Sore kemarin Mas Haris tidak pulang, Clarissa sudah mulai cemberut karena ayahnya tak kunjung datang. Tapi aku masih bisa menenangkannya, dengan berkata mungkin ayahnya baru bisa pulang pagi ini. Aku memintanya untuk bersabar sedikit lagi.
Pagi-pagi sekali, Ibu, Mita, dan Bagus sudah datang membantu mempersiapkan dekorasi. Snack dan gift untuk anak-anak yang datang di acara ulang tahun Clarissa sudah dari semalam kusiapkan, memang tidak begitu banyak hanya mengundang beberapa anak di sekitar rumah.Pagi ini aku memompa balon beraneka warna, kemudian Mita dan Bagus memasangnya di ruang tamu supaya tampak ramai dan meriah.Hari sudah semakin siang, tapi Mas Haris tak juga kelihatan batang hidungnya. Dia juga tidak memberi kabar apa-apa.Sebenarnya aku merasa sungkan untuk menghubungi Mas Haris lagi. Kenapa seolah aku harus mengemis padanya, supaya hadir di acara ulang tahun putrinya sendiri. Ini benar-benar terlihat bodoh. Tapi aku menahan semua rasa demi putriku.Aku beranjak menjauh dari Mita dan Bagus, kemudian memilih masuk kedalam kamar untuk menghubungi Mas Haris.Kucari kontak Mas Haris di ponsel, kemudian menggeser tombol hijau. Telepon terhubung tapi hingga beberapa detik tak juga diangkat. Aku kembali mencoba hingga beberapa kali, tapi nihil, hasilnya tetap sama, Mas Haris tak menjawab teleponku.Dengan perasaan kesal, akhirnya kuputuskan untuk mengirim pesan pada Mas Haris.[Mas, kamu di mana, kenapa nggak angkat telepon?] Pesan terkirim tapi belum dibaca. Aku menunggu beberapa saat, tapi hingga lima menit belum juga dibaca.Kuputuskan mengirim pesan lagi.[Mas, kamu jadi pulang 'kan? Kasihan Clarissa, dari kemarin dia nungguin ayahnya.] Dengan cepat kukirim lagi. Tetapi masih sama, hingga beberapa saat belum juga dibaca.Rasanya sangat kesal, ingin rasanya aku memaki Mas Haris. Marah, kesal, kecewa, semua jadi satu hingga akhirnya air mata menetes tanda pertahananku mulai goyah.Tiba-tiba pintu diketuk, lalu terdengar suara ibu. "Mir, kamu nggak apa-apa?" tanya ibu terdengar khawatir."Iya, Bu, Mira nggak apa-apa kok," jawabku berusaha bersuara setenang mungkin."Teman-teman Clarissa udah pada datang. Bu Wulan juga sudah datang, Mir," ucap ibu lagi."Iya, Bu, sebentar lagi Mira keluar," ucapku sambil berjalan kearah kamar mandi. Aku mencuci muka kemudian kembali merapikan dandananku. Aku tidak mau terlihat menyedihkan di hadapan semua orang, terutama di depan putriku. Selama ini aku berusaha kuat hanya demi Clarissa, putri semata wayangku.Keluar dari kamar aku langsung menghampiri Clarissa di ruang keluarga. Sepertinya putriku sedang merajuk, mungkin karena ayahnya belum juga datang. Tampak ibu, Bu Wulan, dan Mita sedang membujuk Clarissa. Mereka seperti dikomando melihat ke arahku, saat aku keluar dari kamar dan menghampiri mereka."Bunda ... ayah mana, kenapa belum juga datang?" tanya Clarissa sambil menatapku dengan mata berkaca-kaca. Inilah yang aku tidak sanggup, melihat air mata putriku rasanya hatiku bagai disayat-sayat."Clarissa, mungkin ayah ada hal yang nggak bisa ditinggalkan, atau mungkin ayah datangnya terlambat. Tadi bunda udah coba telepon tapi nggak di angkat, Nak. Kita mulai aja ya, acara ulang tahunnya," ucapku berusaha membujuk Clarissa. Sebisa mungkin aku tak meneteskan air mata di depan putriku, walaupun dalam hati rasanya tak sanggup menahan rasa sakit ini."Iya, kita mulai aja ya, acaranya. Kasihan teman-teman Clarissa udah pada nungguin," ucap ibu ikut membujuk Clarissa."Clarissa jangan sedih. Walaupun ayahnya nggak bisa datang, kita semua ada disini. Semua sayang sama Clarissa." Bu Wulan ikut menimpali dan membesarkan hati putriku.Akhirnya Clarissa menganggukkan kepalanya, tetapi raut wajahnya masih terlihat sangat sedih."Eh, yang lagi ulang tahun nggak boleh sedih dong. Mana senyumnya?" ucap Mita berusaha menggoda Clarissa agar dia melupakan kesedihannya."Om Bagus punya kejutan buat Clarissa dan teman-teman. Ayo kedepan, kita mulai acaranya," ucap Bagus yang tiba-tiba masuk menghampiri kami."Oh ya ... kejutan apa ya? Ayo kita lihat," sahut Mita, kemudian menggandeng tangan Clarissa ke depan. Kami semua bangun dari tempat duduk kemudian berjalan ke ruang tamu yang sudah dihias dengan dekorasi ulang tahun.Sampai di ruang tamu, ternyata teman-teman Clarissa sudah berkumpul semua. Bahkan beberapa orang tua tampak ikut mengantarkan putra-putri mereka."Kejutan, silahkan masuk!" ucap Bagus sedikit berteriak. Lalu tiba-tiba masuk seorang badut yang langsung disambut anak-anak dengan antusias."Wah ... ada badut. Hore ... ada badut!" Teriak anak-anak Senang.Akhirnya acara dimulai. Bagus dan Mita memandu acara. Anak-anak yang berani bernyanyi di depan, bisa berfoto dan mendapat hadiah dari badut. Yang bisa menjawab pertanyaan dengan benar, juga mendapatkan hadiah kemudian berfoto dengan badut. Anak-anak sangat senang mendapat banyak Hadiah.Acara berlangsung sangat meriah, hingga puncak acara potong kue dan tiup lilin. Clarissa memberikan potongan kue pertama padaku, kemudian potongan kedua diberikannya pada omanya. Kami semua mendo'akan dan menciuminya, berusaha menunjukkan banyak cinta supaya dia tidak berkecil hati.Setelah memberikan ucapan selamat, satu persatu teman-teman Clarissa pulang. Mita dan Bagus membereskan sisa-sisa acara ulang tahun. Kemudian kami duduk bersama di ruang keluarga.Bu Wulan memberikan Kado berupa boneka kelinci besar berwarna pink dan juga sebuah totebag yang ternyata isinya baju dan sepatu untuk Clarissa. Bu Wulan juga membawa banyak kue dari tokonya."Bu Wulan, terima kasih banyak hadiahnya banyak sekali untuk Clarissa. Jadi ngerepotin, Bu," ucapku sungkan."Clarissa, bilang terimakasih, Nak, sama Oma Wulan," pintaku pada Clarissa."Oma Wulan, terima kasih banyak ya kadonya," ucap Clarissa."Iya sama-sama, Mir, Clarissa. Oma nggak merasa repot, malah oma senang bisa datang ke rumah Clarissa dan kenal sama keluarga Clarissa yang lain," ucap Bu Wulan sambil membelai rambut Clarissa.Tiba-tiba terdengar notifikasi dari ponselku. Aku mengeluarkannya dari kantong celana. Aku pikir Mas Haris yang menghubungiku. Tapi tenyata setelah aku melihat layar, bukan nama Mas Haris tapi nama teman lamaku yang bernama Ayu.Tumben sekali Ayu menelepon. Kira-kira apa yang membuatnya menghubungiku, karena selama ini dia jarang sekali meneleponku."Hallo ... assalamualaikum," ucapku saat sambungan telepon sudah terhubung."Walaikumsalam ... Mir, kamu lagi di mana?" tanya Ayu setelah menjawab salamku."Aku? Aku di rumah. Kenapa emangnya, Yu?" tanyaku heran, kenapa Ayu bertanya seperti itu."Emm, anu Mir ... Aku--aku ngeliat Mas Haris, suamimu bersama seorang wanita di hotel." Bagai petir di siang hari saat aku mendengar ucapan Ayu. Ya, aku tahu Ayu bekerja di sebuah hotel di Jakarta sebagai resepsionis."A-apa? Kamu nggak salah lihat 'kan, Yu?" ucapku dengan suara bergetar, lalu bangun dari tempat duduk."Nggak kok, Mir. Aku yakin itu Mas Haris, suamimu. Aku tadi bahkan sempat mengambil fotonya diam-diam. Sebentar ya, aku kirimkan," ucapnya kemudian menutup teleponnya.Aku menunggu dan menatap ponselku dengan dada berdebar. Ketika suara notifikasi terdengar, buru-buru aku membuka gambar yang dikirimkan oleh Ayu.Deg!Dadaku berdetak kencang, rasanya sakit sekali. Sangat jelas itu memang foto Mas Haris, suamiku. Dia sedang memeluk pinggang seorang wanita, tapi sayangnya aku tak bisa melihat wajah wanita itu.Aku menarik tangan Mita menjauh dari Clarissa. Kemudian mengajaknya masuk kedalam kamarku. Sampai di kamar, tubuhku langsung luruh ke lantai, aku menangis menumpahkan segala rasa sakit di dalam hati.Mita yang kebingungan melihaku menangis, memelukku dan mengusap punggungku. Aku tak sanggup menceritakannya pada Mita, hingga kuputuskan untuk memperlihatkan ponselku yang masih memperlihatkan foto Mas Haris dengan wanitanya.Mita menerima ponselku, kemudian melihat kelayar ponsel. Matanya melotot menatap ponsel, tangannya terkepal, kemudian dia berjalan tergesa ke luar kamar memanggil suaminya.Bersambung ....Setelah berusaha untuk menenangkan diri. Akhirnya aku memutuskan untuk mendatangi Mas Haris di hotel. Tapi sebelumnya aku menelepon Ayu terlebih dahulu.[Yu, apa Mas Haris masih di hotel?] tanyaku langsung dengan suara serak, aku bahkan lupa mengucapkan salam.[Iya,Mir. Suamimu masih berada di hotel dengan wanita itu,] jawab Ayu.[Yu, aku sedang menuju kesana. Tolong kabari aku kalau Mas Haris check out selagi aku masih di perjalanan,] ucapku lagi.[Oke, Mir. Tapi kamu ke sini naik apa dan dengan siapa? Kamu jangan bawa mobil atau motor sendiri ya. Keadaan kamu lagi kayak gini, bahaya kalau bawa kendaraan sendiri karena kamu pasti nggak fokus,] jawab Ayu perhatian, mungkin dia merasa kasihan padaku.[Iya ,Yu, aku kesana dengan saudaraku, kamu jangan khawatir. Terima kasih ya, Yu. Jangan lupa share location,] jawabku lalu menutup telepon."Akhirnya kebohonganmu akan segera terbongkar, Mas," ucapku geram sambil mengepalkan tangan.Aku bangun lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci
"Keterlaluan kamu, Mas ...!"Aku langsung berteriak saat sudah masuk ke dalam kamar hotel, dan melihat Mas Haris sedang di atas ran-jang dengan selingkuhannya.Dan yang lebih membuatku terkejut adalah saat aku melihat pasangan z*nah Mas Haris adalah--Mba Linda--kakak iparnya sendiri, istri Mas Harlan.Rasanya aku tak bisa mempercayai apa yang aku lihat. Bisa-bisanya mereka selingkuh dan berbuat z*nah. Sepertinya mereka sudah tidak punya otak untuk berpikir, sehingga tidak memikirkan lagi perasaanku dan Mas Harlan.Mendengar teriakanku Mas Haris yang sedang bermandikan peluh kenik-matan tersentak kaget, dan refleks menghentikan aktivitasnya. Saat dia menoleh, matanya melotot menatapku yang juga sedang menatapnya dengan kobaran api amarah. "Mir ...," ucap Mas Haris lalu turun dari tempat tidur dan memunguti pakaiannya yang tercecer di lantai, lalu buru-buru memakainya. Kemudian dia berjalan menghampiriku, sedangkan j4l4ng itu berusaha menutupi tubuhnya dengan selimut.Plak!"Itu dari C
Kemarin setelah pulang dari Jakarta, aku memutuskan untuk ikut ke rumah ibu dan menginap di sana. Dalam keadaan seperti ini aku butuh teman untuk bercerita, aku juga butuh tempat untuk bersandar dan menguatkanku yang saat ini tengah rapuh. Dan bagiku, keluarga adalah tempat terbaik untuk berbagi segala rasa.Aku tidak menyesali apa yang terjadi dalam hidupku. Mungkin ini adalah cara Allah untuk membuatku menjadi orang yang lebih baik, orang yang lebih kuat kedepannya nanti. Apa lagi ada Clarissa, yang membuatku benar-benar harus menjadi seorang ibu yang tangguh dan serba bisa.Kedepannya mungkin tugasku akan semakin berat. Aku harus memerankan peran ganda, yaitu menjadi seorang ibu sekaligus sebagai seorang ayah untuk Clarissa.Bagiku meskipun pahit, terbongkarnya kebohongan Mas Haris itu lebih baik. Dari pada seumur hidup harus terjebak, dan tidak tahu tentang perselingkuhan mereka. Sekarang setelah semua terbongkar, aku harus fokus untuk bekerja dan membesarkan putri semata wayangk
"Maaf, Bu. Pak Wahyu sudah menunggu di ruangannya," ucap Sekretaris itu sopan, kemudian dia kembali ke meja kerjanya.Mendengar ucapan Sekretaris Pak Wahyu, Mas Haris mengerenyitkan dahinya."Ada urusan apa kamu menemui Pak Wahyu?" tanya Mas Haris heran. Aku tak menjawab pertanyaan Mas Haris, hanya menanggapi dengan tersenyum kecil. Kemudian aku berjalan meninggalkannya menuju ruangan Direktur utama."Tunggu saja kejutan kecil dariku, Mas. Aku akan membalas perbuatan kalian padaku," gumamku lirih sambil mengepalkan tangan.Tok tok tok! Aku mengetuk pintu perlahan."Masuk...!" Terdengar suara bariton dari dalam ruangan. Aku membuka pintu, kemudian masuk."Selamat siang, Pak." Aku berucap lalu mengangguk sopan saat sudah berada di depan Pak Wahyu."Selamat siang. Silahkan duduk, Bu," jawab Pak Wahyu."Maaf, Ibu bukannya istri Pak Haris, salah satu karyawan saya. Soalnya tadi waktu Ibu duduk di ruang tunggu, Pak Haris berkata kalau Ibu istrinya. Jadi, ada perlu apa Ibu menemui saya?" ta
Mendengar suara klakson mobil, Bu RT buru-buru bangun kemudian berjalan ke depan. Sepertinya ada yang datang. Lalu terdengar suara gerbang yang dibuka, disusul suara mobil masuk dan berhenti di depan rumah.Blamm!Terdengar suara pintu mobil ditutup, lalu suara langkah kaki masuk ke dalam rumah. Aku masih duduk diam di ruang tamu, menunggu Bu RT masuk kembali."Itu motor siapa yang di depan, Bu?" suara laki-laki bertanya pada Bu RT. Ternyata yang datang adalah suaminya alias Pak RT."Di dalam ada tamu, cari Bapak," jawab Bu RT.Tak lama masuk seorang laki-laki yang meskipun usianya tidak muda lagi, tapi masih terlihat tampan dan gagah."Assalamualaikum ...." ucapnya saat masuk dan melihatku duduk di ruang tamu."Walaikumsalam ...." jawabku lalu berdiri dari duduk, kemudian sedikit membungkuk memberi hormat."Ini Bu Miranti, Pak. Dia datang ke sini mau ketemu Bapak, karena ada yang mau di laporkan," ucap Bu RT pada suaminya."Oh iya, silahkan duduk dulu, Bu. Saya izin kedalam sebentar,
(POV Pak RT)"Bu Linda, Pak Haris, buka pintunya. Kami tahu kalian berdua di dalam!" teriakku setelah menggedor pintu rumah Bu Linda. Tak ada sahutan."Bu Linda, cepat buka pintunya. Atau kami terpaksa mendobrak pintu ini!" teriakku lebih keras, tapi masih tak ada sahutan juga. Lalu aku menyuruh beberapa warga untuk segera mendobrak pintu rumah Bu Linda. Tapi tiba-tiba ...."Ini ada apa, kenapa malam-malam begini bikin keributan di rumah menantu saya?" Tiba-tiba Bu Munawaroh datang dan langsung bertanya. Tapi ekspresinya terlihat tidak suka melihat banyak warga di depan rumah menantunya."Maaf Bu Muna, saya mendapat laporan kalau Pak Haris telah berselingkuh dan berz*nah dengan kakak iparnya sendiri yaitu Bu Linda," jawabku pada ibu kandung Pak Haris.Mendengar ucapanku tampak Bu Munawaroh terkejut."Apa? Berselingkuh dan berzinah? Nggak mungkin! Bapak jangan mengada-ada, ini fitnah! Mana buktinya? Haris memang baik pada Linda dan anaknya, tapi itu karena kakaknya yang memberi amanah
Kami semua sudah berkumpul di teras rumahku. Aku duduk di kursi berdampingan dengan istriku, Maya. Di depan sebelah kanan, duduk Bu Linda berhadapan dengan Pak Haris. Sedangkan di samping kiri Pak Haris, duduk Bu Munawaroh dengan memangku cucunya.Lalu di teras sampai halaman depan, bahkan sampai di luar pagar para warga sudah bersiap mengikuti sidang atas kasus perselingkuhan dan perz*nahan antara Pak Haris dengan Bu Linda."Bu, coba telepon Bu Miranti. Ini sudah malam jadi nggak mungkin dia bisa ke sini. Jarak Bekasi-Jakarta juga lumayan jauh, jadi telepon atau video call saja," perintahku pada Maya, istriku.Istriku tak menyahut, tapi dia langsung mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Kemudian mengutak-atik layar ponselnya."Hallo, assalamualaikum, Bu Miranti. Kami sudah berhasil menggerebek Bu Linda dan Pak Haris. Sekarang kami dan para warga sedang berkumpul di rumah kami untuk mengadili kedua tersangka ini. Sebelumnya apa Bu Miranti ada yang ingin disampaikan, atau keinginan
(POV Haris)Aku dan Linda memang sudah lama menjalin hubungan di belakang Miranti dan kakak kandungku, Mas Harlan.Kejadian itu bermula saat istriku--Miranti-- mengandung anak pertama kami. Aku yang mempunyai hasrat besar merasa tak puas karena kondisi istriku yang sedang mengandung, dan tidak leluasa melakukan berbagai gaya. Ditambah setiap harinya penampilan Miranti yang semakin tidak menarik di mataku. Tubuhnya yang semakin mengembang, membuatku semakin tak bergairah melihatnya.Miranti memang cantik, kulitnya putih bersih. Tapi penampilannya yang sederhana dengan pakaian yang tertutup walaupun dia tidak memakai hijab, membuatku merasa jenuh dan semakin hari semakin bosan melihatnya. Apa lagi saat dia dinyatakan hamil, dia semakin jarang berhias, bahkan dia hanya memakai bedak bayi untuk memoles wajahnya. Alasannya karena takut bayi yang sedang dikandungnya terkena bahan kimia yang akan membahayakan kesehatan calon bayi kami. Padahal menurutku itu hanya alasannya belaka, dia memang