PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI (5)
''Kamu kenapa datang-datang nangis?'' tanyaku heran.
''Via, Ma. Barusan kejang-kejang dan sekarang masih ditangani oleh dokter.'' Gadis menjelaskan kedatangannya.
''Apa?''
Aku terkejut mendengar anak sulungku yang mengatakan bahwa Via mengalami kejang dan sedang ditangani oleh Dokter. Tanpa fikir panjang, aku bergegas bangkit dan berlari ke arah ruang rawat Via yang tidak jauh dari masjid tempat aku melaksanakan shalat barusan.
Sesampainya, aku lantas menatap dinding kaca yang di sana memperlihatkan seorang dokter ditemani dua suster sibuk menyelamatkan nyawa Via. Mereka terlihat panik ketika suara monitor menggema dengan kencang. Dokter berupaya menolong menggunakan alat pacu jantung agar kondisi jantung kembali normal.
Aku heran, bukankah sewaktu aku meninggalkan Via shalat keadaanya baik-baik saja? Tapi kenapa sekarang keadaannya semakin parah? Bukankah anakku hanya mengalami benturan di kepala?
Lima belas menit kemudian, Dokter keluar dengan diiringi kedua suster. Gegas aku langsung menghampiri dan bertanya mengenai kondisi Via.
''Apa yang sebenarnya terjadi, Dok. Bukankah dokter mengatakan bahwa anak saya sebentar lagi akan siuman pasca luka yang ada di kepalanya sudah dijahit, tapi kenapa sekarang mengalami kejang?'' tanyaku heran.
''Sepertinya sebelum mengalami benturan di kepala pasien menderita sakit. Kami akan mendalami lebih lanjut agar kondisi pasien sepenuhnya stabil. Untung saja pasca mengalami kejang barusan, keadaanya sudah kembali normal.''
Aku bergeming. Bimbang mau mengatakan hal apa lagi sebab ini baru pertama kalinya Via mengalami kejang. Dan, setahuku sebelum kejadian ini Via sama sekali tidak ada riwayat sakit yang serius. Jika memang benar Via sakit, lalu anakku sakit apa? Sekarang aku hanya ingin Via siuman agar kami bisa kembali pulang ke rumah.
Dokter berlalu pergi, sementara aku masuk ke ruang rawat untuk melihat kondisi Via.
Tiba-tiba, terdengar bunyi berdering panggilan masuk pada ponselku. Aku menatap layar, namun ternyata tidak ada nama yang tertera. Tanpa menaruh curiga, aku mengangkat panggilan telepon.
''Hallo, Wulan. Kamu di mana?''
Suara erangan laki-laki yang ada di seberang telepon kenapa sekilas mirip Bima? Apa jangan-jangan memang benar yang meneleponku adalah dia? Tapi, mengapa dia bisa tahu nomer ponselku?
Tanpa menjawab, aku lebih memilih mematikan panggilan telepon secara sepihak. Aku tak ingin memperdulikan ataupun melayani seseorang yang sama sekali tidak penting. Untuk sekarang, tujuanku hanya satu ingin Via sehat kembali.
****
''Ngapain kamu datang kembali ke sini, Wulan?'' tanya Mas Hilman, sorot kedua matanya tajam menatap kedatanganku.
Sekarang aku sedang berada di rumah bermaksud mengambil pakaian Via. Melihat Mas Hilman yang berdiri di depan pintu sembari kedua tangannya berdecak pinggang membuatku semakin membencinya. Seharusnya sebagai seorang ayah yang baik, ia mempertanyakan keadaan Via, tapi kenyataannya tidak sama sekali. Padahal Mas Hilman sendiri yang sudah membuat Via celaka hingga akhirnya dirawat di rumah sakit.
''Untuk apa lagi kamu ke sini, hah?'' tanya Mas Hilman lagi.
Tangannya terkepal kuat, raut wajahnya seakan ingin mencabik.
''Aku mau mengambil pakaian Via karena dia sekarang dirawat di rumah sakit,'' jelasku hendak melangkah masuk. Tetapi, dengan cepat Mas Hilman mendorong tubuhku.
''Ini rumahku! Jangan pernah melarang aku untuk tidak masuk ke rumahku sendiri.'' Aku membalas tatapannya tajam dan berusaha melangkah masuk ke rumah.
Kejadian kemarin membuatku tak akan tinggal diam. Jika Mas Hilman bisa bertindak kasar, aku pun bisa melakukan lebih dari itu.
Tiba-tiba seorang perempuan keluar dari dalam rumah, tampilannya sangat sexy. Apa jangan-jangan selama ini Mas Hilman telah berselingkuh?
''Rumah ini sudah aku gadaikan ke Juragan Amir. Kamu tidak berhak tinggal di rumah ini lagi, sebab sertifikat rumah ini sudah berada di tangannya,'' jelas Mas Hilman membuatku terkejut.
''Apa? Keterlaluan!''
Plak!
Tamparan mendarat di kedua pipinya. Emosiku sama sekali tak tertahan, aku terlanjur kecewa. Bisa-bisanya Mas Hilman menggadaikan sertifikat rumah ini.
''Kur4ng 4jar! Berani kamu menamparku, hah?'' sahutnya meradang. Dia mencekal leherku hingga aku kesulitan bernafas.
''To—tolong ....'' Lirihku tak kuat. Nyawaku seakan hampir melayang, aku tak kuasa menahan sakit yang terasa. Dia sangat kejam.
''Hilman!'' Tiba-tiba Papa datang dan berteriak. ''Berani sekali kamu menyakiti anak saya!''
Kedua tangan Papa terkepal kuat, tatapannya penuh amarah. Tanpa berdiam diri, Papa lantas memberi bogeman mentah kepada Mas Hilman sehingga membuat tubuhnya ambruk ke tanah.
Belum puas melihat Mas Hilman tersiksa, Papa bersiap mengangkat sebuah batu yang berada tak jauh dari tempat ia berdiri. Aku yang melihat lantas berusaha mencegah.
''Jangan lakukan itu, Pa. Jika Mas Hilman mati kita nanti yang repot. Aku nggak mau Papa masuk penjara hanya gara-gara membunuhnya,'' larangku menghentikan.
''Papa mana yang nggak sakit hati melihat anak kesayangannya disakiti oleh orang lain, Wulan. Apapun akan Papa lakukan, membunuhnya sekarang pun Papa sanggup,'' ujar Papa, sorot kedua matanya berkaca-kaca.
''Tapi Pa, aku mohon! Kita masih bisa melakukan sesuatu cara apapun, asalkan tidak membunuhnya.'' Aku bersikeras melarang. Papa mengangguk, perlahan meletakkan kembali batu tepat di sampingnya.
Tiba-tiba, tanpa terduga Mas Hilman bangkit. Perlahan dia mendekat ke arah kami dan bersiap melempar batu. Secepat kilat, kami langsung menghindar dan akhirnya batu itu tak berhasil mengenai tubuh kami.
Andai saja aku tidak melarang Papa melakukan tindakan itu mungkin Mas Hilman sekarang sudah mati, seharusnya aku membiarkannya. Aku nggak menyangka, tubuh Mas Hilman sudah lemas karena mendapatkan pukulan yang bertubi-tubi oleh Papa masih sanggup melempar batu dan menyakiti kami.
''Akan kupastikan hidup kamu menderita karena telah bertindak kasar terhadap Papa dan ketiga anakku. Tunggu saja pembalasanku!'' Ancamku. Mas Hilman tersenyum kecut.
''Kamu nggak akan bisa membuat aku menderita Wulan, karena aku sendiri yang seharusnya membuatmu menderita,'' ujarnya sinis. Kemudian pergi meninggalkan kami bersama wanita sexy yang bersamanya.
''Apa yang sebenarnya terjadi, kenapa Hilman menjadi seperti itu terhadapmu?'' tanya Papa penasaran.
''Dia bilang bahwa sudah tidak mencintaiku, mungkin itu sebabnya Mas Hilman bertindak kasar terhadapku dan anak-anak,'' jelasku membuat Papa terhenyak.
''Benar-benar keterlaluan dia. Bukan hanya kamu saja yang disiksa ternyata juga cucu Papa. Sudah berulang kali Papa katakan, ceraikan Hilman!'' Papa marah. Aku tertunduk lesu, bingung mau mengatakan apa. Baru kemarin Mas Hilman mengucap talak, itu artinya kami sudah bercerai bukan? Lebih baik aku katakan sekarang.
''Sebetulnya aku dan Mas Hilman sudah berpisah, Pa. Kemarin dia mengucap talak secara sadar.'' Jelasku. Kening Papa mengerut.
''Kenapa kamu nggak memberitahu Papa tentang masalah ini?'' tanya Papa lagi.
''Maafkan aku, Pa. Setelah Mas Hilman mengucap talak kemarin, tanpa belas kasihan dia mengusirku dan anak-anak dari rumah ini. Aku kecewa dengan perlakuannya yang mengakibatkan Via masuk ke rumah sakit,'' jelasku memberitahu yang sebenarnya.
''Apa?''
Bersambung
Makin ke sini kok makin keterlaluan ya, seharusnya sebagai ayah Hilman melindungi dan menyayangi anaknya. Tapi ini malah kebalik. Gimana menurut kalian?
Tulis di kolom komentar, ya. Jangan lupa follow akun ini ya❤️🙏
PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI Part 6 ''Maafkan aku, Pa. Setelah Mas Hilman mengucap talak kemarin, tanpa belas kasihan dia mengusirku dan anak-anak dari rumah ini. Aku kecewa dengan perlakuannya yang mengakibatkan Via masuk ke rumah sakit,'' jelasku memberitahu yang sebenarnya. ''Apa?'' Raut wajah Papa seketika terkejut. ''Via sekarang berada di rumah sakit, Pa. Sampai sekarang kondisinya belum siuman. Oleh karena itu aku pulang ingin mengambil pakaian Via untuk digunakan selama di sana, tapi ternyata di rumah ini Mas Hilman malah berselingkuh dengan wanita tadi,'' cecarku penuh kesal. ''Hilman memang laki-laki yang tidak tahu diri, sudah bersyukur dia memiliki istri sepertimu, malah tega berselingkuh dan berbuat jahat kepada anaknya. Kita harus lapor polisi agar Hilman mendapatkan balasan yang setimpal.'' Aku mengangguk menyetujui usulan Papa. Semoga saja dengan dipolisikan Mas Hilman segera menyadari kesalahan yang sudah ia perbuat. *** Kondisi Via akhirnya mulai
PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI Part 7 Dengan bantuan dua orang tetanggaku, mereka bisa menggeserkan lemari ke samping. Terlihat, keramik putih yang dengan sengaja aku letakkan untuk menutupi brankas tidak lecek sama sekali. Dengan segara aku meraih keramik dan terlihat sebuah brankas terkubur di dalamnya. Secara hati-hati aku membuka brankas itu dengan pasword tanggal kelahiranku. Hingga pada akhirnya kotak itu berhasil terbuka. Akan tetapi, rasa tak percaya merasuk ke dalam jiwa dan ragaku. Seluruh sertifikat rumah beserta barang berharga lainnya telah menghilang. Aku terkejut, kenapa semua barang berharga milikku menghilang? Apa jangan-jangan Mas Hilman yang mengambilnya? Bukankah dia tidak mengetahui di mana aku meletakan sertifikat rumah? Jika memang Mas Hilman yang mengambil, apa mungkin betul yang dikatakannya mengenai tentang kepindahan nama kepemilikan rumah menjadi atas namanya dan dia juga mengatakan bahwa rumah ini sudah digadaikan? Astagfirullah ... kenapa aku
PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI Part 8 ''Br3ngs3k! Keterlaluan si Hilman! Dia sangat kurang 4jar sudah berbuat hal itu kepada kamu!'' Papa marah, raut wajahnya kecewa. Aku hanya bisa diam, aku sendiri pun bingung sekarang mau melakukan apa. Terlebih, sertifikat sudah berada di tangan Juragan Amir. Tiba-tiba, Papa merasakan jantungnya sakit. Beliau meringis kesakitan. Tubuhnya pun terlihat lemah. ''Papa kenapa?'' Aku terkejut melihat Papa seperti itu, dengan cepat aku langsung memanggil dokter dan membawa Papa ke ruang perawatan untuk di cek kondisinya. ''Bagaimana kondisi Papa saya, Dok?'' tanyaku sesaat Dokter selesai memeriksa keadaan Papa. ''Jantung Papa anda melemah, sepertinya beliau harus dirawat inap di rumah sakit ini agar kondisinya membaik,'' saran Dokter. ''Lakukan apapun asalkan Papa saya sembuh, Dok.'' Aku memasrahkan Papa untuk dirawat di Rumah sakit ini. Aku tak ingin jika didiamkan keadaan Papa akan semakin memburuk mengingat Papa memiliki penyakit
PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRIPart 9''Ada sesuatu hal yang ingin aku tanyakan terhadap kamu, Wulan,'' ucap Bima serius.''Sesuatu apa?'' ''Apa betul yang kamu katakan barusan kamu dan Hilman sudah bercerai? Ada masalah apa?'' tanya Bima penasaran. Aku menyunggingkan senyuman sinis, lalu melepaskan tangannya yang mencekal pergelangan tanganku. Rupanya itu yang ingin ia ucapkan. Hah, aku kira sesuatu yang penting!''Kamu nggak usah tahu mengenai permasalahanku, Bima. Hidupku aku yang menjalani, kamu jangan pernah mencampuri dengan menanyakan soal kandasnya rumah tanggaku,'' sentakku membuat Bima terdiam. Setelah mengatakan hal itu, aku berlalu pergi dari hadapan Bima. Dia hanya diam terpaku memandangku seolah-olah hatinya terasa sakit. Biarlah, biar dia menyadari dari kesalahan yang dulu ia lakukan. Mungkin dengan begitu, Bima nggak akan lagi mengusikku dan meminta aku untuk berhubungan lagi dengannya. Aku sadar, aku wanita lemah yang banyak sekali kekurangannya. Tetapi ak
PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI (10)Hinggapada akhirnya mobil yang kami tumpangi memasuki halaman rumah dua lantai. Aku tersenyum bahagia, sama halnya dengan ketiga anakku. Akan tetapi, perlahan raut wajahku berubah 180° ketika kedua mataku menangkap dua orang laki-laki dengan tubuh gagah berdiri seakan menunggu kedatangan kami. Siapa mereka?Mobil berhenti, kami bergegas keluar dari kendaraan roda empat ini. Dua orang yang bertubuh gagah itu pun langsung menghampiri kami.''Saya ingin bertemu dengan Pak Sanusi, apakah betul ini rumahnya?'' tanyanya berwajah sangar. ''Betul. Saya sendiri. Kalian siapa?'' tanya Papa.''Kami dari pihak bank diperintahkan untuk menagih cicilan uang yang belum anda bayarkan. Dimohon sekarang anda membayar atau rumah ini akan kami sita,'' ujarnya membuat kami terkejut. Jantungku berdetak lebih cepat tidak seperti sebelumnya. Aku nggak percaya Papa pernah meminjam uang ke bank sehingga debkolektor datang menagih ke rumah. Setahuku Papa sangat ant
PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI (11)Tanpa menaruh curiga, aku membuka pintu dengan lebar dan menatap orang yang berada di hadapanku.''Papa sudah pul—'' Seketika raut wajahku berubah ketika mengetahui sosok yang ada di hadapanku. Ternyata laki-laki brengsek yang sama sekali nggak punya hati. Dia datang ke rumah ini tanpa merasa bersalah. ''Ada apa kamu datang ke sini, hah?'' Kedua tanganku berdecak pinggang dan menatapnya penuh amarah. Ingin sekali kucabik wajahnya dan kubunuh secara membabi buta sampai daging dan tulangnya terpotong menjadi beberapa bagian. ''Santai, dong! Jangan marah! Aku datang ke sini hanya ingin memberikan ini terhadap kamu,'' ujarnya sembari menyerahkan dua amplop besar berwarna cokelat kepadaku. ''Nggak sudi aku menerima apapun dari kamu setelah apa yang sudah kamu lakukan terhadapku!'' Dengan amarah aku langsung membuang amplop cokelat ke dalam tong sampah. Lalu, menatap nyalang mantan suamiku.''KEMBALIKAN SERTIFIKAT RUMAHKU! AKU MAU RUMAHKU KE
PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI (12)''Saya punya buktinya!''Tiba-tiba, seseorang datang menghampiri kami. Dia menyerahkan semua bukti-bukti yang dibawanya kepada polisi yang ada di hadapan kami. ''Bi—bima ... kamu mendapatkan bukti itu dari mana?'' tanyaku terbata-bata. Aku sampai lupa bahwa Bima sama sekali nggak masuk ke kantor polisi bersamaku. Dia lebih memilih pergi tanpa ikut serta mendampingi kami masuk ke dalam.''Aku mendapatkan bukti-bukti ini tepat sesaat Pak Sanusi berada di rumah sakit. Beliau menyuruhku untuk mengumpulkan bukti-bukti agar bisa menjebloskan Hilman ke penjara,'' jelasnya memberitahu. Aku tertegun mendengar ucapannya.Terlihat, polisi membaca dengan seksama bukti yang diserahkan oleh Bima. Sementara Mas Hilman, dia membuang muka seakan menyimpan penuh amarah kepadaku. ''Bukti ini sudah selesai saya baca. Di dalamnya juga tertulis bahwa saudari Wulan Widya menggugat saudara Hilman Saputra—mantan suaminya, karena sudah menjual tanah beserta rumah d
PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI (13) PoV Hilman ''Bagaimana sayang si Wulan sudah kamu ceraikan belum?'' tanya Dewi. Dia menatap lekat wajahku seakan penuh harapan. ''Tentunya, sayang. Aku sudah menceraikan si Wulan. Lagipula untuk apa aku mempertahankannya, dia sama sekali nggak secantik kamu,'' ujarku bangga. ''Kalau begitu, kapan kamu akan menikahi aku?'' Sepertinya dia menagih janjiku, karena sebelumnya aku pernah menjanjikan bahwa setelah nanti aku dan Wulan bercerai aku akan segera menikahi Dewi. Awalnya memang aku berniat ingin segera menikahinya dalam waktu dekat, tapi entah kenapa aku mengurungkan niat dan belum ingin menjadikan Dewi sebagai istri. ''Nanti kalau uang tabungan sudah banyak, kita akan segera menikah. Kamu yang sabar, ya,'' ucapku tanpa memastikan kapan hari yang tepat untuk menikahinya. ''Kita nikah sirih saja dulu, aku sudah nggak kuat ingin setiap saat bersamamu, sayang.'' Dewi memohon, wajahnya menekuk memperlihatkan kesedihan yang dirasakan