Sudah tiga hari sejak acara ulang tahun Dila di rumahnya beberapa hari yang lalu, tidak sekalipun Mas Haris menghubungiku untuk sekedar menanyakan keadaan putrinya.
Aku terpaksa mengirim pesan wa supaya Mas Haris tidak lupa acara ulang tahun putrinya besok. Semua kulakukan demi putriku, supaya Clarissa tak merasa sedih dan kecewa lagi.[Mas, jangan lupa besok Clarissa ulang tahun. Nanti sore, Mas Haris pulang ke Bekasi 'kan?] Pesan kukirim dan tak lama langsung centrang biru, artinya Mas Haris sudah membaca pesanku.[Belum tahu, Bun. Lihat nanti ya.] Pesan balasan dari Mas Haris langsung membuat emosiku naik.[Mas, tolong luangkan waktu untuk anakmu. Masak untuk keponakan, kamu bela-belain nggak masuk kerja. Sedangkan untuk anak kandungmu, banyak pertimbangan.] Aku membalas pesan Mas Haris dengan emosi yang sudah siap meledak.Lelah, sungguh aku merasa lelah selama ini hanya diam dan mengalah.[Ayah 'kan bilang lihat ntar, Bun. Bukan nggak bisa, nanti diusahakan."][Nggak, aku nggak mau tahu. Pokoknya Mas Haris harus pulang. Aku nggak mau Clarissa semakin sedih, karena merasa ayahnya lebih menyayangi sepupunya dari pada dirinya yang anak kandungmu.]Usai aku mengirim pesan balasan, Mas Haris tak membalas lagi. Akhirnya aku memutuskan untuk mengajak Clarissa untuk memesan kue tart di toko kue langganan kami.Sampai di toko, seperti biasanya Clarissa langsung masuk dan melihat kue yang dipajang di etalase kaca."Bunda, aku mau kue tart yang Hello Kitty," ucap Clarissa sambil menunjuk kue di etalase."Boleh," jawabku sambil tersenyum, kemudian aku memanggil pelayan."Mba, saya mau pesan kue tart Hello Kitty. Besok siang saya ambil, bisa?" tanyaku pada pelayan toko."Bisa, Bu. Silahkan langsung ke kasir," jawab pelayan toko itu dengan ramah.Aku memilih beberapa kue juga untuk ibu dan Mita, kemudian berjalan menuju kasir untuk melakukan pembayaran. Setelah membayar pesanan, aku langsung mengajak Clarissa untuk pulang. Tapi langkahku terhenti saat melihat seorang wanita menghampiri."Miranti, apa kabar?" sapa wanita itu sambil tersenyum."Alhamdulillah baik, Bu Wulan," jawabku sopan, kemudian kami bercipika cipiki.Bu Wulan adalah pemilik toko kue ini, toko kue yang cukup terkenal dan menjadi langganan kami sejak lama.Kami sudah kenal cukup lama, dan lumayan dekat layaknya teman. Terkadang kalau kebetulan bertemu di toko kue seperti ini, kami akan duduk ngobrol sambil makan kue dan minum kopi. Kemudian bercerita tentang apa saja."Hai Clarissa ..., apa kabar, cantik?" sapa Bu Wulan ramah dan disambut Clarissa dengan senyum, kemudian mencium punggung tangan Bu Wulan."Kabar baik, Oma Wulan," jawab Clarissa setelah mencium tangan Bu Wulan. Clarissa dan Bu Wulan memang lumayan dekat, Bu Wulan terlihat sangat menyayangi Clarissa. Apa lagi dari cerita Bu Wulan, dia belum memiliki cucu. Bu Wulan memiliki seorang anak laki-laki yang kini menjadi duda tanpa anak setelah dikhianati dan ditinggalkan oleh istrinya."Oh iya, Clarissa habis beli kue apa?" tanya Bu Wulan pada Clarissa."Clarissa habis pesan kue ulang tahun, Oma," jawab Clarissa ceria."Jadi Clarissa mau ulang tahun, kapan acaranya?" tanya Bu Wulan lagi."Besok, Oma. Oma Wulan datang ya," ucap Clarissa lalu melihat ke arah belakang Bu Wulan. Tampak seorang laki-laki tampan menghampiri kami."Ma, sudah belum?" tanya laki-laki itu pada Bu Wulan. Dari ucapannya, sepertinya laki-laki itu adalah anak Bu Wulan."Belum, ini mama lagi ngobrol dulu sama teman," jawab Bu Wulan lalu menoleh padaku dan Clarissa."Rayhan, perkenalkan ini Miranti dan putrinya, Clarissa. Mereka ini pelanggan toko kue mama," ucap Bu Wulan pada putranya."Miranti, Clarissa, perkenalkan ini anak oma. Namanya Rayhan," ucap Bu Wulan memperkenalkan putranya pada kami."Salam kenal Pak Rayhan, saya Miranti," ucapku sambil mengulurkan tangan."Salam kenal juga Bu Miranti." Pak Rayhan menyambut uluran tanganku. Kemudian menoleh kearah Clarissa."Hallo Om Rayhan, salam kenal ... aku Clarissa," ucap Clarissa sambil tersenyum kemudian mengulurkan tangannya."Hallo juga Clarissa. Kamu umurnya berapa tahun? Pintar sekali." Puji pak Rayhan lalu menyambut uluran tangan Clarissa."Clarissa besok umurnya pas lima tahun, Om," jawab Clarissa malu-malu."Iya, besok katanya Clarissa ulang tahun, Ray. Ini mereka baru pesan kue ulang tahunnya," ucap Bu Wulan ikut menjelaskan pada Pak Rayhan."Oh ya, jadi Clarissa besok ulang tahun. Ayo kita duduk dan ngobrol dulu di sana," ucap Pak Reyhan sambil menunjuk kursi, kemudian langsung menggandeng tangan Clarissa. Mau tak mau aku dan Bu Wulan akhirnya mengikuti mereka.Clarissa tampak langsung akrab dengan Pak Rayhan, padahal biasanya dia tidak mudah dekat dengan orang baru. Atau mungkin karena kerinduan seorang putri pada ayahnya yang membuatnya seperti ini.Melihat kedekatan Clarissa dan Pak Rayhan, membuatku teringat Mas Haris. Sudah lama sekali dia tidak pernah meluangkan waktu untuk sekedar ngobrol, bercanda, dan bercerita denganku dan Clarissa. Semua sudah berubah sejak Mas Haris memutuskan untuk tinggal di rumah ibunya.Aku memalingkan wajah, kemudian menghapus air mata di sudut mataku. Jangan sampai terlihat oleh Bu Wulan dan Pak Rayhan.Kami asyik ngobrol sambil ditemani kue dan juga kopi, sehingga tak terasa waktu sudah sore."Mira, Ibu sekarang ada bisnis baru. Kamu mau gabung nggak?" tanya Bu Wulan setelah dari tadi kami hanya ngobrol ngalur ngidul."Ibu sekarang jualan kosmetik," ucapnya lagi sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya dan memberikannya padaku.Aku mengambil pouch cantik dari tangan Bu Wulan, kemudian mengeluarkan isinya. Dan setelah kuperhatikan ternyata itu adalah cream wajah. Satu paket cream wajah terdiri dari cream siang, cream malam, sabun, dan juga toner."Ibu udah pakai, hasilnya bagus dan nggak kalah sama perawatan dokter. Sebelumnya Ibu pake cream dari dokter, jadi bisa membandingkan. Teman-teman Ibu juga udah banyak yang pakai, dan alhamdulillah hasilnya bagus semua. Cream ini juga aman karena terbuat dari bahan alami dan sudah terdaftar di BPOM." Bu Wulan menjelaskan dengan detail tentang produk kecantikan yang dijualnya."Sebenarnya Miranti belum pernah pakai cream wajah seperti ini, Bu. Tapi ...." Aku tak melanjutkan ucapanku, karena aku tiba-tiba teringat pada suamiku. Mungkinkah Mas Haris berubah karena penampilanku yang kurang menarik?"Miranti ... Ibu kasih tahu ya, sebagai perempuan kita harus menjaga penampilan, termasuk juga merawat kulit wajah. Ibu nggak bilang Mira jelek ya, Mira cantik ... kulit Mira juga putih bersih. Tapi kalau Mira melakukan perawatan, Mira pasti akan semakin cantik. Kalau bahasa kekinian itu glowing," ucap Bu Wulan.Aku mendengarkan ucapan Bu Wulan, dan menurutku ucapannya ada benarnya juga. Mungkin aku harus lebih merawat diri lagi, selama ini aku memang tidak terlalu memperhatikan penampilan seperti perempuan-perempuan lain. Tapi alhamdulillahnya dari lahir aku memang dikaruniai kulit yang putih bersih, itu juga salah satu sebab aku tak pernah memakai produk kecantikan yang macam-macam."Satu paketnya berapa, Bu ?" tanyaku akhirnya."Kalau buat Mira, Ibu kasih gratis. Tapi nanti setelah Mira pakai dan udah mulai kelihatan hasilnya, Mira bantu promosi ya. Nanti setiap ada yang order, Mira tinggal hubungi Ibu. Tentu saja nanti ada komisi buat Mira. Mira jadi reseller Ibu, gimana mau nggak?" tanya Bu Wulan. Dan akhirnya aku setuju, kami sepakat untuk kerja sama.Clarissa dan Pak Rayhan masih asyik ngobrol, kadang mereka tertawa. Entah apa saja yang mereka bicarakan. Aku tersenyum melihat Clarissa, sudah lama aku tak melihatnya seceriah ini.Akhirnya karena hari sudah semakin sore, kami pun pamit pulang. Bu Wulan berjanji akan datang ke rumah pada acara ulang tahun Clarissa besok. Sementara Pak Rayhan tidak bisa, karena harus mengurus pekerjaan di Jakarta.Bersambung ....(POV Linda)Ternyata nasib tak seindah harapan, perlahan tapi pasti aku mulai mendapatkan balasan atas apa yang telah kulakukan di masa lalu.Setelah diceraikan kemudian di usir dari rumah Mas Haris, aku mengajak om Yongki untuk bertemu. Aku tidak punya siapa-siapa lagi, hanya om Yongki satu-satunya harapanku. Aku memintanya untuk segera menikahiku seperti janjinya padaku selama ini. Meskipun hanya dinikahi secara siri, aku tidak keberatan. Tapi nyatanya om Yongki tidak mau menikahiku, dia mencampakkan aku setelah membuatku ditendang oleh Mas Haris."Om, mana janjimu, katanya Om akan menikahiku. Aku sekarang sudah bercerai dengan suamiku, jadi sekarang aku minta Om segera nikahi aku. Aku butuh status Om, aku nggak mau hubungan kita seperti ini terus," ucapku sambil menatap nanar laki-laki yang sudah cukup berumur di depanku ini. Aku nggak masalah dengan umur, yang penting Om Yongki bisa memberikan apa saja yang aku mau. Bagi orang sepertiku uang adalah segalanya."Kamu jangan mimpi te
(POV Haris)Ternyata beginilah rasanya diabaikan, juga merindukan seseorang tapi tak dipedulikan. Rasa rindu ini berubah menjadi sangat menyakitkan karena rindu yang tak sampai.Ingin rasanya memeluknya dengan penuh kerinduan, tapi jangankan pelukan, bahkan menoleh dan menyapa pun dia enggan. Tapi itu bukan salahnya, tentu saja semua adalah salahku. Aku yang dulu selalu mengabaikan dan tak pernah memperdulikannya, dan sekarang dia membalasku.Inilah hukuman paling berat dalam hidupku, diabaikan dan dijauhi oleh putri kandungku sendiri.Kini hidupku terasa sangat sepi. Dila putri yang sangat ku sayangi, yang keinginan dan kebahagiaannya selalu ku letakkan di atas segalanya, telah pergi untuk selamanya.Linda perempuan yang sangat kucintai juga telah pergi, setelah menorehkan luka yang teramat dalam di hati ini. Entah di mana dia sekarang, aku sudah tidak peduli lagi.Sedangkan Miranti dan Clarissa ternyata telah bahagia bersama keluarganya yang baru. Aku tidak menyangka Mira bisa begit
Di sinilah kami berada sekarang, di sebuah hotel di Raja Ampat. Pemandangan yang memanjakan mata, membuatku betah berlama-lama menatap keindahan alam yang selalu membuatku terpesona.Apalagi hotel tempat kami menginap, bangunannya berupa panggung di atas air, sehingga kami bisa leluasa memandang gundukan-gundukan pulau yang menyerupai tempurung kura-kura yang luar biasa indah.Tak salah banyak yang memilih tempat ini sebagai tempat untuk honeymoon, termasuk kami berdua, aku dan Mas Rayhan. Tempat ini sangat romantis dan tenang, karena jauh dari keramaian.Kami hanya pergi berdua, karena ibu dan Mama Wulan melarang kami membawa Clarissa. Alasannya karena Clarissa harus sekolah sedangkan kami belum tahu akan berlibur berapa lama. Tapi Mama Wulan berjanji, saat Clarissa libur panjang nanti, kami akan berlibur bersama ke luar negeri.Untungnya Clarissa mengerti dan tidak ada drama menangis sama sekali. Sebenarnya aku merasa berat meninggalkan Clarissa, karena selama ini aku belum pernah b
Sekitar sepuluh menit akhirnya Pak Rayhan keluar dari kamar mandi, kemudian langsung masuk ke walk in closed untuk berganti pakaian. Tak lama dia keluar lagi dan menghampiriku yang sedang duduk di tepi tempat tidur."Capek, nggak?" tanyanya sembari mengelus punggungku dengan lembut."Iya, lumayan," jawabku pelan."Aku bantu bukain hijabnya ya, terus kita tidur. Besok kita masih ada acara, pagi-pagi harus sudah berada di hotel," ucap Pak Rayhan kemudian langsung membantu membuka hijabku."Kenapa harus resepsi di hotel, Pak? Seharusnya nggak usah berlebihan, uangnya juga bisa ditabung," ucapku kala Pak Rayhan sudah berhasil melepaskan hijab berwarna merah maroon yang menutupi rambutku."Kok, masih panggil 'Pak', apa nggak ada panggilan sayang untukku?" tanyanya sambil memutar tubuhku supaya menghadap ke arahnya."Memangnya mau di panggil apa?" tanyaku balik sambil menatap wajah tampan di depanku."Panggil aku 'Mas' atau 'Ayah' bila kita sedang bersama Clarissa," jawab Pak Rayhan sambil
(POV Miranti)Sudah hampir dua minggu dari liburan kami di puncak kala itu. Selama dua minggu ini aku dan Pak Rayhan tidak ada komunikasi sama sekali. Sepertinya dia sengaja memberiku waktu untuk berpikir. Aku menjalani keseharian seperti biasa, tetap fokus bekerja dan menjalankan bisnis yang semakin berkembang pesat. Aku yakin Pak Rayhan juga sedang sibuk dengan pekerjaannya, sehingga dia tidak sempat menghubungiku.Sebenarnya aku sudah ada jawaban untuk Pak Rayhan, namun untuk menghubunginya lebih dulu tentu aku gengsi. Akhirnya aku hanya menunggu Pak Rayhan yang lebih dulu menghubungiku.Sejujurnya aku memang telah jatuh hati pada laki-laki penyayang itu. Apalagi melihat kedekatannya dengan putriku, Clarissa. Dan setelah beberapa kali shalat istikharah, akhirnya hatiku mantap menjadikan Pak Rayhan sebagai imamku sekaligus ayah untuk Clarissa. Bahkan beberapa kali Pak Rayhan datang dalam mimpiku. Dalam mimpi itu kami bertiga sangat bahagia. Aku menganggap semua itu adalah petunjuk,
"Dari mana aja kamu, jam segini baru pulang?" tanyaku saat Linda sudah di depan pintu."Dari kerjalah, dari mana lagi memangnya," sahutnya tanpa rasa bersalah."Kerja di hotel maksudnya?" jawabku ketus, membuat Linda tersentak kaget karena sebelumnya aku tidak pernah kasar padanya."Mas kenapa, sih?" sahutnya sambil menerobos masuk dan berjalan cepat menuju kamar. Baru beberapa langkah aku berhasil mengejarnya, kemudian mencekal tangannya."Hentikan sandiwaramu, aku sudah muak dengan semuanya!" ucapku dengan geram."Sandiwara apa? Udah ah, aku capek, mau tidur," jawabnya sembari berusaha melepaskan tangannya.Tiba-tiba ibu keluar dari dalam kamar."Ini ada apa sih, malam-malam kok ribut banget. Linda, dari mana aja kamu baru pulang jam segini? Kenapa ditelepon nggak di angkat? Kamu tahu nggak, apa yang terjadi pada anakmu?!" Bentak ibu saat melihat Linda berdiri di ruang tamu."Ponsel aku hilang, Bu. Memangnya ada apa sama Dila?" tanya Linda. Entah dia benar-benar tidak tahu atau hany
"Haris ...." Saat melihatku membuka pintu, ibu memanggil namaku dengan suara parau.Aku tertegun di depan pintu. Mataku tertuju pada sosok yang terbaring di ranjang pasien. Seorang perawat menutupi tubuh kecil itu dengan sehelai kain putih hingga menutupi semua bagian tubuh dari kaki hingga kepala.Melihat semua itu membuat kakiku tiba-tiba lemas, seakan tak punya kekuatan lagi untuk berdiri. Bahkan aku merasa dunia seakan berputar, langit pun seakan runtuh. Rasanya aku tak percaya apa yang kulihat saat ini. Putriku kesayanganku, Dila ....Dengan kaki gemetar aku melangkah masuk menghampiri Dokter yang masih berada di samping putriku."Dokter, apa yang terjadi? Kenapa putri saya ...." Aku tak sanggup melanjutkan kata-kata. Tenggorokan terasa tercekat, menahan pedih di hati."Putri Bapak mengalami gagal ginjal. Di duga karena pemakaian obat-obatan yang mengandung bahan yang berbahaya untuk anak-anak, apalagi digunakan dalam jangka waktu yang lama." Jelas laki-laki berseragam putih itu
Aku sengaja menunda untuk makan malam, dan menunggu sampai Linda selesai mandi. Saat keluar dari kamar mandi, Linda terkejut mendapati aku masih di kamar sedang duduk di tepi tempat tidur dengan memegang ponsel miliknya."Kok kamu masih di kamar, Mas? Emang belum lapar?" tanyanya lalu menghampiriku."Belum, nungguin kamu dulu. Siapa 'Y'? tanyaku langsung karena sangat penasaran sambil memperlihatkan beberapa panggilan tak terjawab di ponselnya. Mendengar pertanyaanku Linda terlihat gugup tapi hanya sebentar, Setelahnya dia bersikap biasa kembali."Oh, itu bos di tempat kerjaku. Mas kenapa sih nanya-nanya kayak gitu, pakai geledah tas dan hp aku segala. Mas curiga sama aku?" tanya Linda merajuk, kemudian dia yang masih mengenakan handuk duduk di pangkuanku.Aroma sabun yang menguar dari tubuhnya membuatku tak tahan ingin memeluknya. Sejenak aku melupakan rasa curiga yang hinggap di hati dan pikiranku, Linda memang sangat tahu kelemahanku. Setelah itu kami langsung memadu kasih di tempa
Akhir-akhir ini aku merasa nasibku sangat sial. Setelah digerebek dan diusir oleh warga, aku dan keluarga terpaksa meninggalkan rumah, dan mencari kontrakan di dekat kantor tempatku bekerja.Di tempat kerja aku mendapat sanksi tegas, setelah Miranti melaporkan tentang perbuatan asusilaku pada Pak Wahyu. Hingga akhirnya Pak Wahyu memutuskan memindahkanku ke kantor cabang di Bekasi.Aku tidak bisa menolak keputusan Pak Wahyu, karena Pak Wahyu hanya memberi dua pilihan. Pindah ke kantor cabang, atau aku harus membuat surat pengundurkan diri dari perusahaan tempatku bekerja. Pak Wahyu juga mencopot jabatan Manajer yang belum lama ku duduki, hingga kini aku kembali menjadi staf biasa.Sungguh benar-benar sial nasibku, biasanya karyawan yang dimutasi ke kota lain akan dipromosikan dan naik jabatan. Tapi berbanding terbalik denganku, aku malah turun jabatan.Akhirnya mau tidak mauaku membawa keluargaku pindah ke Bekasi. Sementara waktu kami terpaksa tinggal di kontrakan tak jauh dari tempat