ikut membantuku membawa bonekanya. Dengan susah payah aku berjalan sambil menggendong boneka besar itu."Mba, Clarissa kenapa?" tanya Mita saat aku baru masuk dan meletakkan boneka di ruang keluarga."Tadi waktu kami sampai di Jakarta, ternyata Dila lagi merayakan ulang tahun. Mas Haris membelikan boneka beruang besar untuk hadiah ulang tahun Dila. Kamu tahu, Mit? Mas Haris hari ini sampai nggak masuk kerja lho," ucapku bercerita pada Mita dan ibu yang juga ada di ruang keluarga."Mba, kenapa ya Mas Haris segitunya sama Mba Linda dan Dila? Atau jangan-jangan ...." Ucapan Mita terhenti karena ibu menyenggol lengannya.Bersambung ....Sudah tiga hari sejak acara ulang tahun Dila di rumahnya beberapa hari yang lalu, tidak sekalipun Mas Haris menghubungiku untuk sekedar menanyakan keadaan putrinya.Aku terpaksa mengirim pesan wa supaya Mas Haris tidak lupa acara ulang tahun putrinya besok. Semua kulakukan demi putriku, supaya Clarissa tak merasa sedih dan kecewa lagi.[Mas, jangan lupa besok Clarissa ulang tahun. Nanti sore, Mas Haris pulang ke Bekasi 'kan?] Pesan kukirim dan tak lama langsung centrang biru, artinya Mas Haris sudah membaca pesanku.[Belum tahu, Bun. Lihat nanti ya.] Pesan balasan dari Mas Haris langsung membuat emosiku naik.[Mas, tolong luangkan waktu untuk anakmu. Masak untuk keponakan, kamu bela-belain nggak masuk kerja. Sedangkan untuk anak kandungmu, banyak pertimbangan.] Aku membalas pesan Mas Haris dengan emosi yang sudah siap meledak.Lelah, sungguh aku merasa lelah selama ini hanya diam dan mengalah.[Ayah 'kan bilang lihat ntar, Bun. Bukan nggak bisa, nanti diusahakan."][Nggak, aku nggak m
Sore kemarin Mas Haris tidak pulang, Clarissa sudah mulai cemberut karena ayahnya tak kunjung datang. Tapi aku masih bisa menenangkannya, dengan berkata mungkin ayahnya baru bisa pulang pagi ini. Aku memintanya untuk bersabar sedikit lagi.Pagi-pagi sekali, Ibu, Mita, dan Bagus sudah datang membantu mempersiapkan dekorasi. Snack dan gift untuk anak-anak yang datang di acara ulang tahun Clarissa sudah dari semalam kusiapkan, memang tidak begitu banyak hanya mengundang beberapa anak di sekitar rumah.Pagi ini aku memompa balon beraneka warna, kemudian Mita dan Bagus memasangnya di ruang tamu supaya tampak ramai dan meriah.Hari sudah semakin siang, tapi Mas Haris tak juga kelihatan batang hidungnya. Dia juga tidak memberi kabar apa-apa.Sebenarnya aku merasa sungkan untuk menghubungi Mas Haris lagi. Kenapa seolah aku harus mengemis padanya, supaya hadir di acara ulang tahun putrinya sendiri. Ini benar-benar terlihat bodoh. Tapi aku menahan semua rasa demi putriku.Aku beranjak menjauh d
Setelah berusaha untuk menenangkan diri. Akhirnya aku memutuskan untuk mendatangi Mas Haris di hotel. Tapi sebelumnya aku menelepon Ayu terlebih dahulu.[Yu, apa Mas Haris masih di hotel?] tanyaku langsung dengan suara serak, aku bahkan lupa mengucapkan salam.[Iya,Mir. Suamimu masih berada di hotel dengan wanita itu,] jawab Ayu.[Yu, aku sedang menuju kesana. Tolong kabari aku kalau Mas Haris check out selagi aku masih di perjalanan,] ucapku lagi.[Oke, Mir. Tapi kamu ke sini naik apa dan dengan siapa? Kamu jangan bawa mobil atau motor sendiri ya. Keadaan kamu lagi kayak gini, bahaya kalau bawa kendaraan sendiri karena kamu pasti nggak fokus,] jawab Ayu perhatian, mungkin dia merasa kasihan padaku.[Iya ,Yu, aku kesana dengan saudaraku, kamu jangan khawatir. Terima kasih ya, Yu. Jangan lupa share location,] jawabku lalu menutup telepon."Akhirnya kebohonganmu akan segera terbongkar, Mas," ucapku geram sambil mengepalkan tangan.Aku bangun lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci
"Keterlaluan kamu, Mas ...!"Aku langsung berteriak saat sudah masuk ke dalam kamar hotel, dan melihat Mas Haris sedang di atas ran-jang dengan selingkuhannya.Dan yang lebih membuatku terkejut adalah saat aku melihat pasangan z*nah Mas Haris adalah--Mba Linda--kakak iparnya sendiri, istri Mas Harlan.Rasanya aku tak bisa mempercayai apa yang aku lihat. Bisa-bisanya mereka selingkuh dan berbuat z*nah. Sepertinya mereka sudah tidak punya otak untuk berpikir, sehingga tidak memikirkan lagi perasaanku dan Mas Harlan.Mendengar teriakanku Mas Haris yang sedang bermandikan peluh kenik-matan tersentak kaget, dan refleks menghentikan aktivitasnya. Saat dia menoleh, matanya melotot menatapku yang juga sedang menatapnya dengan kobaran api amarah. "Mir ...," ucap Mas Haris lalu turun dari tempat tidur dan memunguti pakaiannya yang tercecer di lantai, lalu buru-buru memakainya. Kemudian dia berjalan menghampiriku, sedangkan j4l4ng itu berusaha menutupi tubuhnya dengan selimut.Plak!"Itu dari C
Kemarin setelah pulang dari Jakarta, aku memutuskan untuk ikut ke rumah ibu dan menginap di sana. Dalam keadaan seperti ini aku butuh teman untuk bercerita, aku juga butuh tempat untuk bersandar dan menguatkanku yang saat ini tengah rapuh. Dan bagiku, keluarga adalah tempat terbaik untuk berbagi segala rasa.Aku tidak menyesali apa yang terjadi dalam hidupku. Mungkin ini adalah cara Allah untuk membuatku menjadi orang yang lebih baik, orang yang lebih kuat kedepannya nanti. Apa lagi ada Clarissa, yang membuatku benar-benar harus menjadi seorang ibu yang tangguh dan serba bisa.Kedepannya mungkin tugasku akan semakin berat. Aku harus memerankan peran ganda, yaitu menjadi seorang ibu sekaligus sebagai seorang ayah untuk Clarissa.Bagiku meskipun pahit, terbongkarnya kebohongan Mas Haris itu lebih baik. Dari pada seumur hidup harus terjebak, dan tidak tahu tentang perselingkuhan mereka. Sekarang setelah semua terbongkar, aku harus fokus untuk bekerja dan membesarkan putri semata wayangk
"Maaf, Bu. Pak Wahyu sudah menunggu di ruangannya," ucap Sekretaris itu sopan, kemudian dia kembali ke meja kerjanya.Mendengar ucapan Sekretaris Pak Wahyu, Mas Haris mengerenyitkan dahinya."Ada urusan apa kamu menemui Pak Wahyu?" tanya Mas Haris heran. Aku tak menjawab pertanyaan Mas Haris, hanya menanggapi dengan tersenyum kecil. Kemudian aku berjalan meninggalkannya menuju ruangan Direktur utama."Tunggu saja kejutan kecil dariku, Mas. Aku akan membalas perbuatan kalian padaku," gumamku lirih sambil mengepalkan tangan.Tok tok tok! Aku mengetuk pintu perlahan."Masuk...!" Terdengar suara bariton dari dalam ruangan. Aku membuka pintu, kemudian masuk."Selamat siang, Pak." Aku berucap lalu mengangguk sopan saat sudah berada di depan Pak Wahyu."Selamat siang. Silahkan duduk, Bu," jawab Pak Wahyu."Maaf, Ibu bukannya istri Pak Haris, salah satu karyawan saya. Soalnya tadi waktu Ibu duduk di ruang tunggu, Pak Haris berkata kalau Ibu istrinya. Jadi, ada perlu apa Ibu menemui saya?" ta
Mendengar suara klakson mobil, Bu RT buru-buru bangun kemudian berjalan ke depan. Sepertinya ada yang datang. Lalu terdengar suara gerbang yang dibuka, disusul suara mobil masuk dan berhenti di depan rumah.Blamm!Terdengar suara pintu mobil ditutup, lalu suara langkah kaki masuk ke dalam rumah. Aku masih duduk diam di ruang tamu, menunggu Bu RT masuk kembali."Itu motor siapa yang di depan, Bu?" suara laki-laki bertanya pada Bu RT. Ternyata yang datang adalah suaminya alias Pak RT."Di dalam ada tamu, cari Bapak," jawab Bu RT.Tak lama masuk seorang laki-laki yang meskipun usianya tidak muda lagi, tapi masih terlihat tampan dan gagah."Assalamualaikum ...." ucapnya saat masuk dan melihatku duduk di ruang tamu."Walaikumsalam ...." jawabku lalu berdiri dari duduk, kemudian sedikit membungkuk memberi hormat."Ini Bu Miranti, Pak. Dia datang ke sini mau ketemu Bapak, karena ada yang mau di laporkan," ucap Bu RT pada suaminya."Oh iya, silahkan duduk dulu, Bu. Saya izin kedalam sebentar,
(POV Pak RT)"Bu Linda, Pak Haris, buka pintunya. Kami tahu kalian berdua di dalam!" teriakku setelah menggedor pintu rumah Bu Linda. Tak ada sahutan."Bu Linda, cepat buka pintunya. Atau kami terpaksa mendobrak pintu ini!" teriakku lebih keras, tapi masih tak ada sahutan juga. Lalu aku menyuruh beberapa warga untuk segera mendobrak pintu rumah Bu Linda. Tapi tiba-tiba ...."Ini ada apa, kenapa malam-malam begini bikin keributan di rumah menantu saya?" Tiba-tiba Bu Munawaroh datang dan langsung bertanya. Tapi ekspresinya terlihat tidak suka melihat banyak warga di depan rumah menantunya."Maaf Bu Muna, saya mendapat laporan kalau Pak Haris telah berselingkuh dan berz*nah dengan kakak iparnya sendiri yaitu Bu Linda," jawabku pada ibu kandung Pak Haris.Mendengar ucapanku tampak Bu Munawaroh terkejut."Apa? Berselingkuh dan berzinah? Nggak mungkin! Bapak jangan mengada-ada, ini fitnah! Mana buktinya? Haris memang baik pada Linda dan anaknya, tapi itu karena kakaknya yang memberi amanah