"Kamu ke sini disuruh Hasan?" Rendi menggeleng dan mengambil napas berat, segitu cinta matinya sama Hasan. "Enggak, bukan maksudku mencari Hasan, tapi kamu kan temannya kok bisa ke sini tanpa Hasan?" "Tadi aku yang ngasih tahu ke Rendi, jadinya dia ke sini," terang Ferdi yang langsung dijawab anggukan sama Devi. "Makasih ya, tanpa kalian aku gak tahu lagi nasib bayi yang kukandung," ucap Devi dengan mata yang berkaca-kaca. Mereka mengangguk serempak."Rencananya kamu mau Pulang kemana?" tanya Rendi. Devi terdiam, untuk pulang lagi ke rumah rasanya sudah tak sanggup apalagi berhadapan dengan Hasan. Dia tak ingin tersakiti lagi, setidaknya dia ingin melindungi bayinya, jiwa keibuan sudah merasuk di jiwanya. Devi menggeleng. Rendi menatap Ferdi, dia pun hanya menaikkan bahu. Untuk saat ini, Ferdi merasa tidak bisa mencarikan solusi ditambah kemarin kena omel Istrinya gara-gara salah paham. Rendi akhirnya memantapkan hati untuk menampung Devi, harapan saat ini semoga apa yang dia
"Ren, maksud kamu bawa Devi ke sini untuk apa?” tanya Tante Rendi. Rendi yang bersender di kursi tergagap sampai lupa belum bilang tujuan yang sebenarnya. "Tante, Aku ingin nitip Devi dulu di sini. Kasihan dia. Mau pulang takut." bujuk Rendi. "Tante sih gak masalah, emang kamu mau nanggung resikonya?" "Hah! Resiko?" "Ya iyalah, kamu bawa istri orang ke sini tanpa sepengetahuan suaminya, itu bisa dituntut," "Rendi siap bertanggung jawab apapun itu," jawab Rendi dengan mantab dan tak lupa pandangannya ke arah Devi yang duduk menunduk. "Ren, Tante itu gak melarang kamu mau melakukan apapun, tapi sebelumnya itu dipikir dulu nantinya kamu kena imbas tidak!" "Sudah, Tante. Rendi. Makasih tawarannya, Devi tak ingin merepotkan kalian, Devi mohon pamit pulang," potong Devi dan hendak bersiap-siap untuk pulang. "Devi, tunggu! Aku hanya memastikannya. Kamu jangan berkecil hati!" tahan Tante Rendi. "Saya pulang saja, Tante. Saya terlalu merepotkan nantinya bila di sini terus." "Daritadi
Akhirnya mereka berpamitan. Dan pak Harto hanya mengangguk. "Kebetulan mangsa baru," ucapnya Pak Harto setelah mereka tak terlihat lagi. *** "Devi, sini lihat!" Tante Rendi girang melihat baju anak yang begitu lucu terpampang di toko, dia begitu berantusias menyiapkan persiapan kelahiran Devi. Usia kandungan Devi yang sudah jalan delapan bulan pun hanya bila melangkah pelan sambil tangannya menyangga perutnya. "Ih lucu banget, Tante," balas Devi dengan mata yang berbinar melihat baju rajut yang menyerupai lebah. Tante Rendi pun langsung mengambil dan menaruhnya di keranjang belanja yang ia bawa tadi. Setelah semuanya terbeli mereka melanjutkan makan di rumah makan yang tersedia di swalayan yang tersedia. "Devi, kamu jangan lupa sering olahraga agar pembukaan nanti gampang," suruhnya sambil menyantap ayam goreng berbalur tepung. "Pembukaan?" Devi mengernyit, baru pertama kali mendengar istilah pembukaan. "Iya pembukaan, itu seperti jalannya janin keluar dari perut. Nantikan a
"Tante gila ih, bentar lagi aku menikah beneran," ujar Rasty masih belum percaya. "Iya, Endang sama anaknya itu bodoh, cari calon kok gak diselidiki dulu ... hahahaha," kelakar Bu Tantri. Rasty membalas dengan suara tergelak. Benar-benar tidak menyangka. Hidupnya bentar lagi akan berubah. Dia juga sudah mencicil pakaian tertutup beserta jilbabnya. Tiap ada orderan dia selalu menyisihkan uangnya untuk membeli sedikit demi sedikit. "Tante, gimana pelangganku nanti, kasian kan. Masak aku langsung pergi begitu saja. Apa lagi para pelangganku saat ini royal sekali," "Kamu putar waktunya," "Maksud, Tante?" "Ya, cukup ubah aja waktunya yang biasanya malam ganti siang, gampang kan." "Tapi, Tante. Eh bener juga ya. Nanti aku bilang aja bekerja sebagai SPG atau apa nantinya," jawabnya membenarkan saran Tante Tantri. "Nah gitu dong, dipake!" jawabnya sambil menunjuk ke arah kepalanya. Rasty tertawa kecil. Sekali tepuk dua pulau terlampaui. Dia bukan cewek yang akan melepaskan seseoran
"Tante, aku ingin menghadiri pernikahan Hasan," lirih Devi saat mereka sedang asyik berkutat di dapur.Tante Rendi yang sedang mencuci piring di sebelahnya pun mendadak terhenti dan langsung menoleh ke arah Devi. Mengambil napas berat dan membuangnya perlahan."Kamu yakin?""Yakin, Tante. Aku penasaran seberapa cantiknya calon istri Hasan itu.""Baiklah ... besok kamu bersiap-siap nanti aku suruh Rendi untuk berangkat bareng kita!""Baik, Tante."Devi menatap nanar perutnya yang buncit. Berulang kali tangannya mengelus-elus. Pikirannya kritis untuk membalas dendam ke Bapak anaknya. Saat ini tujuannya cuma satu, membuat kehidupan Hasan sekarat meskipun sehat."Tante, kenapa Rendi jarang main ke sini ya?” tanya Devi memecah keheningan."Oh gak tau, coba nanti kamu tanya sendiri aja ya lewat telepon!" jawab Tante Rendi asal. Sebenarnya dia tahu alasan Rendi jarang main ke tempatnya, dia ingin menjaga Devi dari fitnah, setelah resmi bercerai dia akan datang. Saat ini dia hanya membantu da
Devi dan Rendi berjalan beriringan menuju ke tempat resepsi. "Eh, tunggu! Ada yang tertinggal," ucap Devi sambil meminta kunci mobil ke Rendi.Ia segera berlari kecil ke arah mobil dan langsung gegas membuka dan mengambil sesuatu yang dibawa tadi tanpa sepengetahuan Rendi.Setelah menyalin ke tempat cup gelas, dan mengunci mobilnya kembali. Devi kembali ke tempat di mana Rendi menunggu.Rendi yang melihat itu mengernyit dan penasaran. "Dev, nanti di dalam kan kita dapat minum, ngapain bawa minum sendiri?""Ya gak papa, siapa tahu di dalam tidak ada jus jeruk.""Kamu bawa apa sih? Kok baunya kayak bensin begini?" tanya Rendi sambil menutup hidungnya."Hahaha, jus jeruk ini," ujarnya sambil tersenyum licik.Rendi menatap Devi curiga. "Yakin! Kamu jangan aneh-aneh deh!""Udah ah, ayo masuk!" ajak Devi sambil berlenggang meninggalkan Rendi yang masih diam di tempat.Rendi langsung tak ambil pusing dan menyusulnya. Dekorasi pernikahannya terlihat simpel dan elegan.Ada berapa orang yang
"Dev, apa kamu yang membuat kejadian tadi?" tanya Rendi sambil mengemudikan mobilnya."Emang kamu lihat aku membakar lokasi tadi?""Ya, enggak cuma heran aja, tiba-tiba kamu ngerokok.""Ya, katanya merokok bisa menghilangkan kesedihan, nyatanya batuk yang datang.""Alasan klise! Sudah jujur saja, itu tadi, kamu kan?"Devi bergeming. "Ya," jawab Devi setelah sekian menit tak ada obrolan.Rendi menghela napas panjang. "Devi, kamu terlalu nekat dan membahayakan nyawa orang lain.""Setidaknya mereka juga merasakan kepahitan yang aku rasakan, buktinya tadi juga tidak ada korban," ungkap Devi sambil menatap ke depan.Tatapannya kosong, hatinya masih dipenuhi dengan dendam.Dulu sangat begitu memuja dan mau melakukan apapun demi cinta dan kini rasa cinta sudah berubah, Devi begitu kecewa dengan hasil yang ia perjuangkan.Rendi menoleh ke arah Devi, dia belum paham dengan perasaan sakit yang dialami Devi karena waktunya habis buat bekerja sampai lupa berpacaran atau mengenal lawan jenis, umu
Bab 26 Belah durenSesampainya di rumah, mereka saling mendiamkan satu dengan yang lainnya. Hasan merebahkan dirinya ke sofa, menatap nanar tembok yang di depannya. Begitu juga Bu Endang yang langsung masuk ke kamar tanpa sepatah kata pun keluar.Badannya terasa linu bahkan rasanya tulang sudah berpindah tempat dari asalnya. Hasan melirik ke arah Rasty. "Ras, duduk dekat sini! Mas pegal semua, boleh pijitin dong!" suruhnya ke Rasty yang sedang asik dengan ponselnya.Rasty mendekat dan memijit lengannya Hasan. "Mas, besok masih libur?" tanyanya membuka obrolan."Iya, kenapa?" tanya Hasan tak bersemangat."Enggak ada rencana bulan madu gitu?" tanya Rasty sembari tangannya langsung meraba-raba pelan ke area sensitif yang membuat Hasan panas dingin. Hasan pun langsung membalas dan mengajak masuk ke kamar, rasa capek yang dirasa sudah terlupakan apalagi mengingat wanita yang di depannya adalah sah juga perawan.Tanpa mengunci pintu, Hasan langsung membuka helai demi helai kain yang menu