"Walaikum salam," jawab Bu Endang disertai membukakan pintu. Terlihat dua orang wanita yang keduanya yang memakai jilbab, dan satunya terlihat masih begitu muda."Eh Diajeng, Monggo atuh masuk!" "Anakmu mana? Kok gak kelihatan," tanyanya seorang yang lebih tua, setelah duduk di kursi sofa."Belum pulang kerja, sebentar lagi. Kita ngobrol-ngobrol dulu atuh,""Hm," jawabnya dengan tatapan menyapu seluruh ruangan."Dev, bikinkan es teh manis!" teriak Bu Endang.Masih belum ada jawaban, akhirnya Bu Endang beranjak ke dalam."Sebentar ya, Jeng!" Susul Be EndangSementara itu ...."Eh, Ras. Gimana? Lihat, tadi itu calon mertua kamu, ramahkan, rumahnya juga lumayan besar. Sebentar lagi kamu akan jadi nyonya di rumah ini." tutur Ibu Tantri"Tapi, Tante. Rasty takut. Perasaanku tak enak,""Sudah, pokoknya kamu nurut sama aku, awas kamu jangan sampai mengecewakan!""Iya ... iya, huh! Bu, gerah ini, udah aku copot aja ya?" ucapnya sambil mengibas-ngibaskan penutup kepalanya."Heh! Kamu mau ke
Setelah ngobrol basa basi akhirnya sampai di titik obrolan inti."jadi gimana ini, acaranya mau dirayakan seperti apa, bu?" tanya bu tantri."itu semua aku serahkan sama hasan maunya gimana, gimana hasan?" jawabnya dan kemudian melemparkan pertanyaan ke hasan.hasan gugup, ini terlalu mendadak baginya, apalagi untuk dana pun belum ada persiapan. tapi bila harus melepas rasty itu tak akan, wanita di depannya terlalu sempurna."istri saya lagi hamil, bu,""lalu? apa masalahnya?""mungkin setelah lahir baru acara lamaran dan sebagainya," "oh, maksud kamu, setelah resmi bercerai baru mau nikah gitu,""mungkin begitu, bu,""kalau istrimu tidak mau dicerai gimana?""yasudah, rasty tetap aku nikahi jadi istri kedua,""buat apa nunggu sampai lahiran baru nikah kalau ujungnya tetap poligami?""maksud ibu?""kamu gak paham?""ha ... engg ... iyaaaa," jawab hasan grogi."jadi lelaki itu yang cerdas! paham ... nyambung kalo diajak ngomong," bu tantri menjawab dengan nada kesal, dalam perkiraanny
Ketukan pintu terdengar dari luar,Hasan yang lagi mencari sertifikat pun menoleh ke arah suara, dia masih enggan untuk membukakan pintu apalagi sertifikatnya belum juga ditemukan.BRAK!BRAK! BRAAK!Hasan terlonjak kaget, yang dari ketukan pintu kini menjadi gedoran. Akhirnya dia keluar dan membukakan pintu.Bugh!Hasan langsung tersungkur, dia begitu terkejut belum sempat melihat siapa yang datang, namun langsung disambut oleh tendangan yang begitu kuat.Saat hendak bangun, Hasan kembali mendapat tendangan lagi bahkan berulang-ulang.Hasan meringkuk memegangi perut dengan kedua tangannya. Pas ingin mengangkat kepalanya, kerahnya langsung ditarik.Plak! Plak! Plak!Bugh!Tamparan berkali-kali dan ditonjok, mampu membuat Hasan babak belur, bahkan menyisakan memar di pinggir matanya. Dan juga bibirnya mengeluarkan darah.Hasan menyipit memandangi wajah si penyiksanya. Rasanya tidak terima, Emosinya meradang ingin membalas, tangan mengepal dan melayang untuk meninjunya, dan langsung di
"Kamu ke sini disuruh Hasan?" Rendi menggeleng dan mengambil napas berat, segitu cinta matinya sama Hasan. "Enggak, bukan maksudku mencari Hasan, tapi kamu kan temannya kok bisa ke sini tanpa Hasan?" "Tadi aku yang ngasih tahu ke Rendi, jadinya dia ke sini," terang Ferdi yang langsung dijawab anggukan sama Devi. "Makasih ya, tanpa kalian aku gak tahu lagi nasib bayi yang kukandung," ucap Devi dengan mata yang berkaca-kaca. Mereka mengangguk serempak."Rencananya kamu mau Pulang kemana?" tanya Rendi. Devi terdiam, untuk pulang lagi ke rumah rasanya sudah tak sanggup apalagi berhadapan dengan Hasan. Dia tak ingin tersakiti lagi, setidaknya dia ingin melindungi bayinya, jiwa keibuan sudah merasuk di jiwanya. Devi menggeleng. Rendi menatap Ferdi, dia pun hanya menaikkan bahu. Untuk saat ini, Ferdi merasa tidak bisa mencarikan solusi ditambah kemarin kena omel Istrinya gara-gara salah paham. Rendi akhirnya memantapkan hati untuk menampung Devi, harapan saat ini semoga apa yang dia
"Ren, maksud kamu bawa Devi ke sini untuk apa?” tanya Tante Rendi. Rendi yang bersender di kursi tergagap sampai lupa belum bilang tujuan yang sebenarnya. "Tante, Aku ingin nitip Devi dulu di sini. Kasihan dia. Mau pulang takut." bujuk Rendi. "Tante sih gak masalah, emang kamu mau nanggung resikonya?" "Hah! Resiko?" "Ya iyalah, kamu bawa istri orang ke sini tanpa sepengetahuan suaminya, itu bisa dituntut," "Rendi siap bertanggung jawab apapun itu," jawab Rendi dengan mantab dan tak lupa pandangannya ke arah Devi yang duduk menunduk. "Ren, Tante itu gak melarang kamu mau melakukan apapun, tapi sebelumnya itu dipikir dulu nantinya kamu kena imbas tidak!" "Sudah, Tante. Rendi. Makasih tawarannya, Devi tak ingin merepotkan kalian, Devi mohon pamit pulang," potong Devi dan hendak bersiap-siap untuk pulang. "Devi, tunggu! Aku hanya memastikannya. Kamu jangan berkecil hati!" tahan Tante Rendi. "Saya pulang saja, Tante. Saya terlalu merepotkan nantinya bila di sini terus." "Daritadi
Akhirnya mereka berpamitan. Dan pak Harto hanya mengangguk. "Kebetulan mangsa baru," ucapnya Pak Harto setelah mereka tak terlihat lagi. *** "Devi, sini lihat!" Tante Rendi girang melihat baju anak yang begitu lucu terpampang di toko, dia begitu berantusias menyiapkan persiapan kelahiran Devi. Usia kandungan Devi yang sudah jalan delapan bulan pun hanya bila melangkah pelan sambil tangannya menyangga perutnya. "Ih lucu banget, Tante," balas Devi dengan mata yang berbinar melihat baju rajut yang menyerupai lebah. Tante Rendi pun langsung mengambil dan menaruhnya di keranjang belanja yang ia bawa tadi. Setelah semuanya terbeli mereka melanjutkan makan di rumah makan yang tersedia di swalayan yang tersedia. "Devi, kamu jangan lupa sering olahraga agar pembukaan nanti gampang," suruhnya sambil menyantap ayam goreng berbalur tepung. "Pembukaan?" Devi mengernyit, baru pertama kali mendengar istilah pembukaan. "Iya pembukaan, itu seperti jalannya janin keluar dari perut. Nantikan a
"Tante gila ih, bentar lagi aku menikah beneran," ujar Rasty masih belum percaya. "Iya, Endang sama anaknya itu bodoh, cari calon kok gak diselidiki dulu ... hahahaha," kelakar Bu Tantri. Rasty membalas dengan suara tergelak. Benar-benar tidak menyangka. Hidupnya bentar lagi akan berubah. Dia juga sudah mencicil pakaian tertutup beserta jilbabnya. Tiap ada orderan dia selalu menyisihkan uangnya untuk membeli sedikit demi sedikit. "Tante, gimana pelangganku nanti, kasian kan. Masak aku langsung pergi begitu saja. Apa lagi para pelangganku saat ini royal sekali," "Kamu putar waktunya," "Maksud, Tante?" "Ya, cukup ubah aja waktunya yang biasanya malam ganti siang, gampang kan." "Tapi, Tante. Eh bener juga ya. Nanti aku bilang aja bekerja sebagai SPG atau apa nantinya," jawabnya membenarkan saran Tante Tantri. "Nah gitu dong, dipake!" jawabnya sambil menunjuk ke arah kepalanya. Rasty tertawa kecil. Sekali tepuk dua pulau terlampaui. Dia bukan cewek yang akan melepaskan seseoran
"Tante, aku ingin menghadiri pernikahan Hasan," lirih Devi saat mereka sedang asyik berkutat di dapur.Tante Rendi yang sedang mencuci piring di sebelahnya pun mendadak terhenti dan langsung menoleh ke arah Devi. Mengambil napas berat dan membuangnya perlahan."Kamu yakin?""Yakin, Tante. Aku penasaran seberapa cantiknya calon istri Hasan itu.""Baiklah ... besok kamu bersiap-siap nanti aku suruh Rendi untuk berangkat bareng kita!""Baik, Tante."Devi menatap nanar perutnya yang buncit. Berulang kali tangannya mengelus-elus. Pikirannya kritis untuk membalas dendam ke Bapak anaknya. Saat ini tujuannya cuma satu, membuat kehidupan Hasan sekarat meskipun sehat."Tante, kenapa Rendi jarang main ke sini ya?” tanya Devi memecah keheningan."Oh gak tau, coba nanti kamu tanya sendiri aja ya lewat telepon!" jawab Tante Rendi asal. Sebenarnya dia tahu alasan Rendi jarang main ke tempatnya, dia ingin menjaga Devi dari fitnah, setelah resmi bercerai dia akan datang. Saat ini dia hanya membantu da