Bab 18. PERSYARATAN BERAT DARI SI TAMPAN
Dirgantara diam, berusaha mencerna penuturan Lintang. Tapi hatinya terlanjur merasa panas. Ia merasa cemburu pada seseorang bernama Galih.
Ia tahu, Di mata Lintang ia pasti tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Galih. Lelaki itu lebih dulu bertemu Lintang. Dia bisa mendekati Lintang kapanpun dia mau, dan dia adalah bos Lintang. Penghasilannya juga pasti sudah lumayan.
Sementara dirinya, walaupun ia terlahir dari keluarga terpandang dan kaya raya. Ayahnya bahkan seorang Bupati, tapi ia hanya memiliki sedikit kesempatan untuk mendekati Lintang. Lagi pula walaupun ia adalah keturunan orang kaya di kota itu, tapi dia belum bekerja. Dia belum berpenghasilan meskipun tak akan ada masalah bagi keuangannya.
Uang saku yang dikirimkan orang tuanya sangat berlebih. Bahkan mungkin jumlahnya bisa lima kali lipat gaji rata-rat
Bab 19. PERTEMUAN TAK SENGAJA DENGAN SI CULAS. Lintang menapaki tangga di depan pintu masuk plaza dengan satu tangan menggandeng Mutia. Bocah mungil berusia 4 tahun mengenakan overall berwarna fuschia, dengan rambut berombak dikucir 2 berhias pita sewarna bajunya, yang tampak begitu lincah berjalan sambil meloncat- loncat kegirangan. Kedua orang tua Mutia, Galih dan Laras pemilik nightclub HAPPY night POPPY berjalan beriringan di belakang mereka. "Ayah, nanti aku mau beli boneka yang bisa menangis ya!" pinta Mutia manja sesaat setelah melepaskan tangannya dari gandengan Lintang dan berlari ke arah ayahnya. "Boneka menangis lagi? Terakhir kali Kita belanja di sini, Mutia kan sudah beli?" Laras mengingatkan tapi Mutia tidak menghiraukan ucapan ibunya. "Beli lagi ya, Yah. Yang lama bajunya jelek. Mutia mau yang pakai baju kuning!" rengek Mutia. Jari mung
Bab 20. AIR PENGASIHAN "Lintang!" terdengar suara Gendis menyapa dari kejauhan. Lintang menoleh ke arah suara. Mutia masih berada dalam gendongannya. Gendis yang baru turun dari eskalator segera menghampirinya. "Keponakanmu? Kelihatan terawat ya? Kakakmu pasti lumayan kaya." Lintang hanya tersenyum mengabaikan nada mengejek dipertanyaan yang Gendis lontarkan. "Sudah selesai?" tanyanya sambil melirik tas plastik besar berlogo butik terkenal. "Sudah! Disain dari pemilik butik itu tak pernah mengecewakan, makanya aku selalu belanja di butiknya. Kebetulan tadi aku juga menemukan Bros cantik yang cocok dengan kebayaku di toko perhiasan lantai tiga. Ehm, rasanya benar-benar tak sabar untuk mengenakannya saat mendampingi Mas Dirga di acara itu!" tuturnya setengah pamer. "Oh ya, kudengar acara itu
Bab 21. TAMU SPESIAL DI HARI LIBUR. "Lin, mandinya cepetan, ada tamu tuh!" Gedoran di pintu kamar mandi membuat Lintang segera mengguyur sisa-sisa butiran lulur mandi yang menempel di sekujur tubuhnya. "Siapa?" "Gak tahu, pengan nanya aku grogi duluan! Udah pokoknya buruan mandinya. Kalau dia pergi gara-gara kelamaan nunggu bisa nyesel kamu nanti!" ujar Diah sengaja membuat Lintang penasaran. Lima menit berikutnya Lintang keluar dari kamar mandi dengan rambut terbungkus handuk. Seketika harum lulur mandi pengganti sabun yang selalu digunakan Lintang untuk merawat kulitnya menguar dari tubuhnya yang masih lembab dan terlihat segar. "Siapa sih tamunya? Perasaan aku gak bikin janji sama siapa-siapa deh. Aku ingin nyantai saja di rumah hari ini, mumpung nanti malam libur kerja!" tanya Lintang pada Diah yang ternyata masih setia menunggunya di depan kamar mandi. &nbs
Bab 22. KASIH SAYANG AYAH YANG LAMA DINANTI. "Ayo turun, Nduk! Kita sudah sampai di rumah kita, kelak kalau kamu mau pulang ke sini!" ajak Ki Narendra. Tanpa banyak cakap Lintang menuruti ajakan ayahnya. Segera saja pandangannya mengitari suasana rumah berukuran tak terlalu besar yang cukup terlindung dari keramaian jalan raya. Halaman yang cukup luas dipenuhi beberapa pohon mangga dan jambu air yang cukup rindang. Sebagian malah sudah mulai berbuah. Di beberapa sudut terdapat rumpun bunga yang tumbuh terawat. "Ayo masuk!" Ki Narendra merengkuh bahu Lintang dan membimbingnya memasuki teras rumah yang terlihat bersih tak berdebu. Seseorang membukakan pintu sebelum Ki Narendra mengetuknya. Detik berikutnya seorang lelaki berperawakan tinggi besar dengan wajah di penuhi bulu kumis dan jenggot yang terukur rapi tersenyum hangat menyambut kedatangan mereka.
Bab 23. TERLEMPAR KEMBALI PADA KISAH MASA LALU "Kapankah terakhir kali aku bisa merasakan pelukan Ayah? Maksudku sebelum kita terpisah?" tanya Lintang seraya menikmati kehangatan kasih sayang lewat pelukan ayahnya. "Sudah sangat lama sekali, Sayang! Terakhir kali Ayah menggendong dirimu adalah saat Ayah mengantarkan kamu dan nenek pindah ke Wonorejo. Saat itu kamu masih berusia sekitar satu tahun. Tubuhmu sangat mungil dan cantik, tapi suaramu kencang sekali saat menangis!" bisik Ki Narendra dengan suara parau. Rengkuhan tangannya di bahu Lintang semakin erat. Keharuan begitu membuncah memenuhi hatinya. Pertanyaan putrinya membuatnya terseret kembali pada kisah masa lalu. Saat itu, bertahun-tahun lalu... Laporan Wage kecil yang memergoki perbuatan Wulansari yang telah membunuh teman lelakinya di sungai telah membuka mata hatinya dan membuatnya menarik kesimpulan tentang
Bab 24. MENIKMATI LIMPAHAN KASIH SAYANG. Ki Narendra tersenyum simpul saat melihat Lintang nyaris tertidur dalam rengkuhan tangannya, saat mendengarkan kisah masa lalu yang ia ceritakan. Mereka berdua tengah berdiri berdampingan di bawah pohon mangga yang cukup rindang. Elusan angin sepoi-sepoi semakin mendatangkan rasa kantuknya. Mungkin ia bangun terlalu pagi tadi. Wage mengatakan padanya bahwa Lintang sampai di tempat indekosnya sekitar jam 3 dini hari. Sementara ia datang menjemputnya tepat jam 8 saat teman kost putrinya itu mengatakan bahwa Lintang sudah bangun sejak tadi. "Sebaiknya kamu istirahat dulu di kamar. Mari ayah tunjukkan letak kamarmu. Semua sudah ayah siapkan!" Ki Narendra menuntun Lintang masuk lagi ke dalam rumah lewat pintu samping. Tanpa membantah, karena memang Lintang sudah tidak mampu lagi membuka kelopak matanya yang terasa berat. Setengah terp
Bab 25. MALAIKAT KIRIMAN AYAH. Lintang langsung membulatkan bola matanya setelah mengenali dua orang lelaki yang kini berdiri berjajar di teras rumah untuk menyambut kedatangan mereka. "Mas Wage?" Wage hanya menarik sedikit ujung bibirnya seraya membukakan pintu mobil untuk Lintang dan mempersilahkan gadis yang tengah memandangnya bingung itu untuk keluar dari dalam mobil. "Hehehe, selamat datang di rumah kami, Mbak Lintang!" sela Pak Jun yang langsung menggandeng tangan halus Lintang menuju teras. Membiarkan Wage yang masih terdiam menahan pintu mobil yang terbuka. Masih memandang Wage dengan sorot mata kebingungan, Lintang mengikuti langkah Pak Jun. "Ini rumah Wage, Lintang! Wage dan Pak Jun ini yang selalu setia membantu ayah. Mereka ini orang-orang kepercayaan Ayah." "Jadi selama ini, Mas Wage yang ditugaskan ayah untuk mendampingi saya?" tany
Bab 26. MALAM PANAS DI KAMAR WULANSARI Lewat tengah malam, suasana jalan raya yang berada di depan tempat tinggal pasangan Ki Dalang Narendra dan Wulansari sudah mulai lengang. Tak terdengar satupun suara kendaraan melintas. Apalagi sejak sore gerimis rapat membasahi kota yang terbilang cukup ramai membuat hawa malam itu terasa lebih dingin dan basah dari biasanya. Membuat semua orang lebih memilih tetap berada di dalam kenyamanan rumah masing-masing. Namun demikian, suasana dingin di luar sangat berbanding terbalik dengan keadaan di dalam kamar pribadi Wulansari. Bersama Jaya sang sopir pribadi, mereka berlomba-lomba membuat suasana menjadi begitu panas. Menari erotis di atas tubuh pasangan, saling memberi kepuasan di atas ranjang. Saling beradu kelihaian. Wulansari yang sedang terbaring di atas ranjang empuk membiarkan Jaya memuaskan hasratnya. Dalam keada