PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI
Part 6
''Maafkan aku, Pa. Setelah Mas Hilman mengucap talak kemarin, tanpa belas kasihan dia mengusirku dan anak-anak dari rumah ini. Aku kecewa dengan perlakuannya yang mengakibatkan Via masuk ke rumah sakit,'' jelasku memberitahu yang sebenarnya.
''Apa?''
Raut wajah Papa seketika terkejut.
''Via sekarang berada di rumah sakit, Pa. Sampai sekarang kondisinya belum siuman. Oleh karena itu aku pulang ingin mengambil pakaian Via untuk digunakan selama di sana, tapi ternyata di rumah ini Mas Hilman malah berselingkuh dengan wanita tadi,'' cecarku penuh kesal.
''Hilman memang laki-laki yang tidak tahu diri, sudah bersyukur dia memiliki istri sepertimu, malah tega berselingkuh dan berbuat jahat kepada anaknya. Kita harus lapor polisi agar Hilman mendapatkan balasan yang setimpal.'' Aku mengangguk menyetujui usulan Papa. Semoga saja dengan dipolisikan Mas Hilman segera menyadari kesalahan yang sudah ia perbuat.
***
Kondisi Via akhirnya mulai kembali stabil, Via siuman dan bisa tersenyum ke arah kami.
''Wulan, tadi Papa dengar bahwa rumah kamu sudah Hilman gadaikan, apakah itu benar?''
Aku menggeleng. ''Entahlah, aku juga nggak percaya dengan ucapannya, Pa. Yang jelas nggak akan mungkin Mas Hilman berani menggadaikan sertifikat rumah. Semua barang berharga sudah aku sembunyikan.''
''Apa mungkin Hilman berbohong?''
Aku mengangkat kedua bahu. ''Mungkin saja.''
Aku ingat betul di mana meletakan surat berharga seperti sertifikat dan barang lainnya yang aku simpan di dalam gudang tepatnya di bawah keramik yang ditindih lemari besar. Selama kami menikah sepuluh tahun, tentunya jarang sekali Mas Hilman masuk dan memeriksa gudang. Apalagi mencari sertifikat. Mungkin betul yang diucapkan Papa bahwa dia sudah berbohong mengatakan rumah sudah digadaikan.
Biarkan saja, kita lihat selanjutnya apa yang akan dilakukan Mas Hilman. Aku hanya ingin tahu, sebagaimana dia dan ibunya selalu mencomoohkan aku dan memperlakukan aku semena-mena.
''Papa mana, Ma?'' lirih Via—anak sulungku, dia malah menanyakan keberadaan ayahnya. Padahal ayahnya sendiri yang sudah melakukan hal ini kepada Via.
''Papa kamu sudah pergi dan mungkin tidak akan kembali lagi,'' jawabku asal. Aku tak ingin Via menyebut lagi Mas Hilman, telingaku gatal setiap mendengar namanya.
''Aku pengen ketemu Papa, Ma.'' Via menangis.
Aku tertegun, bukan maksud menyakiti perasaan Via dengan memisahkan antara anak dan ayah, tetapi aku tak ingin kejadian sebelumnya terulang kembali. Aku merasa patah semangat, mengingat Mas Hilman sudah mengucap talak. Namun, kenapa hatiku merasa gundah, apalagi ketika Via sadar ia hanya menyebut Mas Hilman dibanding aku—ibunya.
''Via, kamu yang tenang, kamu harus sehat dulu baru boleh ketemu papamu,'' celah Papa agar Via tak merengek.
''Tapi, kenapa Papa nggak datang dan temani Via di rumah sakit, kemana Papa?'' tanya Via lagi.
''Papa pergi jauh, mungkin tak lama lagi dia akan kembali menjenguk kamu,'' sahut Papa.
Via terdiam. Tangisannya berhenti seketika.
***
''Pa, sepertinya aku harus kembali pulang ke rumah, aku ingin mengambil sertifikat dan menyimpannya di tempat yang lebih aman,'' ujarku pada Papa. Kami tengah duduk di luar rawat.
''Silahkan. Anak-anak biar Papa yang jaga.'' Aku mengangguk. Kemudian lantas melangkah pergi meninggalkan Rumah sakit.
Di perjalanan menuju rumah, aku melihat dari kejauhan beberapa orang tengah sibuk mengangkat banyak barang ke mobil pickup. Aku mulai menyadari bahwa semua barang yang sudah ada di mobil itu adalah milikku sendiri, mereka mengambil barang yang ada di rumahku ke dalam mobil.
Aku lantas berlari dan menghampiri mereka. Terlihat, Mas Hilman berdiri bersama dengan wanita sexi kemarin. Mereka menatap kedatanganku.
''Kenapa semua barang-barang yang ada di rumah di bawa ke mobil?'' tanyaku penuh ketidakpercayaan.
''Ini semua sudah aku lelang untuk biaya pernikahanku bersama Dewi,'' jelas Mas Hilman.
''Apa? Keterlaluan! Tega sekali kamu! Barang yang ada di rumah ini adalah barangku, tidak berhak kamu mengambilnya apalagi sampai menjualnya.'' Aku memukul biang dada Mas Hilman. Rasa kecewa terhadapnya semakin menambah kebencian yang teramat sakit di dada. Dia begitu licik, tidak tahu diri.
''Jangan pernah berani melawanku! Kamu sama sekali tidak sepadan denganku, kamu lemah!'' sentakku.
Darahku seketika mendidih ketika mendengar ucapan itu, Mas Hilman mengatakan bahwa aku tidak sepadan dengannya? Tidak akan mungkin aku kalah dengan laki-laki tidak tahu diri sepertinya. Hanya saja, belum saatnya dia merasakan penderitaan yang tengah aku rasakan.
Bugh!
Tangan ini terasa gatal jika tidak melakukan hal itu. Ya, aku memberikan bogeman mentah padanya. Mas Hilman terkejut melihat aksiku, pun dengan wanita sexy yang berada di sampingnya.
Wanita yang dianggap sebagai selingkuhan Mas Hilman terlihat geram, ia melayangkan tangannya hendak menampar pipiku. Dengan cepat, aku mencekal pergelangan tangannya.
''Dasar pelakor! Kamu hanya ingin menguasai hartaku dengan cara berhubungan dengan suamiku, ya, 'kan?'' tegasku sembari menjambak rambutnya.
''Dia sudah bukan lagi suamimu, k4p4r4t! Apakah kamu sudah lupa hah, dua hari lalu dia sudah menceraikan kamu!'' Wanita itu tak mau kalah, kami saling beradu argumen. Begitu pun denganku.
Semua orang berbondong-bondong menonton dan melihat keributan kami. Mas Hilman berusaha melepaskan tanganku dari rambutnya. Dia malah membeli wanita tidak tahu diri itu. Hingga pada akhirnya, dengan emosi Mas Hilman langsung meraih kerah bajuku dia membawaku ke samping dengan kasar sehingga tubuhku langsung terjatuh ke tanah akibat dorongan yang sangat kuat oleh Mas Hilman.
''Aauuww!''
Aku merintih kesakitan, seluruh tubuh ini sakit. Beberapa tetangga yang menyaksikan menolong dan menghentikan perkelahian ini. Mereka tak segan mengusir Mas Hilman bersama selingkuhannya.
Tatapan sorot kedua mata Mas Hilman begitu tajam, ia seakan ingin menerkamku hidup-hidup. Aku dengan acuh sama sekali tak memperdulikan. Perlakuannya sudah tak akan kuampuni, ini sudah kelewat batas sudah termasuk penganiayaan.
Dengan bantuan tetangga, aku dipapah untuk bangkit dan langsung diberi air mineral agar tubuhku bertenaga lagi. Mobil pickup yang membawa semua barang di dalam rumahku sudah pergi. Mereka semua sama-sama tidak punya hati nurani.
'Aku pastikan Mas Hilman akan menderita dan menyesali atas apa yang sudah pernah ia lakukan terhadapku!' gumamku dalam hati.
Setelah merasa cukup bertenaga, aku paksakan untuk masuk ke dalam rumah. Tujuanku hanya satu, mengambil sertifikat yang aku simpan di gudang tepatnya di bawah lemari besar. Semoga saja sertifikat itu masih ada di sana.
Pintu gudang terbuka, terlihat barang-barang yang ada di dalamnya masih tertata. Aku bernafas lega sesaat melihat lemari besar masih berdiri kokoh, itu artinya Mas Hilman sama sekali tak menyadari bahwa sertifikat rumah ini terkubur di bawah lemari itu.
Dengan bantuan dua orang tetanggaku, mereka bisa menggeserkan lemari ke samping. Terlihat, keramik putih yang dengan sengaja aku letakkan untuk menutupi brankas tidak lecek sama sekali. Dengan segara aku meraih keramik dan terlihat sebuah brankas terkubur di dalamnya. Secara hati-hati aku membuka brankas itu dengan pasword tanggal kelahiranku. Hingga pada akhirnya—
Penasaran dengan bab selanjutnya?
Langsung aja meluncur ke aplikasi KBM app. Di sana sudah bab 16. Cerita ini hanya ada di KBM app❤️Yakin nggak penasaran?
Cari yuk, dengan nama akun Alvina Apriyanti judul : PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI ☺️PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI Part 7 Dengan bantuan dua orang tetanggaku, mereka bisa menggeserkan lemari ke samping. Terlihat, keramik putih yang dengan sengaja aku letakkan untuk menutupi brankas tidak lecek sama sekali. Dengan segara aku meraih keramik dan terlihat sebuah brankas terkubur di dalamnya. Secara hati-hati aku membuka brankas itu dengan pasword tanggal kelahiranku. Hingga pada akhirnya kotak itu berhasil terbuka. Akan tetapi, rasa tak percaya merasuk ke dalam jiwa dan ragaku. Seluruh sertifikat rumah beserta barang berharga lainnya telah menghilang. Aku terkejut, kenapa semua barang berharga milikku menghilang? Apa jangan-jangan Mas Hilman yang mengambilnya? Bukankah dia tidak mengetahui di mana aku meletakan sertifikat rumah? Jika memang Mas Hilman yang mengambil, apa mungkin betul yang dikatakannya mengenai tentang kepindahan nama kepemilikan rumah menjadi atas namanya dan dia juga mengatakan bahwa rumah ini sudah digadaikan? Astagfirullah ... kenapa aku
PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI Part 8 ''Br3ngs3k! Keterlaluan si Hilman! Dia sangat kurang 4jar sudah berbuat hal itu kepada kamu!'' Papa marah, raut wajahnya kecewa. Aku hanya bisa diam, aku sendiri pun bingung sekarang mau melakukan apa. Terlebih, sertifikat sudah berada di tangan Juragan Amir. Tiba-tiba, Papa merasakan jantungnya sakit. Beliau meringis kesakitan. Tubuhnya pun terlihat lemah. ''Papa kenapa?'' Aku terkejut melihat Papa seperti itu, dengan cepat aku langsung memanggil dokter dan membawa Papa ke ruang perawatan untuk di cek kondisinya. ''Bagaimana kondisi Papa saya, Dok?'' tanyaku sesaat Dokter selesai memeriksa keadaan Papa. ''Jantung Papa anda melemah, sepertinya beliau harus dirawat inap di rumah sakit ini agar kondisinya membaik,'' saran Dokter. ''Lakukan apapun asalkan Papa saya sembuh, Dok.'' Aku memasrahkan Papa untuk dirawat di Rumah sakit ini. Aku tak ingin jika didiamkan keadaan Papa akan semakin memburuk mengingat Papa memiliki penyakit
PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRIPart 9''Ada sesuatu hal yang ingin aku tanyakan terhadap kamu, Wulan,'' ucap Bima serius.''Sesuatu apa?'' ''Apa betul yang kamu katakan barusan kamu dan Hilman sudah bercerai? Ada masalah apa?'' tanya Bima penasaran. Aku menyunggingkan senyuman sinis, lalu melepaskan tangannya yang mencekal pergelangan tanganku. Rupanya itu yang ingin ia ucapkan. Hah, aku kira sesuatu yang penting!''Kamu nggak usah tahu mengenai permasalahanku, Bima. Hidupku aku yang menjalani, kamu jangan pernah mencampuri dengan menanyakan soal kandasnya rumah tanggaku,'' sentakku membuat Bima terdiam. Setelah mengatakan hal itu, aku berlalu pergi dari hadapan Bima. Dia hanya diam terpaku memandangku seolah-olah hatinya terasa sakit. Biarlah, biar dia menyadari dari kesalahan yang dulu ia lakukan. Mungkin dengan begitu, Bima nggak akan lagi mengusikku dan meminta aku untuk berhubungan lagi dengannya. Aku sadar, aku wanita lemah yang banyak sekali kekurangannya. Tetapi ak
PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI (10)Hinggapada akhirnya mobil yang kami tumpangi memasuki halaman rumah dua lantai. Aku tersenyum bahagia, sama halnya dengan ketiga anakku. Akan tetapi, perlahan raut wajahku berubah 180° ketika kedua mataku menangkap dua orang laki-laki dengan tubuh gagah berdiri seakan menunggu kedatangan kami. Siapa mereka?Mobil berhenti, kami bergegas keluar dari kendaraan roda empat ini. Dua orang yang bertubuh gagah itu pun langsung menghampiri kami.''Saya ingin bertemu dengan Pak Sanusi, apakah betul ini rumahnya?'' tanyanya berwajah sangar. ''Betul. Saya sendiri. Kalian siapa?'' tanya Papa.''Kami dari pihak bank diperintahkan untuk menagih cicilan uang yang belum anda bayarkan. Dimohon sekarang anda membayar atau rumah ini akan kami sita,'' ujarnya membuat kami terkejut. Jantungku berdetak lebih cepat tidak seperti sebelumnya. Aku nggak percaya Papa pernah meminjam uang ke bank sehingga debkolektor datang menagih ke rumah. Setahuku Papa sangat ant
PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI (11)Tanpa menaruh curiga, aku membuka pintu dengan lebar dan menatap orang yang berada di hadapanku.''Papa sudah pul—'' Seketika raut wajahku berubah ketika mengetahui sosok yang ada di hadapanku. Ternyata laki-laki brengsek yang sama sekali nggak punya hati. Dia datang ke rumah ini tanpa merasa bersalah. ''Ada apa kamu datang ke sini, hah?'' Kedua tanganku berdecak pinggang dan menatapnya penuh amarah. Ingin sekali kucabik wajahnya dan kubunuh secara membabi buta sampai daging dan tulangnya terpotong menjadi beberapa bagian. ''Santai, dong! Jangan marah! Aku datang ke sini hanya ingin memberikan ini terhadap kamu,'' ujarnya sembari menyerahkan dua amplop besar berwarna cokelat kepadaku. ''Nggak sudi aku menerima apapun dari kamu setelah apa yang sudah kamu lakukan terhadapku!'' Dengan amarah aku langsung membuang amplop cokelat ke dalam tong sampah. Lalu, menatap nyalang mantan suamiku.''KEMBALIKAN SERTIFIKAT RUMAHKU! AKU MAU RUMAHKU KE
PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI (12)''Saya punya buktinya!''Tiba-tiba, seseorang datang menghampiri kami. Dia menyerahkan semua bukti-bukti yang dibawanya kepada polisi yang ada di hadapan kami. ''Bi—bima ... kamu mendapatkan bukti itu dari mana?'' tanyaku terbata-bata. Aku sampai lupa bahwa Bima sama sekali nggak masuk ke kantor polisi bersamaku. Dia lebih memilih pergi tanpa ikut serta mendampingi kami masuk ke dalam.''Aku mendapatkan bukti-bukti ini tepat sesaat Pak Sanusi berada di rumah sakit. Beliau menyuruhku untuk mengumpulkan bukti-bukti agar bisa menjebloskan Hilman ke penjara,'' jelasnya memberitahu. Aku tertegun mendengar ucapannya.Terlihat, polisi membaca dengan seksama bukti yang diserahkan oleh Bima. Sementara Mas Hilman, dia membuang muka seakan menyimpan penuh amarah kepadaku. ''Bukti ini sudah selesai saya baca. Di dalamnya juga tertulis bahwa saudari Wulan Widya menggugat saudara Hilman Saputra—mantan suaminya, karena sudah menjual tanah beserta rumah d
PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI (13) PoV Hilman ''Bagaimana sayang si Wulan sudah kamu ceraikan belum?'' tanya Dewi. Dia menatap lekat wajahku seakan penuh harapan. ''Tentunya, sayang. Aku sudah menceraikan si Wulan. Lagipula untuk apa aku mempertahankannya, dia sama sekali nggak secantik kamu,'' ujarku bangga. ''Kalau begitu, kapan kamu akan menikahi aku?'' Sepertinya dia menagih janjiku, karena sebelumnya aku pernah menjanjikan bahwa setelah nanti aku dan Wulan bercerai aku akan segera menikahi Dewi. Awalnya memang aku berniat ingin segera menikahinya dalam waktu dekat, tapi entah kenapa aku mengurungkan niat dan belum ingin menjadikan Dewi sebagai istri. ''Nanti kalau uang tabungan sudah banyak, kita akan segera menikah. Kamu yang sabar, ya,'' ucapku tanpa memastikan kapan hari yang tepat untuk menikahinya. ''Kita nikah sirih saja dulu, aku sudah nggak kuat ingin setiap saat bersamamu, sayang.'' Dewi memohon, wajahnya menekuk memperlihatkan kesedihan yang dirasakan
PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI (14)''Ke mana?''''Ke rumah sakit. Barusan pihak rumah sakit telepon dan mengatakan Ibu dirawat dan menyuruhku untuk secepatnya ke sana.'' Aku menjelaskan.''Aku nggak mau!'' Tolaknya tanpa memberi alasan. Dia terlihat acuh dan sama sekali nggak punya rasa kasihan. ''Kenapa?''''Ya untuk apa bertemu ibumu, nanti malah aku lagi yang harus ngejaga ibumu selama di sana,'' tuturnya.''Memangnya kenapa? Kan sebentar lagi juga kita akan menikah, kamu harus menghormati ibuku selayaknya ibumu juga. Termasuk merawat ibuku jika sakit.'' Aku mencoba memberi pengertian terhadap Dewi, walaubagaimana pun ibuku juga pastinya akan menjadi ibu mertuanya. Dia harus paham bahwa merawat ibuku yang sakit adalah pahala yang akan membawanya masuk ke surga. Bukan hanya berbakti kepada suami saja, sama halnya seperti yang dilakukan oleh Wulan ketika setiap Ibu sakit. Apalagi aku sudah mempercayakan semua uang hasil penjualan rumah kepada Dewi. Otomatis, dia harus menu