Share

Bab 3. MUSTIKA KEABADIAN PANJI ANOM

Bab 3. Mustika Keabadian Panji Anom.

Hari-hari berlalu, Narendra yang dengan kebulatan tekad menjalani ritual demi ritual yang tentu saja tidak bisa dibilang mudah. Begitu besar godaan silih berganti yang datang untuk menggagalkan usahanya, tapi ia tetap menguatkan diri demi apa yang tengah diperjuangkannya. Keteguhan hatinya itu semakin menumbuhkan kekaguman Ki Sudarma. 

Hingga tibalah malam terakhir perjuangan dalam ritual puasanya. 

Esok paginya, sesaat setelah terdengar Kokok ayam jantan pertama terdengar, Ki Sudarma memasuki gubuk kayu yang sengaja dibangunnya di tempat yang sangat terpencil jauh di dalam hutan. Adalah tempat dimana Narendra menjalankan ritualnya selama lebih dari satu purnama.

  

Dibukanya gubuk kayu berukuran tak lebih dari tiga kali tiga meter itu. Derit pintu terdengar memecah kesunyian. Fajar belum lagi menyingsing, sementara gubuk tanpa lampu itu terlihat gelap gulita. Apalagi Ki Sudarma sengaja mematikan obor yang tadi dipakainya untuk menerangi jalan setapak yang dilaluinya menembus hutan di pinggir desa tempat tinggalnya. 

     

Setelah beberapa saat, mata tuanya mulai terbiasa pada kegelapan, ia bisa melihat bayangan sosok yang tengah duduk bersila di tengah-tengah satu-satunya ruangan yang ada.

Berusaha tidak menimbulkan suara iapun segera menempatkan diri tak jauh dari sosok Narendra. Sebentar lagi, ia harus segera membangunkan lelaki muda penuh tekad itu dan membawa sukmanya kembali sebelum fajar.

Sedikit saja terlambat, maka Sukma Narendra tak akan dapat kembali memasuki raganya. Itu artinya semua usaha Narendra akan sia-sia, sukmanya akan terperangkap di dunia yang berbeda, sementara raga kosongnya akan membusuk begitu saja. Orang awam akan menyangka ia sudah meninggal dunia.

***

Narendra menunduk takzim di depan sosok lelaki muda gagah dengan pakaian kebesaran melekat di tubuh kekarnya, serta mahkota tinggi bertabur permata di atas kepalanya. 

Lelaki gagah itu tampak gemerlap oleh emas dan permata yang membalut tubuhnya dari ujung kaki hingga kepala, bahkan kasutnya pun terbuat dari emas berhias intan permata. Dan tentu saja, bagaimanapun kasut itu digunakan, selarik bayangan berwarna gelap akan melapisi bagian bawah solnya dari tanah dan bergerak kemanapun lelaki itu melangkah. Sepintas seolah kaki lelaki gagah bermahkota itu tak menapak tanah. 

"Kau sudah berhasil melaksanakan ujian awal. Maka aku akan meluluskan keinginanmu!" titah lelaki bermahkota itu. Narendra mengangguk penuh syukur. Hatinya gembira. Sebentar lagi, ia akan dapat meraih keinginannya untuk menguasai dunia.

"Terimalah mustika Panji Anom ini, yang akan membuatmu abadi. Tubuhmu tak akan menua, cahayamu akan mempesona orang-orang yang berada di sekitarmu. Pengaruhmu akan menjadi lebih kuat. Engkau akan menjadi pusat bagi sekelilingmu.

Tapi yang kaulakukan kemarin barulah awal untuk membuka pintu dari dunia yang kau impikan, ujian yang sesungguhnya, baru akan kau lalui setelah kaupikir kau sudah mulai berhasil!

Hasilnya adalah, tergantung dari apa tindakanmu untuk melalui ujian tersebut. Jadi berpikirlah dengan bijak! Tak ada sesuatu pun yang mudah untuk mendapatkan hasil terbaik. Bisa jadi untuk mendapatkan impianmu semu, kamu harus kehilangan kebahagiaan sejatimu. Kamu mengerti?" Kembali Narendra mengangguk takzim. 

Dan sesuatu yang terasa hangat berukuran sebesar biji kacang tiba-tiba sudah berada dalam genggamannya. Ia masih menunduk, namun tidak berani melihat benda yang berada dalam genggamannya itu.

Sementara untuk mendongakkan kepala agar dapat memandang wajah lelaki yang tampak mengeluarkan sinar berpendar keemasan di depannya pun ia tak sanggup. Kalaupun ia berusaha untuk mendongak, pandangan matanya hanya sampai tepat di hiasan batu permata berwarna merah sebesar telur puyuh yang menghiasi dada lelaki itu. 

Tiba-tiba Narendra merasa seseorang menepuk bahunya, dan seketika itu juga rasa dingin melingkupi tubuhnya hingga ia menggigil menahan hawa sedingin es. Dan lelaki berselimut sinar keemasan yang tadi berada di hadapannya pun telah menghilang.

"Ngger, mari kita pulang!" Sayup suara Ki Sudarma menyusup di telinganya. Dan Narendra merasa tubuhnya yang seolah tak bertenaga tersedot pusaran angin dingin yang entah dari mana datangnya. 

Narendra ingin bertahan untuk menyelamatkan dirinya, tapi tubuh lemahnya tak mampu menahan. Ia pun pasrah kemana pusaran itu membawa tubuh lunglainya, tapi apapun yang terjadi Narendra berusaha mempertahankan apapun yang ada didalam genggamannya. Kuku tangannya seolah menancap di telapak tangannya yang mengepal erat.

***

"Hhhmm, rupanya usahamu tidak sia-sia, Ngger!" Gumaman Ki Sudarma menarik kesadaran Narendra yang tergolek roboh saat Ki Sudarma mengguncang pelan tubuhnya tadi.

Karena sudah berhari-hari menjalani puasa mutih yang artinya ia tidak memasukkan makanan apapun juga selain air putih dalam kendi dan sekepal nasi putih tawar tanpa rasa. 

Dilanjutkan puasa ngebleng, yaitu tak makan dan minum sehari semalam. Jadi wajar saja jika tubuh kekar Narendra pun menjadi lemas tanpa tenaga.

Ki Sudarma segera mengangkat kepala Narendra dan menempelkan ujung lubang kendi berisi air putih ke mulut Narendra membantunya minum untuk sekedar membasahi kerongkongan yang kering dan menyegarkan tubuh lemahnya. 

"Terima kasih, Ki" Narendra berusaha untuk duduk bersila setelah beberapa teguk air cukup menguatkannya untuk menegakkan tubuh.

"Coba lihat apa yang kau dapat!" Ki Sudarma menunjuk telapak tangan Narendra yang terkepal. 

Perlahan Narendra membuka kepalan tangannya yang terasa lengket oleh kuku-kuku jarinya yang seolah menancap di telapak tangan. Di luar, sinar fajar pertama mulai menyentuh bumi. Dan suasana sekitar gubuk kayu itupun mulai terang oleh cahaya pagi. Membuat ruangan yang semula gulita itupun terlihat temaram oleh cahaya pagi yang mulai menorobos di lubang-lubang dinding kayu, juga pintu yang sudah terbuka lebar.

Sebutir batu permata berwarna kebiruan sebesar kuku jari kelingking tampak ditengah telapak tangannya. 

"Telanlah mustika itu, agar menyatu dengan ragamu!" perintah Ki Sudarma setelah memperhatikan batu permata yang berada dalam genggaman Narendra.

"Mengapa harus saya telan, Ki?" tanya Narendra ragu.

"Mustika itu banyak diburu orang yang mengerti, tapi tak sanggup menjalani tirakat berat untuk penebusnya. Karena pemegang mustika itu akan mendapatkan keabadian.Pemegang mustika itu akan terlihat jauh lebih tampan jika ia lelaki dan cantik jika ia perempuan. 

Pemegang mustika itu akan mampu mempesona orang-orang disekitarnya. Otomatis ia akan bisa mempengaruhi siapapun. Orang lain, bahkan para lelembutpun akan tunduk padanya!

Dan orang yang mengerti, akan dapat merasakan kalau kau memiliki mustika itu. Jadi untuk menghindari kehilangan atau dicuri orang, maka kamu harus menelannya!" tutur Ki Sudarma menjelaskan seraya menyorongkan kembali kendi air ke arah Narendra yang langsung menerima dan melakukan apa yang diperintahkan gurunya spiritualnya itu.

"Nah, sesuai perjanjian kita di awal saat kau mendatangiku, kau harus ikut ke rumahku sekarang dan bersiap-siap untuk menikahi Wulansari, putriku!" 

"Baiklah, Ki! Tapi sebelumnya, ijinkan saya untuk pulang ke rumah orang tua saya untuk meminta restu. Sekaligus mengabarkan bahwa saya sudah menalak istri pertama saya."

"Baiklah. Pulanglah, mintalah restu orang tuamu, karena itu juga penting bagi masa depanmu, Ngger!" ujar Ki Sudarma mengerti. 

Baginya, restu serta doa terbaik dari orang tua sama pentingnya dengan segala tirakat dan ritual yang harus dijalani setiap orang yang tengah berusaha untuk meraih sesuatu. "Segera selesaikan semua urusanmu! Jangan sampai melupakan kewajibanmu! Jika semua sudah kau laksanakan, datanglah secepatnya ke rumahku untuk menyelesaikan urusan kita. Aku menunggumu!" 

Narendra mengangguk, ia sadar tentang penekanan pada kata-kata terakhir yang diucapkan Ki Sudarma. Bahwa ia menunggu kedatangan Narendra untuk menepati janjinya.

Sementara Narendra sendiri masih bingung, bagaimana ia akan mengatakan pada bapak dan kakeknya, tentang perceraiannya dengan Jernih Suminar, yang sebelum dinikahinya adalah seorang sinden yang bekerja pada bapaknya. 

Serta rencana pernikahan ke duanya yang akan segera berlangsung dalam hitungan hari dengan seorang wanita yang bahkan sama sekali belum pernah dilihatnya.    

***

    

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Ucing Ucay
semangat thor ^^
goodnovel comment avatar
Khara Asha
lanjut ............
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status