Bab 7. SETELAH SEKIAN LAMA TERPISAH
17 tahun berlalu...
Jelang sore, Seorang gadis berparas cantik dengan masih mengenakan seragam putih abu-abu yang tampak lusuh dipenuhi coretan pilox bahkan tas kain dan sebagian rambut panjangnya juga tak luput dari semprotan pilox warna oranye, tampak berdiri di depan gerbang besi setinggi hampir dua meter di pinggir jalan raya yang selalu tampak ramai lalu lintasnya, karena rumah mewah itu memang berada di tengah-tengah kota Kabupaten.
Dari sela-sela jeruji gerbang ia dapat melihat sebuah bangunan rumah megah bertingkat di dalam pagar yang tampak sepi tak berpenghuni. Di halaman luas ia juga melihat sebuah truk besar dengan gambar gunungan wayang berwarana emas terlukis di bak papan berwarna dasar merah menyala, di sebelah truk, dan sebuah mobil sedan keluaran terbaru berwarna abu-abu metalik. Tepat di luar pagar, sebuah papan nama berukuran lumayan besar dengan tulisa
Lintang terbeliak tak percaya pada apa yang baru saja di dengarnya. Pandangannya seolah melekat pada sosok muda berwibawa dengan setelan resmi yang tengah berkonsentrasi pada ramainya lalu lintas di lajur jalan yang mereka lalui.Ayah kandungnya?? Lelaki yang terlihat masih berusia sekitar 23 - 25 tahun itu mengaku bahwa ia adalah ayah kandungnya. Sementara ia sendiri, beberapa bulan ke depan akan merayakan ulang tahunnya yang ke 18. Telinganya yang salah dengar apa otak lelaki itu yang sinting?Narendra melirik sorot tak percaya sekaligus bingung yang terpancar di mata putrinya yang melotot ke arahnya. Yah tentu saja. Tak ada satupun orang yang akan percaya jika ia mengaku telah berusia 43 tahun. Penampilannya memang terlihat seolah masih berusia 25 tahun.Tubuhnya seolah berhenti berproses untuk menua seiring usianya semenjak ia menelan mustika Panji Anom yang telah didapatkannya usai
Bab 9. Menemukan Jalan Untuk Pulang.Narendra segera memanggil pelayan rumah makan. Setelah meminta pelayan untuk membungkus semua pesanan yang nyaris tak tersentuh, membayar sekaligus memberi tip pada pelayan itu, Narendra mengajak Lintang keluar. "Ayo, aku akan mengantarmu pulang, biar kamu tidak terlambat bekerja nanti!" ajak Narendra sebelah tangan menenteng tas berisi aneka makanan yang tadi mereka pesan, sementara tangan yang lain memeluk bahu Lintang, membimbingnya lembut keluar dari rumah makan yang tampak mulai terisi hampir disemua mejanya. Beberapa pasang mata mengunjung tampak memandang keduanya dengan pandangan ingin tahu dan bisik-bisik antar sesama pengunjung yang datang bersama setelah mereka mengenali sosok sang Dalang. "Baiklah, kemana aku harus mengantarmu?" tanya Narendra setelah mereka sudah berada dalam mobil dan bersiap untuk menj
Bab 10. NIGHT CLUBS STAR Jaya memasuki pelataran parkir sebuah bangunan ruko mewah di sudut kota. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Tapi area parkir yang baru saja mereka masuki justru semakin padat. Beberapa motor dan mobil tampak mulai memadati area parkir. "Mau ke mana kita, Non?" tanya Jaya bingung saat dilihatnya Gendis sang putri majikan yang sudah bersiap-siap untuk turun dari sedan yang dikemudikannya. Lalu ia tergesa mengikuti langkah Gendis yang melenggang dengan stelan celana capri dan tanktop putih yang dilapisi jaket kulit hitam sepanjang pinggul yang menempel pas di tubuhnya. "Aku mau masuk ke sana, Jaya! Cuma aku, bukan kita. Kamu, tetap di mobil" perintah Gendis tanpa menoleh, kaki jenjangnya yang terbungkus boots kulit melangkah ringan diatas paving menuju salah satu ruko yang tampak temaram dengan minimnya penerangan. Tapi terlihat ramai oleh pengunjung.
Bab 11. LELAKI YANG BERBEDA Lintang berusaha menyelesaikan lagu terakhirnya dengan susah payah, setelah tanpa sengaja pandangan matanya beradu dengan pasangan muda-mudi yang tengah asyik berdansa dengan tubuh yang seolah melekat satu sama lain. Sang pemudi, adalah Gendis, teman satu sekolahnya yang sangat populer. Di samping karena wajahnya yang cantik dengan penampilannya yang modis, ia juga dikenal sebagai anak orang kaya raya yang selalu dikelilingi teman-temannya yang bertingkah bak dayang-datang baginya. Sementara pasangan dansanya adalah kakak kelas mereka yang dulu pernah menjabat sebagai ketua OSIS saat ia dan Gendis masih sama-sama duduk di kelas X, yang menurut informasi yang Lintang dengar, pasangan dansa Gendis itu adalah putra bungsu sang Bupati. Lintang selalu mengingat sosok itu walau dalam keremangan, karena sejak ia duduk di kelas XI, pemuda it
Bab 12. MALAIKAT BERWAJAH MENGERIKAN Lintang melanjutkan langkahnya saat saat ia yakin pengendara motor itu tidak lagi mengikutinya. Dilihatnya motor yang ditumpangi lelaki tak dikenalnya sudah berbelok di tikungan depan. Jalanan kembali sepi. Sambil menengok sekali lagi ke arah tikungan yang baru dimasuki pengendara motor itu, tikungan itu tampak gelap. Tak terlihat ada kendaraan lain yang lewat. Lintang yakin pengendara itu sudah berlalu, pergi entah ke mana. Lintang berjalan dengan langkah lebih lebar. Beberapa meter ke depan ia akan menemukan lahan kosong lagi, dan di sana keadaan akan lebih gelap, karena sinar lampu jalan terhalang kerimbunan pohon besar yang tumbuh menjulur dari dalam lahan kosong itu yang melewati dinding pagar. Kata orang, lahan kosong itu dulunya adalah bekas gudang milik pabrik bir yang sudah lama tak terpakai. Karena pabrik dipindahkan ke
Bab 13. BUKAN PEMILIK HATI Wulansari mendatangi kamar tidur suaminya pada siang hari. Ia tahu, saat itu suaminya pasti sudah terjaga meskipun tetap bertahan di kamarnya hingga sore menjelang. Lalu sehabis Maghrib suaminya akan segera pergi entah kemana dan baru akan pulang saat tengah malam. Berkeliaran di dalam rumah dan baru masuk ke kamar menjelang subuh. Begitu seterusnya. Kecuali hari Senin dan Kamis malam sudah pasti suaminya itu tidak pulang ke rumah entah menginap di mana, tapi Wulansari tak lagi peduli. Hidupnya sudah bergelimang materi, usaha rias pengantin yang digelutinya sudah sangat berkembang seiring dengan ketenaran nama suaminya. Urusan kepuasan batin bukan hal yang sulit. Dengan kekuasaan dan harta melimpah, tidak sulit untuk mencari lelaki yang bersedia memuaskannya. Tak ada kesulitan untuk membeli lelaki pemuas hasrat seperti itu. Seperti yang ia
Bab 14. SANG PENJAGA Seperti biasa saat malam Minggu, suasana HAPPY night POPPY begitu penuh pengunjung hingga berjubel. Udara pengap oleh asap rokok dan aroma alkohol memenuhi ruangan yang kini terasa sempit saking penuhnya pengunjung. Belum lagi suara hingar bingar music yang diputar kencang. Lintang masih sibuk berdandan di ruang rias ketika manager nightclub mengatakan ada yang ingin bertemu dengannya sebelum tampil. Untunglah Lintang sudah selesai berdandan, dari jam dinding yang di letakkan di ruangan sempit itu ia masih memiliki waktu sekitar seperempat jam sebelum naik panggung, jadi Lintang mempersilahkan tamunya untuk masuk. Seorang lelaki berpakaian rapi mendatanginya hanya untuk menyerahkan sebuah pesan dari seseorang. Lelaki itu tidak berkata apa-apa, selain pandangan matanya yang menelusuri lekuk tubuh Lintang yang memang selalu tampil sexy saat manggung dengan
Bab. 15. WAGE & KI NARENDRA Narendra menatap lelaki berwajah seolah terbelah oleh bekas luka di depannya dengan pandangan penuh minat. Mendengarkan cerita yang meluncur deras tentang putri kandungnya, bagaimana kesehariannya, ketenarannya di kalangan pecinta dunia malam, aura bintang yang dimilikinya saat menguasai panggung. Suara merdunya yang tak terlupakan. Penampilan di panggung yang selalu memukau juga kekerasan hati serta semangat yang dimilikinya. "Apa kamu mendekatinya? Bagaimana kesannya saat melihat bekas lukamu?" "Sebenarnya, saya hanya menjaganya dari kejauhan. Hampir tak terlihat!" "Apa dia menolak kalau kamu mendekatinya?" "Tidak, Ki! Dia tidak terlihat keberatan saat saya mendekatinya. Dia juga tidak terlihat takut atau jijik oleh cacat bekas luka ini!" Wage menunjuk tepat di bekas lu