(POV Linda)Ternyata nasib tak seindah harapan, perlahan tapi pasti aku mulai mendapatkan balasan atas apa yang telah kulakukan di masa lalu.Setelah diceraikan kemudian di usir dari rumah Mas Haris, aku mengajak om Yongki untuk bertemu. Aku tidak punya siapa-siapa lagi, hanya om Yongki satu-satunya harapanku. Aku memintanya untuk segera menikahiku seperti janjinya padaku selama ini. Meskipun hanya dinikahi secara siri, aku tidak keberatan. Tapi nyatanya om Yongki tidak mau menikahiku, dia mencampakkan aku setelah membuatku ditendang oleh Mas Haris."Om, mana janjimu, katanya Om akan menikahiku. Aku sekarang sudah bercerai dengan suamiku, jadi sekarang aku minta Om segera nikahi aku. Aku butuh status Om, aku nggak mau hubungan kita seperti ini terus," ucapku sambil menatap nanar laki-laki yang sudah cukup berumur di depanku ini. Aku nggak masalah dengan umur, yang penting Om Yongki bisa memberikan apa saja yang aku mau. Bagi orang sepertiku uang adalah segalanya."Kamu jangan mimpi te
"Bun, habis sarapan Ayah balik ke Jakarta, ya." Mas Haris berucap sambil menarik kursi lalu duduk.Aku terdiam mendengar perkataan Mas Haris. Hari ini adalah hari Minggu, seharusnya dia bisa menghabiskan waktu bersama kami. Apalagi sudah tiga minggu, ia tidak pulang untuk menemuiku dan putrinya."Kok balik sekarang, Yah? Kenapa nggak besok pagi aja, sekalian berangkat kerja," sahutku, lalu ikut duduk untuk sarapan bersama."Nggak Bun, ayah balik sekarang aja. Kalau berangkat pagi, macet, takut telat," jawab Mas Haris lagi.Mas Haris memang bekerja di Jakarta. Ia bekerja sebagai staf di sebuah perusahaan yang menyediakan layanan transportasi. Sedangkan aku dan Clarissa tinggal di Bekasi, aku bekerja sebagai guru di sebuah Sekolah Dasar. Dan sudah enam bulan ini aku diangkat menjadi PNS, tapi Mas Haris sendiri tidak tahu kalau aku sudah bukan guru honorer lagi.Sebenarnya bukan aku tidak mau berbagi kabar bahagia ini, tapi Mas Haris yang jarang pulang ke rumah membuatku sering lupa berc
Setelah Mas Haris pergi, aku membujuk Clarissa. Lalu mengajaknya ke rumah omanya, yang terletak di perumahan yang berbeda dengan perumahan tempat tinggal kami.Dengan mengendarai motor, aku membonceng Clarissa di belakangku. Aku sudah terbiasa melakukan ini, apa lagi setelah Clarissa masuk sekolah. Setiap hari sebelum berangkat bekerja, aku mengantarkannya ke sebuah TK yang tidak terlalu jauh dari rumah ibuku.Aku selalu berusaha mensugesti diri sendiri, bahwa aku bisa dan aku kuat. Aku bersuami tapi nyatanya seperti tak bersuami. Semuanya kulakukan sendiri, mengurus rumah, mengurus anak, dan juga bekerja. Bahkan waktu Clarissa masuk sekolah TK kemarin, Mas Haris tak ada andil sedikit pun membantu. Semua aku yang mengurus, seakan dia lupa kalau sudah punya anak.Tapi aku bersyukur, karena aku masih punya keluarga yang tinggal tidak terlalu jauh dari rumah kami. Ibu selalu berusaha menguatkan aku. Begitu pun Mita dan suaminya tidak pernah menolak dan lelah membantuku, terutama menjaga
Pagi hari seperti biasanya sebelum berangkat ke tempat kerja, aku mengantar Clarissa ke sekolah terlebih dahulu. Setelah Clarissa masuk kelas, gegas aku berangkat menuju sekolah tempatku mengajar. Hari ini aku mengisi dua kelas, masing-masing dua jam mata pelajaran.Tadi pagi sebelum berangkat, aku sudah menelepon Mita dan minta tolong untuk menjaga Clarissa lebih lama dari biasanya. Aku mengatakan kalau hari ini aku akan pulang terlambat, karena sedang ada urusan. Tentu saja Mita tidak keberatan untuk menjaga Clarissa. Dia juga tidak banyak bertanya tentang urusanku. Mita memang adik yang pengertian dan bisa diandalkan.Jam 12.10 wib setelah menyelesaikan semua pekerjaan, aku langsung mengendarai motor menuju Jakarta. Rencananya hari ini aku akan mulai menyelidiki Mas Haris. Aku akan mengintai Mas Haris di tempat kerjanya.Perjalanan Bekasi-Jakarta cukup melelahkan, apa lagi hari ini sangat panas. Tapi itu semua tidak membuatku mengurungkan niat untuk mendatangi kantor Mas Haris. Ak
Di hari kedua penyelidikanku kemarin, aku masih belum menemukan bukti apapun. Sehingga aku memutuskan untuk pulang. Tapi aku merasa semakin bingung dengan kedekatan Mas Haris dan Mba Linda. Sehingga aku memutuskan untuk kembali lagi keesokan harinya.Hari ini hari ketiga. Setelah selesai bekerja, aku memilih pulang ke rumah ibuku terlebih dahulu. Aku merasa kasihan dan merasa bersalah pada putriku, karena sudah dua hari aku meninggalkannya."Assalamualaikum." Aku mengucapkan salam, kemudian langsung masuk ke dalam rumah."Walaikumsalam," jawab Mita dan Clarissa bersamaan sambil menoleh ke arahku."Bunda ..., Bunda udah pulang." Clarissa tersenyum lalu menghampiri dan memelukku."Senang banget ya, Bunda udah pulang," jawabku lalu menyambut pelukan putriku."Iya, Bun. Clarissa senang, apa lagi sebentar lagi Clarissa mau ulang tahun," jawabnya sambil menarik tanganku, lalu mengajak duduk di sofa di sebelah Mita."Bun ..., kalau Clarissa ulang tahun, ayah pasti pulang kan?" tanya Clarissa
Sudah tiga hari sejak acara ulang tahun Dila di rumahnya beberapa hari yang lalu, tidak sekalipun Mas Haris menghubungiku untuk sekedar menanyakan keadaan putrinya.Aku terpaksa mengirim pesan wa supaya Mas Haris tidak lupa acara ulang tahun putrinya besok. Semua kulakukan demi putriku, supaya Clarissa tak merasa sedih dan kecewa lagi.[Mas, jangan lupa besok Clarissa ulang tahun. Nanti sore, Mas Haris pulang ke Bekasi 'kan?] Pesan kukirim dan tak lama langsung centrang biru, artinya Mas Haris sudah membaca pesanku.[Belum tahu, Bun. Lihat nanti ya.] Pesan balasan dari Mas Haris langsung membuat emosiku naik.[Mas, tolong luangkan waktu untuk anakmu. Masak untuk keponakan, kamu bela-belain nggak masuk kerja. Sedangkan untuk anak kandungmu, banyak pertimbangan.] Aku membalas pesan Mas Haris dengan emosi yang sudah siap meledak.Lelah, sungguh aku merasa lelah selama ini hanya diam dan mengalah.[Ayah 'kan bilang lihat ntar, Bun. Bukan nggak bisa, nanti diusahakan."][Nggak, aku nggak m
Sore kemarin Mas Haris tidak pulang, Clarissa sudah mulai cemberut karena ayahnya tak kunjung datang. Tapi aku masih bisa menenangkannya, dengan berkata mungkin ayahnya baru bisa pulang pagi ini. Aku memintanya untuk bersabar sedikit lagi.Pagi-pagi sekali, Ibu, Mita, dan Bagus sudah datang membantu mempersiapkan dekorasi. Snack dan gift untuk anak-anak yang datang di acara ulang tahun Clarissa sudah dari semalam kusiapkan, memang tidak begitu banyak hanya mengundang beberapa anak di sekitar rumah.Pagi ini aku memompa balon beraneka warna, kemudian Mita dan Bagus memasangnya di ruang tamu supaya tampak ramai dan meriah.Hari sudah semakin siang, tapi Mas Haris tak juga kelihatan batang hidungnya. Dia juga tidak memberi kabar apa-apa.Sebenarnya aku merasa sungkan untuk menghubungi Mas Haris lagi. Kenapa seolah aku harus mengemis padanya, supaya hadir di acara ulang tahun putrinya sendiri. Ini benar-benar terlihat bodoh. Tapi aku menahan semua rasa demi putriku.Aku beranjak menjauh d
Setelah berusaha untuk menenangkan diri. Akhirnya aku memutuskan untuk mendatangi Mas Haris di hotel. Tapi sebelumnya aku menelepon Ayu terlebih dahulu.[Yu, apa Mas Haris masih di hotel?] tanyaku langsung dengan suara serak, aku bahkan lupa mengucapkan salam.[Iya,Mir. Suamimu masih berada di hotel dengan wanita itu,] jawab Ayu.[Yu, aku sedang menuju kesana. Tolong kabari aku kalau Mas Haris check out selagi aku masih di perjalanan,] ucapku lagi.[Oke, Mir. Tapi kamu ke sini naik apa dan dengan siapa? Kamu jangan bawa mobil atau motor sendiri ya. Keadaan kamu lagi kayak gini, bahaya kalau bawa kendaraan sendiri karena kamu pasti nggak fokus,] jawab Ayu perhatian, mungkin dia merasa kasihan padaku.[Iya ,Yu, aku kesana dengan saudaraku, kamu jangan khawatir. Terima kasih ya, Yu. Jangan lupa share location,] jawabku lalu menutup telepon."Akhirnya kebohonganmu akan segera terbongkar, Mas," ucapku geram sambil mengepalkan tangan.Aku bangun lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci