Share

BAB 5. KE TOKO KUE

Sudah tiga hari sejak acara ulang tahun Dila di rumahnya beberapa hari yang lalu, tidak sekalipun Mas Haris menghubungiku untuk sekedar menanyakan keadaan putrinya.

Aku terpaksa mengirim pesan wa supaya Mas Haris tidak lupa acara ulang tahun putrinya besok. Semua kulakukan demi putriku, supaya Clarissa tak merasa sedih dan kecewa lagi.

[Mas, jangan lupa besok Clarissa ulang tahun. Nanti sore, Mas Haris pulang ke Bekasi 'kan?] Pesan kukirim dan tak lama langsung centrang biru, artinya Mas Haris sudah membaca pesanku.

[Belum tahu, Bun. Lihat nanti ya.] Pesan balasan dari Mas Haris langsung membuat emosiku naik.

[Mas, tolong luangkan waktu untuk anakmu. Masak untuk keponakan, kamu bela-belain nggak masuk kerja. Sedangkan untuk anak kandungmu, banyak pertimbangan.] Aku membalas pesan Mas Haris dengan emosi yang sudah siap meledak.

Lelah, sungguh aku merasa lelah selama ini hanya diam dan mengalah.

[Ayah 'kan bilang lihat ntar, Bun. Bukan nggak bisa, nanti diusahakan."]

[Nggak, aku nggak mau tahu. Pokoknya Mas Haris harus pulang. Aku nggak mau Clarissa semakin sedih, karena merasa ayahnya lebih menyayangi sepupunya dari pada dirinya yang anak kandungmu.]

Usai aku mengirim pesan balasan, Mas Haris tak membalas lagi. Akhirnya aku memutuskan untuk mengajak Clarissa untuk memesan kue tart di toko kue langganan kami.

Sampai di toko, seperti biasanya Clarissa langsung masuk dan melihat kue yang dipajang di etalase kaca.

"Bunda, aku mau kue tart yang Hello Kitty," ucap Clarissa sambil menunjuk kue di etalase.

"Boleh," jawabku sambil tersenyum, kemudian aku memanggil pelayan.

"Mba, saya mau pesan kue tart Hello Kitty. Besok siang saya ambil, bisa?" tanyaku pada pelayan toko.

"Bisa, Bu. Silahkan langsung ke kasir," jawab pelayan toko itu dengan ramah.

Aku memilih beberapa kue juga untuk ibu dan Mita, kemudian berjalan menuju kasir untuk melakukan pembayaran. Setelah membayar pesanan, aku langsung mengajak Clarissa untuk pulang. Tapi langkahku terhenti saat melihat seorang wanita menghampiri.

"Miranti, apa kabar?" sapa wanita itu sambil tersenyum.

"Alhamdulillah baik, Bu Wulan," jawabku sopan, kemudian kami bercipika cipiki.

Bu Wulan adalah pemilik toko kue ini, toko kue yang cukup terkenal dan menjadi langganan kami sejak lama.

Kami sudah kenal cukup lama, dan lumayan dekat layaknya teman. Terkadang kalau kebetulan bertemu di toko kue seperti ini, kami akan duduk ngobrol sambil makan kue dan minum kopi. Kemudian bercerita tentang apa saja.

"Hai Clarissa ..., apa kabar, cantik?" sapa Bu Wulan ramah dan disambut Clarissa dengan senyum, kemudian mencium punggung tangan Bu Wulan.

"Kabar baik, Oma Wulan," jawab Clarissa setelah mencium tangan Bu Wulan. Clarissa dan Bu Wulan memang lumayan dekat, Bu Wulan terlihat sangat menyayangi Clarissa. Apa lagi dari cerita Bu Wulan, dia belum memiliki cucu. Bu Wulan memiliki seorang anak laki-laki yang kini menjadi duda tanpa anak setelah dikhianati dan ditinggalkan oleh istrinya.

"Oh iya, Clarissa habis beli kue apa?" tanya Bu Wulan pada Clarissa.

"Clarissa habis pesan kue ulang tahun, Oma," jawab Clarissa ceria.

"Jadi Clarissa mau ulang tahun, kapan acaranya?" tanya Bu Wulan lagi.

"Besok, Oma. Oma Wulan datang ya," ucap Clarissa lalu melihat ke arah belakang Bu Wulan. Tampak seorang laki-laki tampan menghampiri kami.

"Ma, sudah belum?" tanya laki-laki itu pada Bu Wulan. Dari ucapannya, sepertinya laki-laki itu adalah anak Bu Wulan.

"Belum, ini mama lagi ngobrol dulu sama teman," jawab Bu Wulan lalu menoleh padaku dan Clarissa.

"Rayhan, perkenalkan ini Miranti dan putrinya, Clarissa. Mereka ini pelanggan toko kue mama," ucap Bu Wulan pada putranya.

"Miranti, Clarissa, perkenalkan ini anak oma. Namanya Rayhan," ucap Bu Wulan memperkenalkan putranya pada kami.

"Salam kenal Pak Rayhan, saya Miranti," ucapku sambil mengulurkan tangan.

"Salam kenal juga Bu Miranti." Pak Rayhan menyambut uluran tanganku. Kemudian menoleh kearah Clarissa.

"Hallo Om Rayhan, salam kenal ... aku Clarissa," ucap Clarissa sambil tersenyum kemudian mengulurkan tangannya.

"Hallo juga Clarissa. Kamu umurnya berapa tahun? Pintar sekali." Puji pak Rayhan lalu menyambut uluran tangan Clarissa.

"Clarissa besok umurnya pas lima tahun, Om," jawab Clarissa malu-malu.

"Iya, besok katanya Clarissa ulang tahun, Ray. Ini mereka baru pesan kue ulang tahunnya," ucap Bu Wulan ikut menjelaskan pada Pak Rayhan.

"Oh ya, jadi Clarissa besok ulang tahun. Ayo kita duduk dan ngobrol dulu di sana," ucap Pak Reyhan sambil menunjuk kursi, kemudian langsung menggandeng tangan Clarissa. Mau tak mau aku dan Bu Wulan akhirnya mengikuti mereka.

Clarissa tampak langsung akrab dengan Pak Rayhan, padahal biasanya dia tidak mudah dekat dengan orang baru. Atau mungkin karena kerinduan seorang putri pada ayahnya yang membuatnya seperti ini.

Melihat kedekatan Clarissa dan Pak Rayhan, membuatku teringat Mas Haris. Sudah lama sekali dia tidak pernah meluangkan waktu untuk sekedar ngobrol, bercanda, dan bercerita denganku dan Clarissa. Semua sudah berubah sejak Mas Haris memutuskan untuk tinggal di rumah ibunya.

Aku memalingkan wajah, kemudian menghapus air mata di sudut mataku. Jangan sampai terlihat oleh Bu Wulan dan Pak Rayhan.

Kami asyik ngobrol sambil ditemani kue dan juga kopi, sehingga tak terasa waktu sudah sore.

"Mira, Ibu sekarang ada bisnis baru. Kamu mau gabung nggak?" tanya Bu Wulan setelah dari tadi kami hanya ngobrol ngalur ngidul.

"Ibu sekarang jualan kosmetik," ucapnya lagi sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya dan memberikannya padaku.

Aku mengambil pouch cantik dari tangan Bu Wulan, kemudian mengeluarkan isinya. Dan setelah kuperhatikan ternyata itu adalah cream wajah. Satu paket cream wajah terdiri dari cream siang, cream malam, sabun, dan juga toner.

"Ibu udah pakai, hasilnya bagus dan nggak kalah sama perawatan dokter. Sebelumnya Ibu pake cream dari dokter, jadi bisa membandingkan. Teman-teman Ibu juga udah banyak yang pakai, dan alhamdulillah hasilnya bagus semua. Cream ini juga aman karena terbuat dari bahan alami dan sudah terdaftar di BPOM." Bu Wulan menjelaskan dengan detail tentang produk kecantikan yang dijualnya.

"Sebenarnya Miranti belum pernah pakai cream wajah seperti ini, Bu. Tapi ...." Aku tak melanjutkan ucapanku, karena aku tiba-tiba teringat pada suamiku. Mungkinkah Mas Haris berubah karena penampilanku yang kurang menarik?

"Miranti ... Ibu kasih tahu ya, sebagai perempuan kita harus menjaga penampilan, termasuk juga merawat kulit wajah. Ibu nggak bilang Mira jelek ya, Mira cantik ... kulit Mira juga putih bersih. Tapi kalau Mira melakukan perawatan, Mira pasti akan semakin cantik. Kalau bahasa kekinian itu glowing," ucap Bu Wulan.

Aku mendengarkan ucapan Bu Wulan, dan menurutku ucapannya ada benarnya juga. Mungkin aku harus lebih merawat diri lagi, selama ini aku memang tidak terlalu memperhatikan penampilan seperti perempuan-perempuan lain. Tapi alhamdulillahnya dari lahir aku memang dikaruniai kulit yang putih bersih, itu juga salah satu sebab aku tak pernah memakai produk kecantikan yang macam-macam.

"Satu paketnya berapa, Bu ?" tanyaku akhirnya.

"Kalau buat Mira, Ibu kasih gratis. Tapi nanti setelah Mira pakai dan udah mulai kelihatan hasilnya, Mira bantu promosi ya. Nanti setiap ada yang order, Mira tinggal hubungi Ibu. Tentu saja nanti ada komisi buat Mira. Mira jadi reseller Ibu, gimana mau nggak?" tanya Bu Wulan. Dan akhirnya aku setuju, kami sepakat untuk kerja sama.

Clarissa dan Pak Rayhan masih asyik ngobrol, kadang mereka tertawa. Entah apa saja yang mereka bicarakan. Aku tersenyum melihat Clarissa, sudah lama aku tak melihatnya seceriah ini.

Akhirnya karena hari sudah semakin sore, kami pun pamit pulang. Bu Wulan berjanji akan datang ke rumah pada acara ulang tahun Clarissa besok. Sementara Pak Rayhan tidak bisa, karena harus mengurus pekerjaan di Jakarta.

Bersambung ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status