Share

💰Bab 3: Balas Dendam Dimulai

Author: Bang JM
last update Last Updated: 2025-06-05 13:46:07

Dua hari berlalu sejak Li Yuan membunuh ogre bayangan pertama. Jurang Naga Hitam bukan lagi tempat yang menakutkan baginya. Kini, ia menjelajahinya seperti pemilik rumah—memburu, belajar, dan memperkuat tubuhnya.

Tubuhnya telah berubah.

Otot-ototnya padat, urat-uratnya menghitam. Di punggungnya, muncul garis seperti sisik naga yang samar—ciri awal pewaris kutukan naga.

Di depannya, tergeletak tiga bangkai makhluk iblis. Nafas Li Yuan teratur, darah hanya menetes dari bibir. Tapi sorot matanya dingin.

“Empat titik kutukan ... terbuka.”

Suara itu kembali terdengar di pikirannya.

“Dengan empat titik terbuka, kau bisa mulai menggunakan Teknik Nafas Naga Hitam Tingkat Kedua. Tapi ingat, setiap teknik tingkat kedua akan memakan bagian dari jiwamu.”

Li Yuan menyeringai tipis.

“Jiwaku sudah rusak sejak malam aku dilempar ke sini.”

Ia duduk bersila. Sinar hitam dari simbol naga di telapak tangan kanannya menyala kuat. Energi dari tubuhnya menyembur naik seperti kabut pekat. Tanah di sekitarnya retak. Batu-batu bergetar.

“Siap?”

Li Yuan mengangguk.

“TEKNIK NAFAS NAGA HITAM: LANGKAH KEEMPAT—TARING PENGHISAP JIWA!”

Srakkkk!!

Dua taring hitam transparan muncul di atas bahunya. Melayang, menusuk ke bawah. Taring itu menyerap energi dari makhluk-makhluk mati di sekitar.

Tubuh Li Yuan bergetar. Energi masuk deras, membakar nadinya dari dalam. Tapi ia tak berteriak.

Sebaliknya, ia menyerap semua itu seperti pecandu.

Dalam waktu satu jam, tubuhnya menjadi dua kali lebih kuat.

Namun bukan itu yang membuatnya tertawa.

“Sekarang aku bisa keluar dari jurang ini!”

Matanya menyipit ke arah atas. Cahaya dari luar jurang terlihat kecil. Tapi baginya, itu bukan lagi tempat suci—itu adalah medan pembantaian.

Sekte Bambu Langit.

Wang Fei.

Kakaknya sendiri, Li Zhong.

Semua akan dibakar.

---

Di atas Jurang Naga Hitam, suasana tegang.

Di markas cabang Sekte Bambu Langit, Wang Fei duduk di ruang pertemuan, wajahnya gelisah. Di depannya berdiri seorang tetua sekte bernama Tetua Qing, berjanggut panjang dan bermata tajam.

“Masih belum ditemukan?” suara Tetua Qing datar.

Wang Fei menunduk. “Kami sudah mengirim empat kelompok, Tetua. Tapi dasar jurang itu penuh kabut kutukan. Setiap yang turun, kembali hanya bawa bangkai makhluk, tidak ada tanda-tanda Li Yuan.”

Tetua Qing mengetuk-ngetukkan jari ke meja.

“Kalau dia selamat, kau tahu apa akibatnya?”

Wang Fei menggertakkan gigi. “Tak mungkin dia bertahan. Dia bukan siapa-siapa.”

Tepat saat ia bicara, seseorang masuk terburu-buru. “Tuan Muda Wang! Kami ... kami menemukan ini di dekat mulut jurang!”

Ia menyerahkan sebuah jubah robek, berlumuran darah kering.

Itu jubah Li Yuan.

Mata Wang Fei bersinar puas. “Sudah kuduga. Mati seperti anjing.”

Tetua Qing mengamati jubah itu, lalu mengangguk. “Kalau begitu, urusan selesai. Fokuskan perhatianmu pada uji kenaikan tingkat. Lupakan sampah sepertinya.”

Tapi tak ada yang tahu, di balik pepohonan jurang, sepasang mata memperhatikan.

Li Yuan berdiri di atas batu tinggi, bersembunyi di balik jubah makhluk bayangan.

Ia sudah naik. Diam-diam. Dengan teknik pengendap bayangan tingkat dua, ia menipu mata siapa pun di sekitarnya.

Ia menatap markas cabang Sekte Bambu Langit.

“Markas ini hanya permulaan.”

---

Malam itu, Li Yuan menyelinap ke desa kecil dekat kaki gunung, tempat para murid sekte biasa berlatih dan beristirahat. Ia berjalan pelan di bawah bayangan bulan, mengenakan topeng kulit iblis yang ia ambil dari salah satu bangkai makhluk.

Tiga murid berjaga dekat gerbang.

“Siapa itu?”

Li Yuan hanya menunjuk ke arah bukit. Saat mereka menoleh, ia sudah menghilang.

Detik berikutnya—

Sreeettt!

Leher dua dari mereka sudah tertebas. Yang satu tersisa tak sempat teriak. Sebuah tangan menutup mulutnya, lalu belati hitam menusuk dari bawah dagunya.

Crattt!

Tanpa suara, mereka tumbang.

Li Yuan masuk ke desa dengan langkah tenang. Di dalam, suara tawa terdengar dari rumah kayu terbesar. Para murid mabuk, bersulang, merayakan kemenangan mereka.

Ia mendekat. Mata merahnya menyala di balik topeng.

Dengan satu tendangan, pintu hancur.

Bruakkk!!

“SIAPA—?!”

Mereka bangkit, tapi sudah terlambat.

“TEKNIK NAFAS NAGA HITAM: LANGKAH KEENAM—RAUNGAN KUTUKAN!”

Li Yuan mengaum. Suara yang keluar bukan suara manusia, tapi suara naga hitam purba. Getaran dari raungan itu menghancurkan gelas-gelas, menembus telinga mereka, dan meremukkan bagian dalam kepala.

Empat orang langsung roboh, telinga berdarah.

Yang lainnya mencoba melawan, tapi Li Yuan sudah seperti iblis bayangan. Setiap gerakannya mematikan. Pedang kutukan di tangannya muncul dari energi roh—berbentuk sabit, berwarna hitam keunguan.

Tebas, tusuk, hantam.

Satu per satu jatuh.

Dalam lima menit, rumah kayu itu hanya berisi darah dan tubuh.

Li Yuan berdiri di tengahnya, napas berat. Tapi matanya puas.

“Ini... baru pembuka.”

Dari balik lengan bajunya, ia mengeluarkan sebuah gulungan. Gulungan nama. Di dalamnya tertulis semua nama yang menjebaknya saat malam uji warisan.

1. Wang Fei

2. Li Zhong

3. Elder Qing

4. Zhang Mu

5. Chu Ren

...

...

Ia mencoret satu nama: Chu Ren—pemimpin desa ini.

“Empat puluh sembilan nama. Dan aku akan selesaikan semuanya.”

---

Beberapa jam kemudian, berita pembantaian menyebar. Desa pelatihan hancur. Semua murid dibunuh tanpa suara. Di dinding rumah kayu tertulis kalimat dengan darah:

"AKU KEMBALI. AKU HIDUP."

Markas cabang Sekte Bambu Langit geger.

“Siapa bisa lakukan ini tanpa terdeteksi?” tanya salah satu tetua.

Wang Fei pucat."Tidak mungkin … Tidak mungkin dia sudah mati ...."

Tapi di lubuk hatinya, ketakutan mulai muncul.

Karena hanya satu orang yang punya alasan membunuh mereka semua.

Li Yuan.

---

Di tengah hutan, di bawah langit mendung, Li Yuan berdiri di atas batu besar. Topeng iblis di tangannya. Di belakangnya, naga hitam bayangan melayang, samar tapi nyata.

Tubuhnya kini ditutupi sisik hitam tipis.

“Empat titik kutukan lagi … lalu aku akan membuka gerbang kekuatan sejati.”

Ia menatap ke arah gunung pusat sekte.

Li Zhong, kakaknya sendiri, berada di sana.

“Bersiaplah. Aku akan membunuhmu terakhir.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PEMBALASAN DENDAM SANG DEWA DARI JURANG NAGA HITAM    Dunia yang Belajar Bernafas Sendiri

    Setelah kehancuran Zhen, dunia seperti baru saja menarik napas panjang untuk pertama kalinya. Langit berwarna biru muda, tapi berdenyut lembut seolah memiliki nadi. Tanah memancarkan kehangatan, air sungai berkilau seperti kaca cair. Semua terasa hidup, tapi tanpa suara perintah dari langit.Wu Xian berdiri di puncak tebing, menatap hamparan lembah yang mulai ditumbuhi kembali oleh rumput. “Aneh,” katanya pelan, “tanpa naga, tanpa dewa, dunia justru terlihat… tenang.”Yara yang duduk di atas batu menatap ke arah matahari. “Karena kali ini, dunia tidak dikendalikan. Ia memilih sendiri untuk hidup.”Rakta Nagendra, yang kini tinggal dalam bentuk cahaya merah transparan, muncul di belakang mereka. “Keseimbangan baru sedang dibentuk. Aku bisa merasakannya. Alam mencoba menulis ulang hukum-hukumnya, tapi lebih lembut… seperti anak kecil belajar bicara.”Wen Jue membuka gulungan di tangannya—gulungan kosong yang dulunya menyimpan ribuan mantra

  • PEMBALASAN DENDAM SANG DEWA DARI JURANG NAGA HITAM    Ketika Dunia Memilih Siapa yang Layak Diingat

    Langit terbelah menjadi dua warna—merah dan putih. Antara kehendak manusia yang menuntut Tuhan baru, dan kenangan yang masih memegang kebebasan lama. Dunia berguncang di antara dua napas, seolah tak tahu harus berpihak pada yang mana.Sosok raksasa hitam—wujud kehendak kolektif yang menyebut dirinya “Zhen”—menatap ke bawah tanpa mata, tapi kehadirannya menekan seperti gravitasi ribuan gunung. Setiap manusia yang menatap ke arahnya akan berlutut tanpa sadar, tubuh mereka tunduk pada sesuatu yang bahkan tak mereka pahami.> “Kalian menciptakanku dari ketakutan kalian sendiri,”“Kalian ingin kebebasan, tapi juga ingin penuntun.”“Maka akulah jawaban yang kalian ciptakan.”Suara itu bergema di dalam kepala setiap makhluk hidup.Rakta Nagendra mengaum keras, mencoba memecah dominasi itu dengan kilatan cahaya merahnya. “Manusia tidak butuh lagi tirani berbentuk Tuhan!”Namun Zhen hanya menoleh sedikit. Satu tatapan,

  • PEMBALASAN DENDAM SANG DEWA DARI JURANG NAGA HITAM    Dunia Tanpa Tuhan, Langit Tanpa Takhta

    Langit biru pucat membentang tanpa batas, tapi tak ada sinar suci atau suara ilahi. Dunia itu kini bebas dari penguasa, bebas dari naga, bebas dari takdir yang dipaksakan oleh para dewa. Namun kebebasan yang terlalu luas sering kali melahirkan kekosongan.Yara menatap puncak Jurang Naga Hitam, tempat segalanya bermula. Sekarang, tempat itu hanya tinggal batu berlumut dan suara angin. “Dulu, di sini adalah gerbang antara dunia. Sekarang, cuma lubang kosong yang bahkan bayangan pun enggan hinggap.”Wu Xian, yang kini membawa tongkat berukir naga perak, menatap sekeliling dengan senyum pahit. “Lucu, ya. Kita bertarung melawan dewa untuk membebaskan dunia, dan hasilnya? Dunia malah kehilangan arah.”Wen Jue berjalan mendekat, jubah hitamnya berderai tertiup angin. “Itu konsekuensinya. Tak ada tatanan tanpa kekuatan yang menjaga. Tanpa Li Yuan, tanpa naga, hukum dunia mulai menulis ulang dirinya dengan acak. Lihat gunung itu.”Di kejauhan, g

  • PEMBALASAN DENDAM SANG DEWA DARI JURANG NAGA HITAM    Dunia yang Tersenyum pada Bayangannya

    Kabut perak perlahan menyelimuti lembah tempat pertempuran terakhir terjadi. Tanah yang retak kini mulai menutup, pepohonan tumbuh kembali, dan udara yang tadinya berbau mesiu berubah menjadi harum embun pagi. Dunia bernapas lagi—pelan, tapi pasti. Namun di tengah ketenangan itu, keheningan terasa… ganjil. Terlalu sunyi untuk dunia yang baru lahir. Yara berdiri di tepi jurang, rambutnya tertiup lembut oleh angin keperakan. “Kau bisa merasakannya juga, Wen Jue?” Wen Jue menunduk, menggenggam tanah di tangannya. “Dunia ini… memang tersenyum. Tapi bukan senyum damai. Lebih seperti—senyum yang sedang menyembunyikan luka.” Wu Xian mendengus, berjalan mondar-mandir. “Li Yuan menukar dirinya dengan keseimbangan. Dunia baru ini terbentuk dari ingatan dan kehendak manusia. Tentu saja tidak stabil. Karena manusia sendiri tidak pernah benar-benar damai.” Rakta Nagendra menunduk rendah, mata emasnya berke

  • PEMBALASAN DENDAM SANG DEWA DARI JURANG NAGA HITAM    Dua Mata yang Tak Pernah Sepakat

    – Langit terbelah menjadi dua warna—emas di satu sisi, hitam di sisi lainnya. Kedua cahaya itu berputar, bertabrakan, menciptakan pusaran yang menelan awan, gunung, dan bahkan waktu itu sendiri. Di tengah-tengahnya, Li Yuan berdiri di atas kepala Rakta Nagendra, tubuhnya dikelilingi simbol-simbol naga yang berputar cepat. Wu Xian menatap ke atas sambil menutupi wajahnya dari kilatan cahaya. “Sial… dua mata langit? Dunia ini benar-benar akan pecah jadi dua kalau terus begini!” Wen Jue menjawab tenang, tapi suaranya tegang. “Bukan akan. Sudah. Lihat di bawahmu.” Yara menunduk, dan matanya membulat. Tanah di bawah kaki mereka membelah. Separuh dunia berubah terang dan subur, separuh lainnya hitam dan kering seperti arang. Dua hukum realitas mulai berebut kendali—yang satu ingin membekukan waktu, yang satu ingin menelannya. Li Yuan menutup mat

  • PEMBALASAN DENDAM SANG DEWA DARI JURANG NAGA HITAM    Ketika Langit Kembali Membuka Mata

    – Langit yang baru itu terlihat damai. Tapi bagi Li Yuan, ketenangan justru pertanda bahaya yang belum muncul.Setiap kali dunia berhenti bergetar, ia tahu ada sesuatu yang sedang menahan napas di balik tabir waktu.Ia menatap Jam Pasir Naga di tangannya — kini tidak lagi memancarkan cahaya biru, melainkan berdenyut pelan, seperti jantung yang tertidur.> “Rakta Nagendra,” gumamnya pelan. “Apakah kau masih di dalam sana?”Tidak ada jawaban. Hanya hembusan angin lembut yang membawa aroma tanah basah dan bunga liar.Namun, jauh di dalam inti bumi baru itu, sesuatu bergerak — perlahan, berat, dan kuno.---Sementara itu, di puncak gunung tertinggi, Yara tengah berlutut, menanam simbol baru di tanah — Segel Kehidupan Pertama.Ia menggambar lingkaran dengan darahnya sendiri.Wen Jue berdiri di belakangnya, menatap simbol itu dengan pandangan tajam.“Dengan segel itu, kau mengikat nasibmu pada dunia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status