Share

Bab 7. Bertemu Kembali

Author: Queen Aurora
last update Huling Na-update: 2024-03-09 09:13:27

Setelah selesai membereskan apartemen dan semuanya sudah rapi. Perut wanita cantik itu mulai bersuara karena lapar. Shireen membuka lemari es dan menemukan bahwa dapur ternyata kosong tak bersisa. Dalam hati, ia merasa kesal. Karena bisa-bisanya Nick tidak memiliki satu makanan pun di dapurnya. Ia merogoh ponselnya dan segera mengirim pesan singkat kepada suaminya meminta uang untuk belanja.

Tak lama kemudian, ponsel Shireen bergetar menandakan ada pesan masuk. Nick telah mentransfer uang, namun jumlahnya sangat sedikit. Shireen menghela napas panjang, kesal karena uang yang dikirim oleh Nick tidak akan cukup untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Shireen mencoba menelepon Nick untuk menjelaskan situasi, tetapi sayangnya panggilan itu tidak diangkat. Ia menunggu beberapa saat, tetapi tetap saja tak ada jawaban dari Nick.

Kesal dan tak punya pilihan lain, Shireen mengambil tas dan dompetnya lalu berangkat menuju pusat perbelanjaan. Sebelum belanja, tentu saja dia harus pergi ke ATM untuk mengambil uang. Setelah itu, baru dia pergi ke pusat perbelanjaan. Di sana, ia harus pintar-pintar memilih barang dengan uang seadanya. Ia berkeliling, mencari barang dengan harga terbaik dan menimbang mana yang lebih penting untuk dibeli.

Sambil berjalan di lorong-lorong pusat perbelanjaan, Shireen tak bisa menahan rasa kesalnya pada Nick. Ia merasa bahwa suaminya seharusnya lebih peka terhadap kebutuhan keluarga dan tidak menganggap remeh persoalan seperti ini. Namun, di tengah kekesalannya, ia berusaha tetap fokus untuk menyelesaikan belanja dengan uang yang ada.

Shireen melangkah keluar dari pusat perbelanjaan dengan tangan penuh membawa kantong-kantong belanjaan. Senyum puas terpampang di wajahnya, namun langkahnya terasa agak berat karena beban yang dia bawa. Dia menoleh mencari taksi yang akan mengantarnya pulang, lalu berjalan menuju kendaraan yang sudah menunggu.

Namun entah bagaimana, seakan tak sengaja, kaki Shireen tersandung pada kaki sendiri dan dengan cepat tubuhnya terjatuh ke depan. Saat itu juga, Shireen menabrak seorang pria yang sedang berdiri dan tengah menelepon. Belanjaan yang dia bawa bertebaran di sekitarnya, membuat kejadian itu semakin memalukan.

Shireen berusaha bangkit dari tubuh pria yang ditabraknya, sementara pria itu menghentikan percakapannya. Shireen merasa sangat malu, wajahnya memerah dan ingin segera menghilang dari situ. Dia mendengar suara pria yang ditabraknya mulai bersuara keras, mencaci dan menggerutu.

"Sialan! Mau kemana sih, kalau jalan lihat-lihat ke depan!" teriak pria itu, mencoba menyembunyikan rasa kesal dan kaget yang jelas terlihat di wajahnya. Shireen hanya bisa menundukkan kepala, merasa bersalah atas kejadian yang tak sengaja terjadi. Dia turun perlahan dari tubuh pria yang baru saja ditabraknya. Rasa malu dan penyesalan memenuhi pikirannya. Dengan gemetar, ia mengulurkan tangannya untuk membantu pria itu bangkit.

"Maafkan saya, saya benar-benar tidak sengaja," ucap Shireen dengan suara lirih, sambil menundukkan kepala.

Saat menengadahkan kepalanya untuk melihat wajah pria yang ditabraknya, matanya melebar ketika menyadari siapa pria itu. Tidak mungkin! Tuan Liam Lawrence, pria yang selama ini menjadi mimpi buruknya. Tiba-tiba saja, bayangan malam penuh gairah bersama Liam muncul di benak Shireen. Wajahnya semakin memerah, dan perasaan marah bercampur malu semakin memuncak. Bagaimana bisa ia bertemu lagi dengan pria yang telah menghancurkan hidupnya?

Liam, yang mulai sadar dari kejadian tersebut, menatap Shireen dengan tatapan tajam. "Apa kamu tidak melihat jalannya, Honey?" ujarnya dingin.

Memang, Liam pun cukup terkejut karena bertemu dengan Shireen lagi. Dia tidak pernah melupakan malam itu karena itu adalah malam yang begitu memuaskan bagi Liam. Namun, wajahnya yang datar dan dingin, membuatnya mampu menyembunyikan perasaan itu.

Shireen mengepalkan tangannya, berusaha menahan emosi yang meluap-luap.  "Saya sudah minta maaf, Tuan," balasnya dengan suara bergetar.

Mereka berdua saling pandang, saling menatap penuh amarah dan perasaan yang tidak bisa diungkapkan. Shireen mencoba untuk menenangkan diri, berharap tak akan pernah lagi berjumpa dengan Liam.

“Lihat! Gara-gara kamu, pakaianku menjadi kotor. Padahal aku ada rapat penting bersama klien,” ucap Liam protes penuh amarah.

Shireen kembali menatap pria itu. “Buka pakaianmu! Maka aku akan mencucinya,” ucap Shireen seraya menyentuh jas milik Liam, tetapi pria itu langsung menepisnya.

“Jangan menyentuh bajuku!” balas Liam dengan nanar.

Kemudian, Jack, asisten pribadi Liam datang menghampiri tuannya. “Tuan, pertemuan akan segera dimulai. Anda harus segera masuk.”

Liam hanya mengangguk seraya menoleh ke arah Shireen. “Masalah kita belum selesai! Kita akan bertemu lagi,” ucap Liam dengan suara tegasnya lalu melangkah pergi dengan tegap disana menuju restoran mewah yang berada di depannya, membuat Shireen hanya bisa mendengus kesal menatap pria itu.

Shireen menatap dengan nanar ke arah punggung Liam yang sudah berlalu masuk ke dalam restoran mewah itu, seolah tak peduli dengan keberadaannya. Hatinya terasa sakit, karena tampang dari pria itu tampak tidak merasa bersalah sedikit pun atas apa yang sudah dia perbuat.

"Aku tidak akan pernah sudi bertemu denganmu lagi!" gumam Shireen dengan penuh amarah. Dia menundukkan kepalanya, mengumpulkan barang belanjaannya yang berserakan di jalan, sambil berusaha menahan air matanya yang hendak jatuh.

Setelah mengumpulkan barang-barangnya, Shireen melangkah pulang ke apartemennya dengan langkah berat menggunakan taksi yang berhenti di dekatnya. Sesampainya di depan pintu apartemen, dia merogoh kantongnya mencari kunci. Namun, tangan Shireen gemetar dan hatinya masih terasa panas oleh kejadian tadi.

Begitu pintu terbuka, Shireen masuk ke apartemen dengan tangan yang masih penuh dengan kantong belanjaan. Detik berikutnya, dia terkejut ketika melihat Nick tengah bersama wanita lain tengah melakukan hubungan layaknya suami-istri di sofa ruang tamu mereka, membuat Shireen sampai mematung dan menjatuhkan kantong belanjaannya begitu saja melihat kejadian itu tepat di depan matanya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • PEMUAS NAFSU MAJIKAN SUAMI   Bab 44. Liontin

    "Dia adalah ayahku.”Kata-kata itu jatuh di ruangan ICU yang steril, lebih sunyi dari bunyi monitor, lebih tajam dari jarum infus. Waktu seolah berhenti. Liam menatap Shireen, mencoba mencari jejak kebohongan atau kebingungan di matanya. Tapi yang ia temukan hanyalah kejujuran yang menyakitkan dan ketakutan yang mendalam.Ayah Shireen. Pria yang membunuh ibunya.Dunia Liam yang baru saja mulai tertata kembali kini hancur berkeping-keping. Realita itu terlalu absurd, terlalu kejam untuk bisa diterima. Perempuan yang ia cintai, perempuan yang menjadi pusat alam semestanya, adalah putri dari monster yang telah menghancurkan keluarganya."Tidak," bisik Liam, lebih pada dirinya sendiri. Tangannya yang menggenggam tangan Shireen terasa dingin. "Itu... itu tidak mungkin. Nick pasti berbohong. Dia hanya ingin menghancurkan kita.""Aku juga berharap begitu, Liam," jawab Shireen lirih, air matanya mulai mengalir. "Tapi... entah kenapa, sebagian dari diriku merasa... itu benar.""Apa maksudmu?"

  • PEMUAS NAFSU MAJIKAN SUAMI   Bab 43. Sadar

    "Dia bilang, 'Jika Lawrence tahu siapa Shireen sebenarnya, dia tidak akan hanya membunuhku. Dia akan membunuh mereka semua'."Kata-kata itu menggantung di koridor rumah sakit yang sunyi, terasa lebih dingin dan lebih berbahaya daripada ancaman fisik mana pun. 'Mereka semua'. Siapa 'mereka'? Dan siapa Shireen sebenarnya? Pertanyaan itu berputar di benak Liam, menciptakan labirin baru yang lebih gelap dan lebih rumit dari yang pernah ia bayangkan.Alessa menatapnya, menunggu reaksi. Tapi Liam hanya diam membeku. Otaknya mencoba memproses informasi itu, menghubungkannya dengan kepingan-kepingan aneh lainnya. Nick yang tiba-tiba punya sumber daya untuk melawannya. Daniel Hartman, paman Alessa, yang dihancurkan oleh ayahnya. Dan Shireen, seorang yatim piatu, yang entah bagaimana menjadi pusat dari semua badai ini."Liam?" panggil Alessa lembut, menyadarkannya."Pergilah, Alessa," kata Liam pelan, suaranya nyaris tak terdengar. Ia tidak menatapnya. Matanya terpaku pada pintu ruang ICU, seol

  • PEMUAS NAFSU MAJIKAN SUAMI   Bab 42. Sebuah Kunci

    "Saat perempuan ini sadar nanti... jika dia sadar," kata Daniel, setiap katanya terdengar seperti vonis. "Singkirkan dia dari hidupmu. Selamanya.”Keheningan yang mengikuti ultimatum itu terasa lebih dingin daripada lantai rumah sakit. Liam mengangkat kepalanya perlahan, menatap ayahnya. Bukan lagi dengan tatapan anak yang terluka, tapi dengan tatapan seorang pria yang didorong hingga ke batasnya."Tidak," jawab Liam, suaranya pelan tapi begitu mantap hingga Daniel pun tampak sedikit terkejut."Apa katamu?""Aku bilang, tidak," ulang Liam, ia bangkit berdiri, kini mereka saling berhadapan dengan tinggi yang sejajar. "Aku tidak akan meninggalkannya."Daniel tertawa kecil, tawa yang penuh cemoohan. "Jangan bodoh, Liam. Kamu pikir apa yang bisa perempuan sepertinya berikan padamu? Selain masalah dan kelemahan?""Dia memberiku sesuatu yang tidak pernah kamu atau ibuku berikan," balas Liam, matanya berkilat. "Dia memberiku alasan untuk menjadi manusia.""Manusia?" Daniel mendengus. "Kita b

  • PEMUAS NAFSU MAJIKAN SUAMI   Bab 41. Vonis

    "Sudah kubilang, Nak," kata Daniel Lawrence. "Cinta hanya akan membuatmu lemah.”Kata-kata dingin itu menusuk Liam lebih tajam dari peluru mana pun. Ia mendongak, menatap ayahnya yang berdiri di ambang pintu, dikelilingi oleh pengawal-pengawal berjas hitam. Wajah Daniel tidak menunjukkan simpati, hanya kekecewaan dan rasa jijik yang tak terselubung. Seolah putranya yang sedang memangku seorang perempuan sekarat adalah sebuah aib yang harus segera dibersihkan.Tapi Liam tidak peduli. Dunianya kini menyempit, hanya sebatas wajah pucat Shireen di pangkuannya."Panggil ambulans!" teriak Liam, suaranya parau karena panik dan putus asa. "Cepat!"Arthur, yang baru saja selesai melumpuhkan Marco, langsung mengeluarkan ponselnya. "Sudah, Tuan! Mereka sedang dalam perjalanan!""Dia kehilangan banyak darah," bisik Liam pada dirinya sendiri. Ia menekan luka di perut Shireen dengan tangannya, mencoba menghentikan aliran darah yang tak mau berhenti. Tangannya bergetar hebat. Pria yang terbiasa meng

  • PEMUAS NAFSU MAJIKAN SUAMI   Bab 40. Tertembak

    "Dia baru saja mengirimkan pesan padaku," lanjut Arthur. "Dia bilang, dia punya rencana cadangan.”Rencana cadangan. Dua kata itu terdengar seperti lonceng kematian. Waktu yang sudah tipis terasa semakin menipis. Nick, si ular licik itu, tidak hanya bermain catur dari tempat lain. Ia memiliki bidak lain di papan permainan yang tidak mereka ketahui.Wajah Liam mengeras. Kalimat yang tadi ingin ia selesaikan seolah tertelan kembali ke tenggorokannya. Tidak ada waktu untuk perasaan. Yang ada hanya waktu untuk bertindak."Apa isi pesannya?" tanya Liam, suaranya dingin dan terkendali."Hanya sebuah alamat, Tuan," jawab Arthur. "Dan satu kalimat: 'Jika terjadi sesuatu pada Marco, aku akan berkunjung ke tempat ini'."Liam berjalan cepat ke arah layar, mengetikkan alamat itu. Sebuah titik merah muncul di peta, jauh dari area pelabuhan. Jauh dari gudang tempat Alessa disandera.Jantung Shireen serasa jatuh ke perutnya. Itu alamat panti asuhan."Bajingan," desis Liam. Ia memukul meja dengan kep

  • PEMUAS NAFSU MAJIKAN SUAMI   Bab 39. Rencana Shireen

    "Potongan pertama akan segera kukirimkan ke depan pintumu.”Klik.Telepon mati, meninggalkan gaung suara tembakan dan jeritan Alessa di udara. Ruangan itu terasa menyusut, dindingnya seolah merapat, menghimpit napas Shireen. Satu jam. Waktu terasa seperti pasir yang mengalir terlalu cepat di antara jari-jari mereka.Liam membeku sesaat, wajahnya pucat pasi. Kepalan tangannya di sisi tubuhnya bergetar karena amarah yang tertahan. Lalu, ia bergerak. Bukan gerakan panik, tapi gerakan predator yang terdesak."Arthur!" teriaknya ke interkom. "Siapkan tim. Kita bergerak sekarang!""Tidak," sebuah suara pelan tapi mantap menghentikannya.Liam berbalik. Shireen berdiri di tengah ruangan, wajahnya pucat tapi matanya menyala dengan keteguhan yang mengejutkan. Tangis dan ketakutan yang tadi ada di matanya kini hilang, digantikan oleh sesuatu yang lebih dingin. Sesuatu yang menyerupai tekad."Apa maksudmu 'tidak'?" geram Liam. "Kita tidak punya waktu, Shireen!""Kamu tidak bisa pergi ke sana deng

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status