Bagai duri dalam daging. Itulah perumpamaan Linda dan Nadila dalam kehidupan Miranti. Ipar dan keponakan suaminya itu berhasil mencuri cinta, perhatian, dan kasih sayang suaminya, yang seharusnya dicurahkan padanya dan putri semata wayang mereka. Sakit, tapi tak berdarah. Miranti merasa ada yang ANEH, karena Haris lebih memprioritaskan ipar dan keponakannya dibandingkan anak dan istrinya sendiri. Apa yang akan Miranti lakukan, setelah mengetahui hubungan terlarang suaminya dengan kakak iparnya?
View More"Bun, habis sarapan Ayah balik ke Jakarta, ya." Mas Haris berucap sambil menarik kursi lalu duduk.
Aku terdiam mendengar perkataan Mas Haris. Hari ini adalah hari Minggu, seharusnya dia bisa menghabiskan waktu bersama kami. Apalagi sudah tiga minggu, ia tidak pulang untuk menemuiku dan putrinya."Kok balik sekarang, Yah? Kenapa nggak besok pagi aja, sekalian berangkat kerja," sahutku, lalu ikut duduk untuk sarapan bersama."Nggak Bun, ayah balik sekarang aja. Kalau berangkat pagi, macet, takut telat," jawab Mas Haris lagi.Mas Haris memang bekerja di Jakarta. Ia bekerja sebagai staf di sebuah perusahaan yang menyediakan layanan transportasi. Sedangkan aku dan Clarissa tinggal di Bekasi, aku bekerja sebagai guru di sebuah Sekolah Dasar. Dan sudah enam bulan ini aku diangkat menjadi PNS, tapi Mas Haris sendiri tidak tahu kalau aku sudah bukan guru honorer lagi.Sebenarnya bukan aku tidak mau berbagi kabar bahagia ini, tapi Mas Haris yang jarang pulang ke rumah membuatku sering lupa bercerita. Apa lagi Mas Haris pulang cuma sebentar, seolah aku dan Clarissa bukan lagi orang yang spesial bagi Mas Haris.Dulu waktu baru menikah, Mas Haris pulang pergi Bekasi-Jakarta. Ia tidak pernah mengeluh. Hingga sekitar tiga tahunan yang lalu Mas Haris memutuskan untuk tinggal di rumah ibunya di Jakarta, dengan alasan supaya lebih dekat dengan tempatnya bekerja.Aku pun tidak punya pilihan lain selain mengizinkannya. Aku sudah sering meminta Mas Haris pindah dan cari pekerjaan di sini saja, supaya tidak jauh dari keluarga. Tapi Mas Haris menolak, katanya sudah cocok dan betah dengan pekerjaan yang sekarang.Tapi semenjak Mas Haris tinggal di rumah ibunya, hubungan kami tidak seperti dulu lagi. Seperti ada jarak yang tak kasat mata di antara kami. Mas Haris semakin hari semakin berubah. Pada awalnya Mas Haris berjanji akan pulang seminggu sekali. Tapi seiring berjalannya waktu, janji itu seolah terlupakan."Tapi 'kan Ayah baru datang kemarin sore. Clarissa pasti kecewa, Yah. Dia masih kangen sama Ayah," sahutku sambil meletakkan teh di depan Mas Haris."Emang Ayah udah mau balik?" tanya Clarissa. Tiba-tiba putri semata wayang kami itu sudah ada di belakang Mas Haris, kemudian dia duduk di samping ayahnya. Mungkin dia sudah mendengar obrolan kami tadi."Iya sayang, ayah mau balik sekarang. Kalau berangkat besok pagi harus buru-buru, kalau macet ayah bisa terlambat masuk kerja," jawab Mas Haris lalu meminum teh di depannya."Yaaa, Clarissa nggak bisa main sama Ayah. Padahal Clarissa mau ajak Ayah jalan-jalan, kita udah lama nggak pergi bareng," sungut Clarissa sambil menunduk menatap meja. Terlihat sekali raut kecewa di wajahnya."Kita pergi lain kali aja ya, sayang. Kalau sekarang ayah nggak bisa. Bagaimana kalau minggu depan? Ayah janji minggu depan kita---""Ayah nggak usah janji lagi. Ayah sudah sering janji, tapi Ayah selalu bohong! Ayah nggak sayang lagi sama Clarissa. Ayah selalu sibuk dan nggak ada waktu untuk Clarissa!" Tiba-tiba Clarissa berteriak memotong ucapan ayahnya. Kemudian dia berlari ke kamarnya sambil menangis. Clarissa bahkan belum menyentuh sarapannya sama sekali.Aku menatap putriku yang berlari sambil menangis. Ya Allah, sepertinya kali ini Clarissa benar-benar kecewa pada ayahnya. Karena sebelumnya dia tidak pernah bersikap seperti ini. Tapi aku tidak menyalahkan Clarissa, karena aku bisa merasakan kekecewaannya.Aku heran, kenapa Mas Haris sekarang semakin tidak punya waktu untuk keluarga kecilnya sendiri. Dia lebih betah di rumah ibunya di Jakarta. Kalau sudah di Jakarta, Mas Haris akan tenggelam dengan dunianya sendiri, dan melupakan aku dan Clarissa.Sebenarnya aku tidak melarang Mas Haris tinggal di rumah ibunya, asalkan jangan mengabaikan dan melupakan keluarganya sendiri, terutama Clarissa putrinya."Ayah kenapa sih? Setelah tiga minggu Ayah nggak pulang, sekarang Ayah membuat putri kita kecewa dan menangis. Kenapa Ayah nggak bisa meluangkan waktu sedikit saja untuk kami? Selama ini aku sudah berusaha bersabar, tapi semakin lama Ayah semakin nggak peduli dengan kami!" ucapku geram sambil menatap Mas Haris dengan rasa marah dan juga kecewa."Bukan begitu, Bun. Tapi ...." ucapan Mas Haris terhenti karena tiba-tiba ponselnya berbunyi.Ting Ting Ting.Mas Haris mengeluarkan ponselnya dari saku celana lalu melihat layar. Kemudian dia mengangkat telepon sambil melangkah meninggalkan meja makan.Dahiku mengerenyit, kenapa Mas Haris harus menjauh saat mengangkat telepon. Bukankah aku istrinya, jadi tidak masalah aku mendengar obrolannya yang entah dengan siapa.Ingin kutepis pikiran buruk yang tiba-tiba muncul di kepalaku, tapi rasa penasaran membuatku melangkah pelan ke depan. Kulihat Mas Haris masih menerima telepon di teras sambil menghadap kearah jalan. Aku bersembunyi di dekat jendela. Dari dekat jendela aku mencoba mendengar apa yang dibicarakan oleh Mas Haris, yang membuatnya harus menjauh dariku.[Iya sayang, sabar ya, sebentar lagi aku otw.] Terdengar suara Mas Haris walaupun sangat pelan.Deg!Aku menutup mulutku. Dadaku bergemuruh, seluruh tubuhku bergetar, air mata tiba-tiba jatuh tak bisa kutahan.Apa aku tidak salah dengar, Mas Haris mengucapkan kata 'sayang' pada seseorang yang meneleponnya.'Seseorang yang sedang menunggunya.''Siapa yang menelepon Mas Haris?''Apakah Mas Haris selingkuh?''Apakah ini jawaban kenapa Mas Haris semakin jarang pulang?''Dan apakah ini penyebab Mas Haris semakin berubah.'Begitu banyak pertanyaan di kepalaku yang tentu saja aku tidak tahu jawabannya. Ingin rasanya aku menghampiri Mas Haris dan mengintrogasinya, tapi kuurungkan. Mas Haris pasti akan berbohong. Dia tidak akan mengaku, sebelum aku menunjukkan bukti. Aku harus pakai strategi, aku harus mendapatkan bukti terlebih dahulu. Setelah aku mendapatkan bukti, Mas Haris pasti tidak akan bisa mengelak lagi."Ya udah sayang, tunggu aku ya. Sekarang aku mau siap-siap dulu." Terdengar lagi suara Mas Haris, masih seperti tadi, pelan.Lalu tidak terdengar lagi suara, mungkin Mas Haris sudah selesai menerima telepon. Buru-buru aku menghapus air mata lalu masuk ke dalam. Supaya Mas Haris tidak curiga aku sudah menguping pembicaraannya.Aku melangkah ke kamar Clarissa. Kuketuk pintu kamar pelan, kemudian masuk menghampiri putriku yang masih menangis di tempat tidur. Aku duduk di samping tempat tidurnya, kemudian mengusap rambutnya dengan lembut.Di depan putriku aku berusaha bersikap biasa saja, walaupun di dalam hatiku benar-benar sedang kacau. Jangan sampai putriku tahu kalau bundanya sedang sedih."Heii anak Bunda, udah jangan nangis lagi dong sayang, 'kan ada Bunda. Clarissa mau jalan-jalan? Ya udah kita pergi berdua aja. Atau kita ke rumah Oma dulu. Kita ajak Oma, Tante Mita, dan Om Bagus, gimana?" bujukku."Sebenarnya Clarissa mau jalan-jalan sama ayah, Bun. Tapi ayah selalu nggak ada waktu buat Clarissa. Clarissa pengen seperti teman-teman, pergi sama ayah dan bundanya," jawab Clarissa masih sambil terisak."Iya, bunda ngerti sayang. Tapi ...."Aku menghentikan ucapanku karena tiba-tiba pintu kamar Clarissa terbuka, lalu muncul Mas Haris dari balik pintu."Bun, Clarissa, ayah pulang ya," ucapnya dari pintu, dia bahkan tidak masuk dan mencium putrinya seperti biasanya. Aku hanya diam tak menjawab, hatiku sakit dan juga marah. Apa lagi mengingat ucapannya di telepon kepada seseorang barusan.Kemudian pintu kamar Clarissa ditutup lagi oleh Mas Haris. Biasanya aku dan Clarissa selalu mengantar Mas Haris ke depan, tapi kali ini tidak. Bahkan Clarissa tidak bergerak sedikitpun dari tempat tidurnya, dia kembali menelungkupkan wajahnya ke bantal. Aku mengelus punggungnya dengan lembut, mencoba menenangkan putriku.Tak lama terdengar suara mobil Mas Haris meninggalkan rumah. Perih, itu yang kurasakan dalam hatiku."Tega sekali kamu, Mas. Kalau benar kamu selingkuh, aku tidak akan pernah mengampunimu. Mulai sekarang aku akan mencari tahu apa yang sebenarnya kamu sembunyikan dariku," gumamku lirih sambil mengepalkan tangan.Bersambung ....(POV Linda)Ternyata nasib tak seindah harapan, perlahan tapi pasti aku mulai mendapatkan balasan atas apa yang telah kulakukan di masa lalu.Setelah diceraikan kemudian di usir dari rumah Mas Haris, aku mengajak om Yongki untuk bertemu. Aku tidak punya siapa-siapa lagi, hanya om Yongki satu-satunya harapanku. Aku memintanya untuk segera menikahiku seperti janjinya padaku selama ini. Meskipun hanya dinikahi secara siri, aku tidak keberatan. Tapi nyatanya om Yongki tidak mau menikahiku, dia mencampakkan aku setelah membuatku ditendang oleh Mas Haris."Om, mana janjimu, katanya Om akan menikahiku. Aku sekarang sudah bercerai dengan suamiku, jadi sekarang aku minta Om segera nikahi aku. Aku butuh status Om, aku nggak mau hubungan kita seperti ini terus," ucapku sambil menatap nanar laki-laki yang sudah cukup berumur di depanku ini. Aku nggak masalah dengan umur, yang penting Om Yongki bisa memberikan apa saja yang aku mau. Bagi orang sepertiku uang adalah segalanya."Kamu jangan mimpi te
(POV Haris)Ternyata beginilah rasanya diabaikan, juga merindukan seseorang tapi tak dipedulikan. Rasa rindu ini berubah menjadi sangat menyakitkan karena rindu yang tak sampai.Ingin rasanya memeluknya dengan penuh kerinduan, tapi jangankan pelukan, bahkan menoleh dan menyapa pun dia enggan. Tapi itu bukan salahnya, tentu saja semua adalah salahku. Aku yang dulu selalu mengabaikan dan tak pernah memperdulikannya, dan sekarang dia membalasku.Inilah hukuman paling berat dalam hidupku, diabaikan dan dijauhi oleh putri kandungku sendiri.Kini hidupku terasa sangat sepi. Dila putri yang sangat ku sayangi, yang keinginan dan kebahagiaannya selalu ku letakkan di atas segalanya, telah pergi untuk selamanya.Linda perempuan yang sangat kucintai juga telah pergi, setelah menorehkan luka yang teramat dalam di hati ini. Entah di mana dia sekarang, aku sudah tidak peduli lagi.Sedangkan Miranti dan Clarissa ternyata telah bahagia bersama keluarganya yang baru. Aku tidak menyangka Mira bisa begit
Di sinilah kami berada sekarang, di sebuah hotel di Raja Ampat. Pemandangan yang memanjakan mata, membuatku betah berlama-lama menatap keindahan alam yang selalu membuatku terpesona.Apalagi hotel tempat kami menginap, bangunannya berupa panggung di atas air, sehingga kami bisa leluasa memandang gundukan-gundukan pulau yang menyerupai tempurung kura-kura yang luar biasa indah.Tak salah banyak yang memilih tempat ini sebagai tempat untuk honeymoon, termasuk kami berdua, aku dan Mas Rayhan. Tempat ini sangat romantis dan tenang, karena jauh dari keramaian.Kami hanya pergi berdua, karena ibu dan Mama Wulan melarang kami membawa Clarissa. Alasannya karena Clarissa harus sekolah sedangkan kami belum tahu akan berlibur berapa lama. Tapi Mama Wulan berjanji, saat Clarissa libur panjang nanti, kami akan berlibur bersama ke luar negeri.Untungnya Clarissa mengerti dan tidak ada drama menangis sama sekali. Sebenarnya aku merasa berat meninggalkan Clarissa, karena selama ini aku belum pernah b
Sekitar sepuluh menit akhirnya Pak Rayhan keluar dari kamar mandi, kemudian langsung masuk ke walk in closed untuk berganti pakaian. Tak lama dia keluar lagi dan menghampiriku yang sedang duduk di tepi tempat tidur."Capek, nggak?" tanyanya sembari mengelus punggungku dengan lembut."Iya, lumayan," jawabku pelan."Aku bantu bukain hijabnya ya, terus kita tidur. Besok kita masih ada acara, pagi-pagi harus sudah berada di hotel," ucap Pak Rayhan kemudian langsung membantu membuka hijabku."Kenapa harus resepsi di hotel, Pak? Seharusnya nggak usah berlebihan, uangnya juga bisa ditabung," ucapku kala Pak Rayhan sudah berhasil melepaskan hijab berwarna merah maroon yang menutupi rambutku."Kok, masih panggil 'Pak', apa nggak ada panggilan sayang untukku?" tanyanya sambil memutar tubuhku supaya menghadap ke arahnya."Memangnya mau di panggil apa?" tanyaku balik sambil menatap wajah tampan di depanku."Panggil aku 'Mas' atau 'Ayah' bila kita sedang bersama Clarissa," jawab Pak Rayhan sambil
(POV Miranti)Sudah hampir dua minggu dari liburan kami di puncak kala itu. Selama dua minggu ini aku dan Pak Rayhan tidak ada komunikasi sama sekali. Sepertinya dia sengaja memberiku waktu untuk berpikir. Aku menjalani keseharian seperti biasa, tetap fokus bekerja dan menjalankan bisnis yang semakin berkembang pesat. Aku yakin Pak Rayhan juga sedang sibuk dengan pekerjaannya, sehingga dia tidak sempat menghubungiku.Sebenarnya aku sudah ada jawaban untuk Pak Rayhan, namun untuk menghubunginya lebih dulu tentu aku gengsi. Akhirnya aku hanya menunggu Pak Rayhan yang lebih dulu menghubungiku.Sejujurnya aku memang telah jatuh hati pada laki-laki penyayang itu. Apalagi melihat kedekatannya dengan putriku, Clarissa. Dan setelah beberapa kali shalat istikharah, akhirnya hatiku mantap menjadikan Pak Rayhan sebagai imamku sekaligus ayah untuk Clarissa. Bahkan beberapa kali Pak Rayhan datang dalam mimpiku. Dalam mimpi itu kami bertiga sangat bahagia. Aku menganggap semua itu adalah petunjuk,
"Dari mana aja kamu, jam segini baru pulang?" tanyaku saat Linda sudah di depan pintu."Dari kerjalah, dari mana lagi memangnya," sahutnya tanpa rasa bersalah."Kerja di hotel maksudnya?" jawabku ketus, membuat Linda tersentak kaget karena sebelumnya aku tidak pernah kasar padanya."Mas kenapa, sih?" sahutnya sambil menerobos masuk dan berjalan cepat menuju kamar. Baru beberapa langkah aku berhasil mengejarnya, kemudian mencekal tangannya."Hentikan sandiwaramu, aku sudah muak dengan semuanya!" ucapku dengan geram."Sandiwara apa? Udah ah, aku capek, mau tidur," jawabnya sembari berusaha melepaskan tangannya.Tiba-tiba ibu keluar dari dalam kamar."Ini ada apa sih, malam-malam kok ribut banget. Linda, dari mana aja kamu baru pulang jam segini? Kenapa ditelepon nggak di angkat? Kamu tahu nggak, apa yang terjadi pada anakmu?!" Bentak ibu saat melihat Linda berdiri di ruang tamu."Ponsel aku hilang, Bu. Memangnya ada apa sama Dila?" tanya Linda. Entah dia benar-benar tidak tahu atau hany
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments