Home / Thriller / PELUKAN BERDARAH / DARAH DI RUMAH MAHENDRA

Share

DARAH DI RUMAH MAHENDRA

Author: Ayuwine
last update Last Updated: 2025-08-15 07:44:13

Ruang keluarga kembali ramai. Semua anggota keluarga telah berkumpul, seolah sedang menghadiri sidang keluarga yang tegang.

Surya duduk di kursi utama, kedua tangannya meremas rambutnya sendiri, wajahnya mengeras, napasnya berat. Rautnya jelas menunjukkan pusing dan frustrasi atas masalah yang terus menumpuk.

"Jadi… kalian berdua membohongi aku?" suaranya berat, namun sarat amarah dan kekecewaan yang bercampur menjadi satu.

Winda dan Septian hanya terdiam, menunduk dalam. Tak satu pun dari mereka berani menatap Surya. Aura tegang menggantung di udara, membuat semua yang hadir merasa sesak.

"JAWAB!" bentaknya tiba-tiba, diiringi gebrakan keras ke meja.

Suara hantaman itu membuat semua orang terperanjat, kecuali Nayla yang justru duduk santai, matanya berkilat penuh kepuasan. Dalam hatinya, ia benar-benar menikmati momen ketika satu per satu rahasia keluarga ini terbongkar.

"Aku… aku…" suara Winda bergetar, tersendat di tenggorokan. Bibirnya terbuka, namun kata-kata tak sanggup ke
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • PELUKAN BERDARAH   TAMPARAN SURYA

    Nayla terbelalak saat kain penutup kepala itu ditarik lepas. “Kak…” lirihnya nyaris tak terdengar. Ia menahan diri sekuat mungkin agar wajahnya tidak menampakkan kepanikan atau kelemahan. Surya mengamati, keningnya berkerut. Ia heran—kenapa ekspresi Nayla tetap sedingin es, tanpa tanda-tanda terkejut? Apa aku salah tangkap orang? pikirnya. Ia kembali melirik pria yang mereka bawa dan ikat. Tidak ada gerak-gerik jelas yang menunjukkan keduanya saling mengenal. “Siapa dia?” tanya Nayla datar, suaranya menekan gejolak amarah yang membara di dadanya. “Jangan pura-pura, Nayla… aku tahu siapa dia. Dia adalah kakakmu, kan?” sela Vita santai sambil melangkah mendekat ke arah pria itu. Tangan Vita terulur, menyentuh bahu Riko, mengelusnya perlahan. Tak bisa dipungkiri, ada kilatan aneh di matanya—seolah terhipnotis oleh ketampanan pemuda di depannya. “Ada apa ini? Kenapa kalian menangkapku? Salah apa aku pada kalian, sampai diikat seperti ini? Dan… siapa nona cantik di depanku ini?

  • PELUKAN BERDARAH   PISTOL ITU MENGARAH KE NAYLA

    Nayla melangkah pelan, lalu terdiam di depan pintu kamar tamu di bagian belakang rumah — tempat ia dan Tiara sering bertemu untuk membicarakan banyak hal. Firasatnya mulai tak enak. Apa ini rencana mereka? Aku tidak bisa percaya penuh pada Tiara... Dan apa Arya sengaja disuruh keluar kota untuk ini? pikirnya. Langkahnya ragu, tidak tahu apakah harus masuk atau tidak. Ia membayangkan kemungkinan terburuk: Tiara mungkin akan mengkhianatinya. Nayla memutuskan menghubungi Arya terlebih dahulu. Hanya Arya yang bisa ia hubungi; Riko entah di mana. "Mas, aku sepertinya dalam bahaya di rumah ini," tulisnya cepat. Pesan itu segera ia kirim... lalu langsung dihapus. Ia pun mendorong daun pintu perlahan. Gelap. Hanya ada Tiara di sana — mulutnya disumpal, tangannya terikat. Nayla tetap tenang. Wajahnya dingin, tanpa tanda keterkejutan. Matanya menyapu setiap sudut ruangan gelap itu. Ia tak berani menyalakan lampu. Lalu, hembusan angin dingin menyentuh kulitnya. Tak ada yang t

  • PELUKAN BERDARAH   GERAK PERTAMA

    "Papa… cukup, Pa… kamu sudah menghabisi kedua menantu kita, Pa…" isak Vita, suaranya pecah, matanya sembab. Ia tak sanggup lagi berdiri menyaksikan semua ini. Hatinya hancur. Baginya, lelaki yang kini berdiri dengan pistol di tangan itu bukan lagi suaminya—melainkan sosok asing yang kejam. Ia menatapnya dengan pandangan penuh benci bercampur takut. Bagaimana bisa aku menikahi seorang psikopat seperti ini? pikirnya. Kekuasaan dan uang telah membuatnya buta, tak lagi mengenal batas moral. Ia percaya dirinya kebal hukum—bahwa tak ada yang bisa menyentuhnya. Dan itu membuatnya mampu melakukan apa pun… bahkan membunuh, tanpa keraguan sedikit pun. "Siapa pun yang berkhianat dan membohongi aku…" suaranya berat, setiap kata seperti palu yang menghantam kepala. "…akan mati seperti mereka." Tatapannya menyapu ruangan. Pertama pada Tiara, yang berdiri mematung di tangga, wajahnya pucat dan matanya membesar ketakutan. Kemudian perlahan mendongak—ke arah atas, tepat di balkon. Di sana, Nay

  • PELUKAN BERDARAH   KETIKA SEMUA TOPENG ROBOH

    Dika terus berlari mengitari ruang tengah, napasnya memburu. Winda di belakangnya seperti serigala kelaparan, matanya liar, rambutnya semakin acak-acakan. “Berhenti! Jangan lari kau!” teriak Winda, suaranya serak bercampur amarah. Satu kali, Dika hampir berhasil mencapai pintu belakang. Tapi Winda, dengan langkah panjang dan amukan tak terkendali, melompat dan mendorong tubuh Dika hingga terhuyung. BRUK! Tubuh Dika terjerembab ke lantai marmer. Panci yang tadi terjatuh masih menggelinding pelan, denting logamnya terdengar menusuk telinga. Winda langsung berada di atasnya, menarik kerah bajunya kasar. “Di mana dia?! Jawab!!” Winda mengguncang tubuhnya. Dari atas balkon, Nayla bersandar santai di pegangan, dagunya bertumpu pada telapak tangan. Senyum tipis menghiasi wajahnya. "Bagus… terus… buat keributan sebesar mungkin," batinnya. Kericuhan itu seperti musik di telinganya—semakin bising, semakin menutupi langkah-langkah kecilnya di balik layar. Nayla melirik arlojiny

  • PELUKAN BERDARAH   HANGAT YANG MENGGOYAHKAN

    Setelah kejadian penembakan itu, winda benar-benar kehilangan kewarasannya. Tangisnya berubah menjadi tawa histeris, lalu jeritan tanpa makna. Surya, takut aib keluarga terbongkar ke media, memerintahkan orang-orangnya untuk memasung putri sulungnya itu di kamar belakang. Vita jatuh terduduk setiap malam, matanya bengkak. Ia merasa benar-benar hancur—kedua putrinya, meski berbeda nasib, sama-sama menjadi korban dari lingkaran dosa yang tak pernah mereka hentikan. Yang tak diketahui siapapun adalah bahwa semua ini hanyalah bagian dari rencana besar Nayla… balasan terhitung rapi untuk setiap luka masa lalunya. “Tidak sulit ternyata,” batin Nayla, bibirnya terangkat dalam senyum tipis saat ia memandang seluruh anggota keluarga Surya yang kini duduk lesu, rumah megah itu tak lagi berisi tawa dan senyuman—hanya keheningan dingin. Namun senyumnya perlahan memudar ketika ia merasakan sebuah tatapan. Sepasang mata menatapnya lurus, tajam, dan dingin—bukan tatapan orang yang sekadar mara

  • PELUKAN BERDARAH   DARAH DI RUMAH MAHENDRA

    Ruang keluarga kembali ramai. Semua anggota keluarga telah berkumpul, seolah sedang menghadiri sidang keluarga yang tegang. Surya duduk di kursi utama, kedua tangannya meremas rambutnya sendiri, wajahnya mengeras, napasnya berat. Rautnya jelas menunjukkan pusing dan frustrasi atas masalah yang terus menumpuk. "Jadi… kalian berdua membohongi aku?" suaranya berat, namun sarat amarah dan kekecewaan yang bercampur menjadi satu. Winda dan Septian hanya terdiam, menunduk dalam. Tak satu pun dari mereka berani menatap Surya. Aura tegang menggantung di udara, membuat semua yang hadir merasa sesak. "JAWAB!" bentaknya tiba-tiba, diiringi gebrakan keras ke meja. Suara hantaman itu membuat semua orang terperanjat, kecuali Nayla yang justru duduk santai, matanya berkilat penuh kepuasan. Dalam hatinya, ia benar-benar menikmati momen ketika satu per satu rahasia keluarga ini terbongkar. "Aku… aku…" suara Winda bergetar, tersendat di tenggorokan. Bibirnya terbuka, namun kata-kata tak sanggup ke

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status