Aditya tertegun, untuk sesaat dia merasa begitu marah dan terharu dengan kata-kata Sandra, perempuan ini meskipun membencinya tetapi tetap memikirkan dan mengutamakannya jika menyangkut masalah harta waris, Aditya Begitu kagum dengan ketulusan Sandra, dia perempuan yang tidak gila harta, untuk itulah pantas saja ayahnya lebih memilih hidup terus bersama Sandra, meskipun tanpa anak, karena Sandra adalah perempuan yang patut dipertahankan.
Tetapi Aditya tidak mau sedikitpun mewarisi harta mereka, dia sadar diri dia siapa, alangkah baiknya jika Sandralah yang pantas menerima semua harta dari suaminya itu.
"Tidak nyonya besar, saya tidak bisa menerima posisi ini, saya tidak bisa menjadi pewaris perusahaan kalian, anda lebih pantas menerimanya" tolak Aditya terdengar begitu tulus.
"Tidak Aditya, saya tidak menginginkan harta itu, jabatan itu, perusahaan itu semua milikmu, saya hanya ingin berada di samping suami saya hingga nafasnya berhenti, saya takut Adit, saya takut jika suami saya pergi, saya hidup sendirian, apa gunanya harta itu, apa gunanya jabatan itu" ucap nyonya Sandra dan terus memelas pada Aditya agar mau menolongnya.
"Tolonglah ayahmu dan nyonya sandra tuan muda, perusahaan akan hancur jika jatuh ke tangan orang yang salah" terdengar Yosef pun menimpali.
"Tidak akan lama Adit dan saya akan selalu mendampingimu, mengajarimu bagaimana cara memimpin perusahaan seperti ayahmu, dengan begitu saya akan tenang saat menemani ayahmu yang koma ini karena ada kamu yang melindungi perusahaan kami" ucap nyonya Sandra.
Desakan demi desakan yang dilontarkan oleh nyonya Sandra dan paman Yosef, membuat Aditya pada akhirnya menerima permintaan tolong mereka dengan satu syarat, ibunya harus selalu tinggal dengan nya dan dengan terpaksa nyonya Sandra pun menerima persyaratan yang berat itu.
"Tetapi tuan muda, kehadiran nyonya Aletta sangat membahayakan pengakuan anda sebagai seorang pewaris, sebenarnya syarat tinggal bersama itu adalah suatu keharusan agar nyonya Aletta aman jika tinggal bersama anda dan nyonya Sandra, tetapi tetap saja nyonya Sandralah yang harus menjadi wali sah anda tuan" ucap Yosef.
"Maksudnya apa paman? Aku masih belum mengerti" tanya Aditya.
"Anda tidak bisa mengakui nyonya Aletta sebagai ibu kandung anda, karena jika mereka mengetahuinya mereka akan mempermasalahkan status anda dan ibu kandung anda" jawab Yosef.
"Untuk masalah ini ….Sepertinya nyonya besar dan paman harus berunding dengan ibuku dulu" ucap Aditya, dia masih tak percaya statusnya yang anak haram ini begitu membuat rumit segala hal.
"Ibu mendukungmu nak" tiba-tiba kata-kata tersebut terucap dari seorang perempuan yang berada di balik tirai.
"I-ibu!" Seru Aditya saat melihat ibunya keluar dari balik tirai itu. "Kenapa ibu bisa ada di sini, apa mereka menculikmu juga?" Tanyanya.
Aletta ibunya berjalan mendekati Aditya dengan mata yang terlihat sangat sembab, sepertinya dia menangis dari tadi atau semenjak datang ke tempat itu, Aditya memeluk ibu terkasihnya itu lalu mencium keningnya.
"Tidak putraku, ibu dengan suka rela datang saat mereka menjemput ibu di rumah" jawab Aletta sambil memegang tangan putranya itu.
Sandra merasa begitu iri melihat pemandangan romantis ibu dan anak tersebut, karena dia tidak memiliki anak hingga dia tidak pernah merasakan pelukan dan ciuman kasih sayang yang hangat dari seseorang yang bernama anak.
Aletta menuntun putra kesayangan nya itu mendekati Sandra dan Fajar.
"Aditya kamu gak apa-apa?" teriak Jonathan panik dan segera melindungi Aditya jika saja ada serangan lagi dari Indra."Indra apa kau ingin mati!" seru Jonathan ke arah Indra."Ayolah kita sebaiknya mati bersama-sama." Balas Indra sambil bersiap kembali menarik pelatuk.Jonathan tidak bisa membiarkan Aditya, anak buahnya maupun dia mati begitu saja, akhirnya dengan spontan tanpa sengaja menarik pelatuk dan tembakan itu mendarat tepat di dada Indra yang langsung terpental hingga jatuh ke dalam air laut di belakangnya.Semua orang terdiam, Aditya tampak terperanjat kaget saat Indra terjatuh dan tak terlihat lagi berdiri di depannya."Aditya ayo pergi." Ajak Jonathan sambil menarik lengan temannya itu, dia tak peduli keadaan Indra."Kamu yakin dia sudah mati?" tanya Aditya, lalu berdiri dan melihat laut.Wajah Aditya tersenyum puas kala melihat tubuh Indra yang tersangkut oleh jaring, pria itu tampak masih berusaha bertahan sambil menahan rasa sakit."Belum mati rupanya." Dengus Jonathan
Aditya tampak tak peduli dengan perkataan temannya itu, dia segera pergi dan berjalan lebih dulu. Sedangkan Jonathan sepertinya kini tak bisa mencegah Aditya lagi, dia menebak jika Aditya tahu kalau dia memiliki rencana terselubung."Maafkan aku kawan, aku tahu kamu berbuat begini karena ingin membuatku tetap aman." Batin Aditya mendesah saat dia menebak-nebak rencana yang dibuat temannya itu.Aditya berjalan semakin jauh menuju sebuah pelabuhan yang disana sudah mulai dipadati beberapa orang, mereka tampak bersiap untuk menurunkan barang dari kapal besar yang baru saja berlabuh.Kedua mata Aditya berkeliling mencari seseorang di sekitar sana, dengan wajah yang tegas dan pandangan yang tajam akhirnya tatapan matanya berhenti pada seseorang yang sedang duduk sambil melihat ke arah kapal di depannya.Jonathan mengawasi tatapan Aditya dan dia juga melihat sosok itu, Aditya akan melangkah pergi tapi Jonathan segera mencegahnya."Tunggulah disini, serahkan dia padaku." Kata Jonathan.Adity
Tidak ada manusia normal manapun yang akan baik-baik saja kalau dalam waktu dekat kehilangan dua orang yang paling dicintai dalam hidupnya. Begitulah kiranya perasaan Aditya dan Jonathan dapat memahaminya, makanya dia harus waspada serta menyerahkan penangkapan Indra pada para pengikutnya agar keselamatan Aditya lebih terjamin daripada dia sendiri yang menangkapnya.Jonathan berusaha sebisa mungkin berkomunikasi dengan para pengikutnya untuk memberikan perintah tanpa sepengetahuan Aditya.Waktu sudah sangat larut, keadaan dermaga juga tidak terlalu ramai seperti saat siang. Mungkin karena di siang hari banyak kapal-kapal kecil yang singgah, sedangkan malam tidak ada.Suara klakson kapal feri yang baru datang terdengar nyaring dan menggema, Aditya mulai waspada."Ayo cepat kita kesana, mungkin pria itu akan menaiki kapal feri itu." Ajak Aditya sambil menunjuk."Tenanglah ada pengikut kita di depan, pergerakan mereka lebih smooth dibanding kita berdua." Jawab Jonathan disertai senyuman
Jonathan melajukan kendaraannya dengan cepat, adrenalinnya benar-benar terpacu saat dia tahu akan menangkap penjahat itu. Penjahat yang sudah mengambil nyawa penolong keluarganya yaitu tuan Fajar, dia juga memiliki dendam bukan hanya Aditya saja."Aku juga sudah menghubungi ayahku, biarkan anak buahnya berjaga di pelabuhan agar penjahat itu tidak bisa pergi kemanapun.""Good job." Puji Aditya.Jonathan melirik sebentar, dia sangat senang ketika temannya itu bersemangat lagi.Perjalanan cukup jauh meskipun Jonathan sudah memacu kendaraannya dengan cepat, mereka berangkat dari pusat kota dan menuju ke pesisir pantai dimana Indra terlihat. Sementara Aditya tidak mau hanya diam saja dan menyia-nyiakan waktu berharganya itu, dengan cekatan dia terlihat merakit senjata api yang sudah disiapkan oleh Jonathan di kursi penumpang."Kamu memilih senjata kecil itu?" tanya Jonathan disela-sela memacu kendaraannya."Hem." Jawab Aditya pendek."Aku ingin membunuhnya perlahan dari jarak terdekat kami
Sementara Aditya belum cukup puas memandangi wajah Catrina untuk terakhir kalinya, namun kini paramedis seakan memaksanya harus segera berpisah dengan wanita itu. Benar saja apa kata teman-temannya dan Sandra, kalau dia akan menyesalinya."Tolong, biarkan aku sebentar lagi. Tolonglah…." Pinta Aditya memohon."Maafkan kami tuan Aditya, jasadnya harus segera kami bersihkan sebelum terlambat." Kata-kata paramedis itu benar-benar menyakiti hati Aditya, "bukankah memang sudah terlambat? Dia sudah mati, apalagi yang membuat semua ini tidak terlambat?""Dia tidak akan hidup lagi, bukankah semuanya sudah terlambat?""Ya beliau memang sudah tiada, tubuhnya kaku dan kulitnya mulai membiru. Apa Anda akan puas saat tubuh ini mulai membusuk? Apa itu yang Anda inginkan?" balas paramedis tersebut.Rasanya jantung Aditya berhenti berdetak, dia menyesali segalanya tapi dia juga masih ingin melihat wajah Catrina untuk beberapa saat lagi."Sudahlah ikhlaskan dia, kasihan tubuhnya." Kata Jonathan sambil
Sandra terus berbicara agar anak sambungnya itu sadar dari sikap omong kosongnya itu."Aditya dengarkan saya sekali ini_""Sejak kapan saya tidak pernah mendengarkanmu? Bukankah selama ini saya selalu menurut?" potong Aditya bertanya.Sandra menghela napas, dia juga tahu kalau putra sambungnya ini sedang dalam proses depresi akut. Hanya saja tingkat depresinya sangat mengkhawatirkan, yang lain bisa menangis, bersedih, menyalahkan diri sendiri atau marah-marah untuk meluapkan emosinya. Tapi Aditya hanya diam saja tanpa melakukan apapun, masalahnya jika dia tidak menghalangi orang-orang untuk mengurus mayat Catrina tidak jadi masalah mau bersikap begini, tapi Aditya menghalangi dan mengacaukan segalanya."Maksud ibu, apa harus ibumu yang langsung bicara padamu? Ibumu sekarang masih lemah dan terbaring di rumah sakit, tapi ibumu masih baik-baik saja. Sementara Catrina… dia sudah tiada, tubuhnya butuh segera diurus.""Lalu… apa kamu juga menganggap aku sehat sampai bisa datang kesini? Tid