Punggung Raihana terasa perih mendengar Suara yang dingin menusuk jantungnya itu, dan ia tidak mempunyai keberanian untuk mengangkat wajahnya.
"Aku dengar pernikahannya tinggal beberapa hari lagi, tetapi kenapa undangan belum sampai padaku?" Raihana gemetar, terlalu tegang hingga semua indranya tidak bekerja hanya bau amis darah yang tercium membuat perutnya bergolak. Dia membekap mulutnya, menelan kembali muntahnya yang asam dan menjijikkan. "Apa adikku tersayang melarikan diri dan meninggalkanmu sendirian, dia tidak menceritakan padamu ke mana dia akan pergi setelah membuat rumahmu hancur?" Ujung sepatu Tuan Xavier mengungkit dagu Raihana yang basah dengan airmata dan keringat. Raihana memilih patuh mendongak menatapnya yang terlalu sempurna dalam rupa yang seperti pangeran, tetapi punya hati bagaikan iblis yang sangat jahat. "Apa kamu memilih tutup mulut dan membiarkan pengecut itu kabur sedangkan kamu dan keluargamu harus mati karenanya?" "Anda tidak harus membunuh ratusan orang jika Anda hanya ingin mencari, menemukan, dan membunuh Tuan Wilson. Dengan mudah Anda bisa menemukannya. Anda hanya ingin mempermainkan Tuan Wilson, membuatnya hancur merasa tidak berguna. Lakukan saja, tapi kenapa harus membunuh dan menyiksa kami?" Ekspresi Tuan Xavier tidak berubah, tetapi kilatan matanya sangat menakutkan. Dia tidak melepaskan tatapannya pada Raihana saat memberi perintah agar segera melepaskan tembakan, memusnahkan mereka yang masih tersisa. Raihana segera menunduk, bersujud di kaki Tuan Xavier, gemetar menahan takut dan sakit di bahunya. "Saya tidak tahu. Tuan, saya tidak tahu sama sekali keberadaannya." Isaknya tak berani mengangkat wajah atau melihat mata Tuan Xavier. "Jadi pilihanmu tetap menyembunyikannya dan melindunginya, katakan ke mana Wilson atau aku akan memenggal kepala dari mereka yang masih hidup." Tuan Xavier mendorong bahu Raihana yang terluka akibat tembakan,membuat Raihana menjerit kesakitan dan tergolek ke samping, melihat tembakan yang melesat dan membabi buta tidak menyisakan satu orang pun dalam posisi berlutut. "Menukar nyawa satu orang dengan belasan anggota keluargamu, itu adil?" Raihana bertemu pandang dengan beberapa orang yang masih bernyawa, tetapi tidak akan bertahan cukup lama. Mereka semua memilih mati daripada membuka rahasianya. Mereka semua tahu percuma saja bicara karena mereka tidak akan hidup. Yang sebelumnya sudah berani mengacuhkan permintaan Tuan Xavier yang jahat. Mereka lebih memilih mati dengan terhormat, menyisakan satu orang yang akan menyambung garis keturunan keluarga Thanus. "Meski saat ini di hadapan Anda ada Tuan Wilson, Anda tetap akan membunuh kami semua. Anda membenci Tuan Wilson, sangat benci sampai membunuhnya saja tidak sudi. Anda ingin menyiksanya." Dengan suara bergetar Raihana menjawab, berusaha duduk memegang bahunya.Tuan Xavier menendang bahu Raihana, menarik bajunya dan menekan lukanya makin dalam menembus otot- otot Raihana. "Aku bertanya padamu, apakah kamu akan mengorbankan keluargamu demi bajingan itu?" Raihana menatap Tuan Xavier dengan posisi tergolek dengan darah yang mengalir di bahu badannya. Raihana menatap lurus Tuan Thanus di depannya, pria tua itu menggeleng pelan meminta Raihana tetap diam meski saat itu Tuan Xavier mengambil pistol dari sakunya, menodongkannya ke kepala Raihana. "Bunuhlah saya, tapi Anda tetap tidak akan merasa puas. Kebencian itu tidak akan pernah padam kecuali dengan maaf dan penerimaan yang tulus." Tuan Xavier menatap wanita ini yang konon terkenal karena kecantikannya yang luar biasa, tetapi nyatanya biasa saja, entah karena dia seorang anak seorang hartawan hingga para penjilat memujinya tanpa otak. Tidak ada kelebihan, kecuali sikap beraninya yang luar biasa yang sungguh menarik bagi seorang Xavier. "Apa kamu mencintai adikku, Nona Muda?" tanyanya menekan ujung pistolnya mendorong kulit wajah Raihana.Untuk bernapas saja Raihana takut apalagi untuk bicara dan menjawab pertanyaan Tuan Xavier. Bahunya perih, darah mulai mengalir ke dadanya, membasahi baju Raihana. Mungkin jika peluru ini dicabut dari bahunya, darahnya tidak akan sebanyak ini. "Bunuh mereka semua, sisakan ayah sang Nona Muda." Tuan Xavier memberi perintah. Para pengawal bergerak, tanpa menunggu perintah kedua langsung menodongkan pistol mulai menembaki tubuh-tubuh yang langsung memercikkan darah di mana mana, membunuh siapa pun yang terkena tembakan. Raihana memejamkan mata, menutup telinga, tidak ingin melihat atau mendengar. "Aku menyisakan ayahmu. Aku tidak akan membunuhnya jika kamu mengatakan di mana Wilson berada." Mata Raihana terbuka saat merasakan sosok tubuh dilempar padanya. Dia melihat sosok Tuan Thanus, ayah Nona Muda. Tidak perlu menjadi dokter untuk tahu sang majikan tidak akan hidup lama, terlalu banyak luka dan darah, beberapa peluru menancap di paha, dada, dan lengannya. "Kakakmu mati, Adeline. Anak-anakku semuanya telah mati. Tetaplah hidup." Raihana mengerti, Tuan Thanus sedang meminta Raihana tutup mulut, tidak membuka rahasia meski apa pun yang terjadi. "Maafkan aku, Adeline. Maafkan aku." Tuan Thanus pasti meminta maaf untuk sikap sombongnya yang membawa mereka pada kehancuran. "Hiduplah, lanjutkan keturunan Thanus. Aku percaya kamu pasti bisa menjaga nama baik Thanus. Lakukan apa pun asal nama Thanus tetap berlanjut." Raihana tahu Tuan Thanus sedang meminta untuknya melakukan pengorbanan sebesar apa pun selama Nona Muda bisa hidup di luar sana. Tuan Xavier maju, menekan dada lelaki tua itu dengan kakinya, memindahkan pistolnya ke leher si tua yang sombong. "Katakan pergi ke mana calon menantumu? Aku akan melepaskan putrimu, membiarkannya tetap hidup jika kamu katakan di mana adikku tersayang berada." Tuan Thanus tertawa meski mulutnya penuh darah. "Kamu bukan siapa-siapa jika Wilson menggugatmu, dia membawa cap perusahaan yang asli. Kamu akan digulingkan. Kamu pasti akan dihukum dan masuk ke penjara." Tawa Tuan Xavier mengalahkan tawa Tuan Thanus. "Kamu percaya pada cerita Wilson, kamu yakin dialah Pewaris sebenarnya?" Dia menggeleng. "Alangkah bodohnya. Bagaimana mungkin kamu bisa percaya pada putra seorang simpanan yang dihukum di penjara karena mencoba membunuh pewaris yang sah?" Wajah Tuan Thanus mengeras. "Kamu pasti akan di singkirkan. Kamu ketakutan, kamu ingin menutup mulut Wilson, kamu ingin mengambil stempel perusahaan asli yang diberikan padanya." Tawa Tuan Xavier makin keras. "Bajingan itu mencurinya, membawa kabur berpikir bisa menyusun pemberontakan dengan cerita palsu dan stempel yang dibawanya." Tuan Xavier menekan ujung pistolnya di antara luka yang menembus di dada Tuan Thanus. "Lihatlah yang aku risaukan benar-benar terjadi. Perusahaanmu yang kecil berani membantah perintahku. Dan kamu berani berpikir Wilsonlah Pewaris sebenarnya? Kamu benar benar bodoh." Raihana mendengarkan dengan saksama. Dia tidak pernah mendengar tentang semua ini dari Tuan Wilson, Tuan Wilson cukup dekat dengannya, sering menceritakan kisah masa kecilnya, bagaimana anak-anak Tuan Logan terdahulu iri dan ingin menyingkirkannya yang sudah pasti akan menjadi pewaris kerajaan bisnisnya selanjutnya. Apakah mungkin ada bagian yang lupa diceritakan Tuan Wilson padanya? "Tuhan tahu yang sebenarnya. Kelak kamu akan mendapatkan hukuman atas perbuatanmu." Tuan Thanus mendorong tubuhnya menekan pematik hingga peluru menembus jantungnya, matanya membesar, tubuhnya tidak bergerak, dan kepalanya terkulai. Raihana yang terpaku melihat Tuan Thanus mati dalam posisi berlutut di hadapannya. Tanpa perasaan Tuan Xavier menatap luka yang menembus dada si Pria tua itu. Darah Tuan Thanus menyembur membasahi wajah Raihana. Darah Tuan Thanus jatuh menetes dari bulu mata Raihana yang panjang. Raihana berkedip menghapus darah yang memercik ke bola matanya, membuat pandangannya menjadi merah. Dia berpaling melihat mayat bergelimpangan.Dia kenal mereka, tahu nama mereka semua, tahu posisi dan kedudukan mereka. Raihana masuk ke dalam rumah ini, saat umurnya delapan tahun. Saat itu dia hanya anak yatim piatu yang dijual untuk dijadikan pembantu. Dia dipukuli karena tidak ada yang mau menerimanya meski sudah dilelang beberapa hari. Jika hari ini tidak ada yang membelinya, maka dia akan diantar ke rumah bordil. Raihana sudah putus asa, dia pasrah jika memang harus dijual ke rumah bordil. Menjelang sore, mobil sang Nona Muda lewat di depannya, mata mereka bertemu. Entah apa sebabnya, Nona Muda meminta Raihana. Awalnya permintaan sang Nona ditolak pengasuhnya, tetapi sang Nona mulai menangis bersikeras meminta Raihana yang akhirnya mau tak mau dibeli dengan harga yang lebih mahal dari harga jual sebenarnya. Orang-orang di rumahnya bingung, mau diapakan Raihana yang kecil, kurus, dan ringkih itu. Nona muda yang kaget mendengar umur Raihana yang sedikit lebih muda dengannya justru malah senang, langsung mengeluarkan perintah, mulai hari ini Raihana akan menjadi pelayan pribadinya. Semenjak sejak saat itu Raihana menganggap sang Nona Muda sebagai dewi penyelamatnya. Dia tidak pernah membantah apa pun yang Nona Muda perintahkan. Dia tidak pernah ragu melakukan keinginan sang Nona dan tidak akan gentar menyerahkan nyawanya yang dianggapnya hadiah dari sang majikan. "Ayahmu sudah mati. Sekarang tinggal kamu." Suara Tuan Xavier menembus pendengaran Raihana. Raihana berpaling melihat darah yang menetes dari pistol Tuan Xavier. Hanya jika dia mati, maka Nona Muda bisa hidup tenang. Jika Raihana mati pasti Adeline Thanus bisa hidup dengan tenang. Jika dia mati, pencarian Tuan Xavier akan berhenti sampai di sini. Kelak jika nasib buruk menimpa Nona Muda dan Tuan Wilson, Raihana berdoa semoga Tuan Wilson bisa melindungi sang Nona yang kini menjadi tugas utama Tuan Wilson. Raihana meraih pistol Tuan Xavier, niatnya menembakan pistol tersebut ke kepalanya, tetapi lengannya yang satu tidak punya tenaga akibat luka yang masih menancap, ditambah lagi Tuan Xavier lebih waspada, dengan cepat dia menarik pistol, menginjak tapak tangan dan jari Raihana. Raihana tersungkur ke lantai marmer yang keras dan lembab. "Jadi kamu lebih memilih mati dibanding memberitahukan di mana adikku tercinta membawa stempel perusahaan yang dicurinya?!" Ujung sepatu Tuan Xavier kembali menjungkit dagu Raihana . "Kamu mencintai Wilson?" "Ya," geram Raihana. "Dia tidak pantas punya kakak seperti Anda. Dia lebih pantas menjadi Pewaris sebenarnya." Raihana hanya mau Tuan Xavier marah dan segera membunuhnya, sebelum dia mati tersiksa kehabisan darah. Tapi pria kejam itu hanya mendengus. "Aku tidak peduli kamu mencintai adikku atau tidak, tapi aku menyimpulkan dia pasti juga mencintaimu. Karena itu kamu tidak boleh mati. Dia mengambil hartaku yang berharga, maka akan kuambil apa yang dia sayangi." Mata Raihana membesar. "Wilson tidak mencintai saya." Kepalanya menggeleng, tahu apa tujuan Tuan Xavier. "Dia pergi melarikan diri, meninggalkan saya. Dia sama sekali tidak mencintai saya." Tuan Xavier menarik kakinya untuk menjauh selangkah. "Bawa dia," perintahnya. "Bakar dan hancurkan semuanya, jangan ada yang tersisa dari satupun yang ada di Rumah ini, laporkan bahwa perusahaan Thanus kini masuk dalam Perusahaan Logan dan keluarga Thanus sudah bunuh diri karena malu." "Sebarkan pada media bahwa Wilson adalah seorang buronan dan tidak boleh dilindungi atau diterima di mana saja. Siapa yang melakukannya berarti akan di proses secara hukum ." Nona Muda, pikiran Raihana melayang pada wanita muda nan cantik jelita itu. Apakah yang Raihana lakukan akan sia-sia saja? Apakah dengan pilihannya ini justru membuat sang Nona akan lebih menderita? Raihana merasa pandangannya mulai berputar. Kepalanya terasa kosong, ringan, dan tubuhnya bergerak maju mundur. Dia tergolek lemah, memejamkan mata, dan kehilangan kesadarannya. Tuan Xavier menunduk memperhatikan wanita keras kepala yang tergolek tak berdaya di bawah kakinya. Menggoyangkan dengan kakinya, melihat tidak ada respons yang ditunjukkan gadis muda itu. Saat dua orang pengawal mengangkat tubuh Raihana, Tuan Xavier berlalu naik kembali masuk ke dalam mobilnya, menyerahkan segala urusan yang tersisa pada Pimpinan Pengawalnya William yang gagah dan setia. Untuk saat ini Tuan Xavier bisa sedikit bersantai di Rumahnya, minum anggur dan bersenang-senang. Dia bisa menikmati semua harta rampasan dari perusahaan Thanus untuk kesejahteraan semua pegawainya. Membuat namanya makin dikenal, dikagumi banyak orang sekaligus ditakuti. Silakan jika Wilson ingin melarikan diri pergi sejauh mungkin bersembunyi, selama namanya tidak terdengar, maka dia boleh merasa aman dan tentram. Xavier sudah menuliskan jalan hidup bagi Wilson. Selamanya adiknya itu akan hidup dalam bayang- bayang kegelapan, berlari dari satu tempat ke tempat lain, di mana tidak ada satu pun orang mengenal dan menganggapnya berharga. Selamanya Wilson tidak akan pernah bisa bahagia, namanya akan terkubur hilang lenyap tidak berbekas.Sambil membuka (Gambar Plum Merah Salju Musim Dingin), Tuan Xavier menatap lukisan itu tanpa ekspresi. Sedetik kemudian, dia tersenyum dingin: "David menjadi malas dan emosional sekarang karena dia tidak menghadiri pengadilan." Dia pernah mendengar bahwa Tuan Max sangat pandai menggambar pemandangan. Namun lukisannya yang menampilkan orang-orang ini, juga sangat menyentuh. Asisten Hasim melihat ekspresi Tuan Xavier yang tidak baik. la teringat bahwa David telah mengirimkan lukisan ini, dan menduga bahwa Tuan Xavier masih memiliki perasaan buruk terhadap David sehingga ia tidak berani berbicara. la dengan patuh berdiri di satu sisi dan menunggu perintah Tuan Xavier."Kembalikan lukisan itu." Tuan Xavier mengerutkan bibirnya, sedikit rasa jijik terlihat. "Meskipun Nona Muda tidak suka melihat lukisan dan telah melupakan semua benda ini, para pelayan tetap harus menyimpannya dengan baik."Asisten Hasim menuju ke ruang belakang. Ketika dia melangkah masuk ke ruang tengah, dia bertemu deng
Tujuh tahun telah berlalu Xevo, Putra pertama Tuan Xavier, sudah tahu apa yang dimaksud dengan calon istri meskipun dia baru berusia tujuh tahun. Dia melihat adik perempuannya di belakangnya, dan ekspresi yang mendalam muncul di wajahnya: "Xava, bukankah kamu baru saja belajar membaca? Mengapa kita tidak bertanya pada pelayan? pelayan pernah mengajariku di masa lalu ketika aku belajar menulis." Raihana, yang berdiri di belakang mereka, mendengar perkataan putra sulungnya, dan tak kuasa menahan tawa. Dulu, bukankah baru dua tahun yang lalu? la melihat ekspresi serius di wajah putra sulungnya dan memanggil kedua anaknya kepadanya: "Xevo, Xava, kemarilah!" Xevo tidak menyangka bahwa ibunya mendengar perkataannya. Dia menuntun Xava dengan patuh ke depan Raihana dan berkata dengan suara kecil:" Ibu, mengapa kamu datang ke sini?" "Ibu hanya jalan-jalan saja," Raihana berjongkok untuk memeluk kedua anaknya dan tersenyum, "Aku akan pergi ke ruang kerja ayahmu untuk mengurus beberapa urus
Linda sekarang merasa sangat menyesal. Setelah meneguk teh dingin untuk menekan rasa takut di hatinya, saat cangkir teh meninggalkan bibirnya, Linda melihat pembantunya mendorong pintu hingga terbuka dan masuk dengan wajah penuh kepanikan untuk melapor: "Nona, Tuan Xavier memanggil Anda dan Tuan Median." Cangkir teh di tangannya jatuh ke lantai. Linda berdiri ketakutan. Melalui pintu, dia bisa melihat seorang penjaga berdiri di luar. Dia terhuyung dan memaksakan senyum: "Tunggu aku berganti pakaian..." "Nona, jangan buang-buang waktu. Tuan Muda dan Nona Muda sama-sama sangat sibuk. Nona harus segera menemui mereka." Asisten Hasim melangkah masuk, wajahnya tanpa ekspresi saat dia mengibaskan kain lap di tangannya, "Nona, kumohon." Linda mengenalinya sebagai pelayan pribadi Tuan Xavier dan tidak berani menyinggung perasaannya. Dia memaksakan senyum dan mengikuti Asisten Hasim keluar ruangan. Ketika dia keluar, dia melihat kakaknya juga mengenakan pakaiannya yang biasa, ekspresin
Perkataan Linda mengejutkan banyak orang. Terutama Tami. la merasa kakinya lemas. Jika ia tahu bahwa gadis ini begitu berani, hari ini, ia tidak akan melakukan ini. Jika Nona Raihana mengira bahwa ia sengaja mempermainkan orang di depannya, apakah ia akan memiliki hari-hari baik lagi untuk hidup?Raihana sedikit terkejut dengan tindakan Linda yang merekomendasikan dirinya sendiri ke ranjang suaminya, tetapi dia segera tenang. Dia pernah mendengar sebelumnya tentang sifat liberal gadis gadis masa kini. Meskipun dia tidak mengira bahwa Linda ini akan berbicara begitu datar tentang masalah ini, tetapi dia tidak akan kehilangan ketenangannya karena itu. Dengan elegan meletakkan cangkir teh di tangannya, dia menggunakan sapu tangan yang disulam dengan desain yang indah untuk menyeka bibirnya: "Dari mana kata-kata anda berasal? Jika kamu jatuh cinta dengan Tuan Muda, mengapa tidak mengatakannya kepadanya, daripada mengatakan kepada saya?""Saya mendengar bahwa Nona memiliki kekuasaan untuk
Peristiwa Linda yang menari di pesta ulang tahun dengan cepat menyebar ke seluruh mitra bisnis. Banyak orang yang suka bergosip mulai berspekulasi tentang bagaimana tarian wanita itu, betapa cantiknya dia. Bahkan ada orang yang mulai mengatakan bahwa Tuan Xavier akan membawa gadis itu ke kediamannya.Orang-orang telah melihat banyak hal dan tentu saja menduga bahwa gadis itu tidak hanya menawarkan tarian, melainkan, dia ingin memamerkan dirinya di hadapan Tuan Xavier. Seorang wanita berusaha keras untuk memamerkan atributnya di hadapan pria lain, jika dia tidak memiliki motif lain, itu agak mencurigakan.Pada suatu ketika, rumor tentang Linda semakin merebak. Ada yang mengatakan bahwa mereka melihat Linda membeli perhiasan di toko tertentu, lalu membeli pakaian di toko lain. Semua rumor itu memiliki satu kesamaan, Linda sangat cantik dan dapat mencuri hati orang hanya dengan sekali pandang.Rumor-rumor itu semakin kuat dan kuat. Secara bertahap diketahui betapa cantiknya Linda dari pe
Pada hari ulang tahun Tuan Xavier, semua pelayan membuat diri mereka seratus dua puluh persen waspada. Tidak ada yang berani melakukan kesalahan. Jika mereka berhasil mengacau di depan atasan mereka, bahkan jika mereka tidak mati, mereka akan dicabik-cabik hingga setengah tubuh. Para pelayan dan penjaga menata segala sesuatunya dengan sempurna, mulai dari pakaian hingga makanan. Bahkan Aula yang akan di pakai sendiri dicuci berulang kali. Tangga batu giok putih di luar dibersihkan sedemikian rupa sehingga setitik kotoran pun tidak dapat ditemukan. "Cuaca hari ini sangat bagus," Seorang penjaga berpakaian biru mengangkat kepalanya untuk melihat matahari yang tergantung di langit, dan dengan suara pelan, berkata kepada rekannya di sampingnya, "Hei, apakah kau sudah mendengar betapa cantiknya nona dari perusahaan Maxim? Dia berencana untuk mempersembahkan tarian di pesta." "Tidak ada yang aneh," rekannya menggunakan kain di tangannya untuk membersihkan pilar-pilar koridor dengan hati-
Lampu di aula barat tiba-tiba padam. Hanya mutiara bercahaya malam di panggung dan lentera bunga yang mengapung di atas air yang memberikan penerangan, seolah-olah di dunia ini, hanya ada wanita di atas panggung.Musik mulai berdenting pelan, dan orang di panggung bunga itu bergerak. Lengan baju merah itu seakan membelah malam yang gelap, terbang di udara seperti ríak-riak air. Panggung bunga itu sedikit bergetar dan wanita berpakaian merah itu ikut bergerak, tiba-tiba mulai berputar seolah-olah yang ada di bawah kakinya bukanlah panggung bunga yang goyah yang mengapung di atas air, melainkan tanah yang kokoh.Lonceng di pergelangan kakinya berdentang dalam kegelapan, menusuk jauh ke dalam jiwa, berulang kali menyampaikan rasa terima kasih Tuan Xavier,Raihana berpakaian serba merah. Warnanya merah tua murni. Tidak ada perhiasan, tidak ada batu giok, selain untaian lonceng di pergelangan kakinya, dia tidak mengenakan hiasan apa pun di tubuhnya. Angin malam bertiup masuk melalui jendela
Hari-hari Raihana akhir-akhir ini sangat riang. Setiap hari, ia bermain dengan putra putrinya dan menyantap makanan lezat. Hari-harinya terasa mudah dan nyaman.Hari ini, ketika Tuan Xavier datang ke aula belakang, dia melihat putranya mengenakan pakaian dalam sambil berusaha keras menggerakkan anggota tubuhnya di tempat tidur, lehernya berusaha keras untuk sedikit terangkat sebelum akhirnya jatuh dengan keras. Hal itu membuat ibunya tertawa terbahak-bahak."Apa ini?" Tuan Xavier duduk di tepi tempat tidur, memperhatikan putranya menggerakkan anggota tubuhnya seperti kura-kura. Hasilnya, dia tidak bergerak sedikit pun. Namun, dia tidak mengamuk, hanya mendorong kakinya dengan tegas."Tidak apa-apa, biarkan saja dia melatih kaki dan lehernya," Raihana dengan cekatan membalikkan badan putranya, menepuk pantatnya. Melihat putranya tersenyum lebar padanya, dia membungkuk untuk mencium pipinya. Mengambil kotak bedak dari tangan Salsa, dia mulai menaburkan bedak itu untuk mencegah ruam."Pa
"Karena David ingin kau hadir, maka kau harus tampil dengan baik," Dinda mengutak-atik kukunya yang baru saja dicat kemarin. la melirik Evie yang berdiri di depannya, "Kudengar bakat musikmu luar biasa. Jika ada kesempatan nanti, kau akan tampil di depan semua orang."Tangan Evie yang tersembunyi di balik lengan bajunya mengencang. Dia tahu bahwa Dinda sedang menghinanya, tetapi dia tidak punya pilihan selain bertahan, jadi dia menundukkan kepalanya. Dia membungkuk:" Saya akan mengingatnya.""Bagus," Dinda mengangguk dan mengangkat dagunya, "Hari ini, banyak tamu terhormat akan datang. Perhatikan perilakumu dan jangan mempermalukanku. Dia tidak melihat ke arah Evie saat dia memegang tangan seorang pelayan dan meninggalkan ruangan."Nyonya," seorang pelayan melihat ekspresi Evie yang tidak tepat dan bergegas maju untuk mendukungnya. Dia menghiburnya, "Jangan marah, nona Dinda hanya iri dengan betapa baiknya dirimu."Evie tersenyum pahit saat dia duduk di kursi. Dia menoleh untuk meliha