"Nyonya Sandra, tuan muda aditya sudah datang" ucap Yosef pada perempuan yang dia panggil Sandra tersebut.
Nyonya Sandra menoleh ke arah Yosef dan pemuda di sampingnya, raut yang begitu sedih menyelimuti seluruh wajahnya dengan tangan sedikit bergetar tak mau melepaskan genggaman pada tangan pria yang sedang tertidur tak berdaya itu.
Aditya memandang lekat wajah pria yang berbaring itu, dia tertegun dan sangat terkejut, karena pria itu adalah ayahnya, ayah kandungnya, ayah yang selama ini begitu dia benci, tetapi saat melihatnya dengan keadaan seperti ini, Aditya pun sejenak menjadi luluh dan merasa sangat kasihan.
Nyonya Sandra tak berbicara sepatah katapun, air matanya terus mengalir deras, apalagi saat melihat kepada Aditya, air matanya tak sanggup dia bendung lagi dan menangis sejadi-jadinya.
"Jika bukan karena keadaan ayahmu, aku tak sudi bertemu denganmu, hingga mati pun aku tak pernah menginginkan kehadiranmu, tapi kamu tetaplah darah daging suamiku, aku tahu kamu tidak bersalah, tetapi hatiku tidak bisa dipaksa untuk menerimamu" ucap Nyonya Sandra dengan tangisan yang terdengar begitu pilu.
Aditya hanya diam, dia tak mau melawan seorang wanita bernama Sandra ini, karena dia tahu perempuan ini aslinya baik dan penyabar hingga Aditya tak pernah sekalipun menyimpan kata-kata kasar perempuan ini di dalam hatinya, karena kesalahan ada pada ayah dan ibu kandungnya yang telah berselingkuh dari Sandra hingga menjadikannya seorang anak yang berstatus anak haram, anak dari hasil perselingkuhan ayah dan ibunya yaitu Aletta dulu saat bekerja sebagai sekretaris di perusahaan Tuan Fajar ayah kandungnya itu.
"Ta-tapi untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku ingin meminta tolong padamu Aditya, tolonglah ayahmu, tolonglah kembalilah ke rumah dan jadilah pewaris perusahaan kami, aku membutuhkanmu, ayahmu membutuhkanmu, karena jika besok kamu tidak muncul, maka perusahaan akan direbut oleh adik-adikku, yaitu pamanmu yang gila harta dan kekuasaan itu" ucap Sandra lagi dan masih dengan isak tangis yang terdengar memilukan.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" Aditya bersuara dan memberanikan bertanya pada Sandra atau siapa pun yang mau menjawab pertanyaan di ruangan tersebut.
"Tuan semalam ditusuk seseorang saat sedang berada di pusat perbelanjaan bersama nyonya Sandra" jawab Yosef.
Aditya begitu tercengang, kejadian yang seperti di film-film itu terjadi pada kehidupanya dan ayahnya mengalami kebrutalan dari orang-orang tak bertanggung jawab tersebut.
"Dirampok?" Tanya Aditya.
"Bukan Tuan, sepertinya, sengaja ada orang yang menyuruh mereka berdua membunuh ayah anda serta nyonya Sandra, karena mereka tidak mengambil apapun dan seolah sudah menargetkan, saat kami lengah mereka langsung bertindak" jawab Yosef lagi sekaligus memberi penjelasan.
"A-pa? Dibunuh? Di dalam mall yang seramai itu, mereka berani bertindak?" Aditya terus bertanya, karena dia tak mempercayai ucapan Yosef tersebut, tetapi Yosef hanya mengangguk, membenarkan setiap pertanyaan dari Aditya, hingga Aditya Pun merasa lemas.
"Mereka manusia-manusia laknat, berani membunuh suamiku di depan mataku sendiri, seolah mereka tahu jika besok suamiku tidak hadir maka perusahaan suamiku akan jatuh kepada orang lain, untuk itulah dalam situasi kritis ini, aku begitu membutuhkanmu Aditya, maukah kamu menjadi penolong kami? Aku lebih ikhlas memberikan warisan suamiku padamu, karena kamu putranya, darah dagingnya, daripada memberikan pada mereka yang merupakan salah satu dalang dari pembunuhan ayahmu" ucap nyonya Sandra, dengan tatapan penuh amarah.
"Aditya kamu gak apa-apa?" teriak Jonathan panik dan segera melindungi Aditya jika saja ada serangan lagi dari Indra."Indra apa kau ingin mati!" seru Jonathan ke arah Indra."Ayolah kita sebaiknya mati bersama-sama." Balas Indra sambil bersiap kembali menarik pelatuk.Jonathan tidak bisa membiarkan Aditya, anak buahnya maupun dia mati begitu saja, akhirnya dengan spontan tanpa sengaja menarik pelatuk dan tembakan itu mendarat tepat di dada Indra yang langsung terpental hingga jatuh ke dalam air laut di belakangnya.Semua orang terdiam, Aditya tampak terperanjat kaget saat Indra terjatuh dan tak terlihat lagi berdiri di depannya."Aditya ayo pergi." Ajak Jonathan sambil menarik lengan temannya itu, dia tak peduli keadaan Indra."Kamu yakin dia sudah mati?" tanya Aditya, lalu berdiri dan melihat laut.Wajah Aditya tersenyum puas kala melihat tubuh Indra yang tersangkut oleh jaring, pria itu tampak masih berusaha bertahan sambil menahan rasa sakit."Belum mati rupanya." Dengus Jonathan
Aditya tampak tak peduli dengan perkataan temannya itu, dia segera pergi dan berjalan lebih dulu. Sedangkan Jonathan sepertinya kini tak bisa mencegah Aditya lagi, dia menebak jika Aditya tahu kalau dia memiliki rencana terselubung."Maafkan aku kawan, aku tahu kamu berbuat begini karena ingin membuatku tetap aman." Batin Aditya mendesah saat dia menebak-nebak rencana yang dibuat temannya itu.Aditya berjalan semakin jauh menuju sebuah pelabuhan yang disana sudah mulai dipadati beberapa orang, mereka tampak bersiap untuk menurunkan barang dari kapal besar yang baru saja berlabuh.Kedua mata Aditya berkeliling mencari seseorang di sekitar sana, dengan wajah yang tegas dan pandangan yang tajam akhirnya tatapan matanya berhenti pada seseorang yang sedang duduk sambil melihat ke arah kapal di depannya.Jonathan mengawasi tatapan Aditya dan dia juga melihat sosok itu, Aditya akan melangkah pergi tapi Jonathan segera mencegahnya."Tunggulah disini, serahkan dia padaku." Kata Jonathan.Adity
Tidak ada manusia normal manapun yang akan baik-baik saja kalau dalam waktu dekat kehilangan dua orang yang paling dicintai dalam hidupnya. Begitulah kiranya perasaan Aditya dan Jonathan dapat memahaminya, makanya dia harus waspada serta menyerahkan penangkapan Indra pada para pengikutnya agar keselamatan Aditya lebih terjamin daripada dia sendiri yang menangkapnya.Jonathan berusaha sebisa mungkin berkomunikasi dengan para pengikutnya untuk memberikan perintah tanpa sepengetahuan Aditya.Waktu sudah sangat larut, keadaan dermaga juga tidak terlalu ramai seperti saat siang. Mungkin karena di siang hari banyak kapal-kapal kecil yang singgah, sedangkan malam tidak ada.Suara klakson kapal feri yang baru datang terdengar nyaring dan menggema, Aditya mulai waspada."Ayo cepat kita kesana, mungkin pria itu akan menaiki kapal feri itu." Ajak Aditya sambil menunjuk."Tenanglah ada pengikut kita di depan, pergerakan mereka lebih smooth dibanding kita berdua." Jawab Jonathan disertai senyuman
Jonathan melajukan kendaraannya dengan cepat, adrenalinnya benar-benar terpacu saat dia tahu akan menangkap penjahat itu. Penjahat yang sudah mengambil nyawa penolong keluarganya yaitu tuan Fajar, dia juga memiliki dendam bukan hanya Aditya saja."Aku juga sudah menghubungi ayahku, biarkan anak buahnya berjaga di pelabuhan agar penjahat itu tidak bisa pergi kemanapun.""Good job." Puji Aditya.Jonathan melirik sebentar, dia sangat senang ketika temannya itu bersemangat lagi.Perjalanan cukup jauh meskipun Jonathan sudah memacu kendaraannya dengan cepat, mereka berangkat dari pusat kota dan menuju ke pesisir pantai dimana Indra terlihat. Sementara Aditya tidak mau hanya diam saja dan menyia-nyiakan waktu berharganya itu, dengan cekatan dia terlihat merakit senjata api yang sudah disiapkan oleh Jonathan di kursi penumpang."Kamu memilih senjata kecil itu?" tanya Jonathan disela-sela memacu kendaraannya."Hem." Jawab Aditya pendek."Aku ingin membunuhnya perlahan dari jarak terdekat kami
Sementara Aditya belum cukup puas memandangi wajah Catrina untuk terakhir kalinya, namun kini paramedis seakan memaksanya harus segera berpisah dengan wanita itu. Benar saja apa kata teman-temannya dan Sandra, kalau dia akan menyesalinya."Tolong, biarkan aku sebentar lagi. Tolonglah…." Pinta Aditya memohon."Maafkan kami tuan Aditya, jasadnya harus segera kami bersihkan sebelum terlambat." Kata-kata paramedis itu benar-benar menyakiti hati Aditya, "bukankah memang sudah terlambat? Dia sudah mati, apalagi yang membuat semua ini tidak terlambat?""Dia tidak akan hidup lagi, bukankah semuanya sudah terlambat?""Ya beliau memang sudah tiada, tubuhnya kaku dan kulitnya mulai membiru. Apa Anda akan puas saat tubuh ini mulai membusuk? Apa itu yang Anda inginkan?" balas paramedis tersebut.Rasanya jantung Aditya berhenti berdetak, dia menyesali segalanya tapi dia juga masih ingin melihat wajah Catrina untuk beberapa saat lagi."Sudahlah ikhlaskan dia, kasihan tubuhnya." Kata Jonathan sambil
Sandra terus berbicara agar anak sambungnya itu sadar dari sikap omong kosongnya itu."Aditya dengarkan saya sekali ini_""Sejak kapan saya tidak pernah mendengarkanmu? Bukankah selama ini saya selalu menurut?" potong Aditya bertanya.Sandra menghela napas, dia juga tahu kalau putra sambungnya ini sedang dalam proses depresi akut. Hanya saja tingkat depresinya sangat mengkhawatirkan, yang lain bisa menangis, bersedih, menyalahkan diri sendiri atau marah-marah untuk meluapkan emosinya. Tapi Aditya hanya diam saja tanpa melakukan apapun, masalahnya jika dia tidak menghalangi orang-orang untuk mengurus mayat Catrina tidak jadi masalah mau bersikap begini, tapi Aditya menghalangi dan mengacaukan segalanya."Maksud ibu, apa harus ibumu yang langsung bicara padamu? Ibumu sekarang masih lemah dan terbaring di rumah sakit, tapi ibumu masih baik-baik saja. Sementara Catrina… dia sudah tiada, tubuhnya butuh segera diurus.""Lalu… apa kamu juga menganggap aku sehat sampai bisa datang kesini? Tid