WARNING 21++ HARAP BIJAK MEMILIH BACAAN Nick memberikan tubuh Shireen di malam pertama pernikahan mereka kepada Tuan Liam Lawrence, karena memiliki hutang yang banyak. Kegadisan Shireen yang selama ini dia jaga akhirnya terenggut oleh Liam hanya karena hutang laki-laki yang baru beberapa jam menjadi suaminya. Namun, karena Liam menyukai Shireen, membuat Liam akhirnya meminta Shireen sepenuhnya dengan meminta Nick menceraikannya dan menjadikan Shireen wanita simpanan bagi Liam untuk memuaskan hasratnya.
View More“Pakailah lingerie ini sayang,” ucap Nick seraya memberikan lingerie berwarna merah maroon transparan.
Shireen memandang lingerie tersebut dengan tatapan campuran antara keinginan dan rasa malu yang terpancar jelas dari wajahnya. Kedua pipi Shireen seketika itu juga langsung memerah membayangkan dirinya memakai pakaian itu, karena seluruh tubuhnya akan terlihat karena pakaiannya yang transparan.
“Aku malu, Nick,” ucap Shireen sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Rasa gugup dan ketidaknyamanan mulai melanda hatinya. Bagaimana mungkin dia bisa tampil seksi di depan suaminya sendiri? Meskipun mereka baru saja menikah, tapi perasaan malu tetap ada dalam diri Shireen.
“Sayang, aku sudah menjadi suamimu. Maka kamu harus terlihat seksi dan menggoda di depan suamimu sendiri. Jadi, tidak perlu malu lagi,” ucap Nick dengan penuh kelembutan mencoba membujuk Shireen agar mau mengenakan lingerie tersebut. Dia ingin membuat istri barunya merasa percaya diri dan cantik dalam penampilannya.
Memang, mereka baru saja disahkan menjadi pasangan suami-istri beberapa jam yang lalu. Namun bagi Shireen yang selama ini hidup yatim piatu dan tinggal sendiri tanpa keluarga, memiliki seseorang seperti Nick sebagai suami adalah sebuah anugerah besar baginya.
Kini mereka sedang berada di sebuah hotel bintang 5 dengan kamar mewah khusus pengantin baru. Nick ingin memberikan yang terbaik untuk Shireen setelah pernikahan mereka yang indah. Setelah upacara pernikahan selesai, Nick langsung membawa Shireen ke hotel tersebut sebagai tempat pertama mereka menghabiskan malam.
“Baiklah, aku akan memakainya,” ucap Shireen akhirnya menyetujui permintaan Nick agar dirinya memakai lingerie seksi itu. “Tapi, aku ingin menggantinya di kamar mandi.”
Nick tersenyum puas mendengar jawaban Shireen. Dia merasa senang karena akhirnya Shireen mau mencoba memakai lingerie itu. Tidak sia-sia Nick berusaha membujuknya.
"Tentu saja, sayang. Lakukan apa yang kamu mau," balas Nick seraya mengusap pipi Shireen dengan lembut.
Shireen pun bangkit dari duduknya dan melangkah pergi dari sana menuju kamar mandi untuk mengganti bajunya. Kamar mandi terletak di sebelah ruangan tidur, sehingga tidak sulit bagi Shireen untuk sampai kesana dalam waktu singkat.
Setibanya di kamar mandi, Shireen langsung menutup pintunya rapat-rapat. Dia ingin memiliki privasi saat mengganti pakaiannya menjadi lingerie seksi tersebut. Dalam hatinya, dia merasa gugup namun juga penasaran dengan reaksi Nick ketika melihatnya nanti.
Shireen melepas gaun yang dipakainya dengan hati-hati dan menjaganya agar tidak terkena kerutan atau lipatan yang bisa merusak tampilannya nanti. Setelah berhasil melepaskan gaun tersebut, dia mulai membuka kotak tempat lingerie itu disimpan.
Selama beberapa saat, Shireen hanya diam memperhatikan dirinya sendiri yang memakai lingerie itu di depan cermin besar di kamar mandi. Tubuhnya benar-benar terlihat seksi dengan gunung kembar miliknya yang cukup besar, tubuhnya yang langsing, membuat siapa pun akan tertarik jika Shireen berpakaian seperti ini.
Shireen merasa gugup, tetapi dia berusaha menenangkan dirinya sendiri dengan menggosok gigi agar tidak bau mulut. Dia ingin memberikan pengalaman terbaik bagi Nick malam ini dan hal-hal kecil seperti itu bisa membuat perbedaan. Kemudian, dia juga menyemprotkan parfum dibagian titik tubuhnya agar wangi. Memang, ini adalah pengalaman pertama bagi Shireen. Selama 21 tahun hidupnya, dia memang belum pernah melakukan hubungan intim dengan siapa pun, karena selama ini dia berusaha menjaga kehormatannya.
Setelah merasa tenang, Shireen pun keluar dari kamar mandi. Butuh waktu hampir 30 menit bagi Shireen hanya untuk mempersiapkan diri. Setiap gerakan yang dilakukan dengan hati-hati dan penuh perhatian agar tampilan dirinya sempurna saat bertemu dengan Nick. Shireen merasa gugup dan malu karena dia mengenakan lingerie yang begitu seksi.
Dengan langkah ragu-ragu, Shireen berjalan keluar dari kamar mandi sambil menundukkan kepalanya. Dia tidak ingin melihat reaksi Nick ketika melihatnya dalam penampilan yang sangat sensual ini. Hatinya berdebar-debar saat ia mendekati ranjang tempat Nick duduk.
Namun, sebelum Shireen mencapai ranjang, suara pujian terdengar di telinganya.
"Cantik sekali," kata seseorang dengan nada kagum.
Sesaat itu juga, tubuh Shireen membeku dan matanya terbelalak ketika menyadari bahwa pemilik suara bukanlah milik Nick.
Shireen refleks mengangkat wajahnya dan pandangan mata mereka bertemu. Terkejut adalah satu-satunya ekspresi yang bisa digambarkan oleh wajahnya saat ini. Laki-laki yang duduk di tepi ranjang itu bukanlah suaminya sendiri.
"Siapa kamu?" tanya Shireen seraya menutup bagian dadanya dengan cepat untuk menjaga privasinya tetap terlindungi dari pandangan orang asing tersebut.
Dia merasa panik dan bingung mencari keberadaan Nick. Pikirannya berkecamuk, mencoba memahami apa yang sedang terjadi.
Laki-laki itu tersenyum lebar melihat reaksi Shireen yang kaget dan bingung. "Maafkan saya, aku tidak bermaksud mengejutkanmu," ucapnya dengan nada lembut.
Shireen masih dalam keadaan shock dan tak bisa berkata-kata. Dia hanya bisa menatap laki-laki tersebut dengan tatapan penuh tanda tanya di matanya.
Laki-laki itu terlihat tampan dan wajahnya terlihat dewasa dengan rahang yang tegas, mata tajam berwarna coklat, membuat Shireen hanya bisa menelan salivanya dengan susah payah. Dia benar-benar tidak mengerti maksud dari situasi yang sedang dialaminya saat ini.
Shireen merasakan detak jantungnya semakin cepat ketika melihat laki-laki tersebut mendekat. Wajahnya memerah dan ia merasa seperti kehilangan kata-kata untuk menggambarkan betapa takut dan kagumnya Shireen disaat yang bersamaan pada pria itu. Lelaki itu memiliki aura maskulin yang begitu kuat sehingga sulit bagi Shireen untuk tidak terpesona oleh pesonanya.
Dalam upaya putus asa untuk menjaga privasinya, Shireen pun melangkah mundur sambil mencoba menutupi bagian dadanya dengan tangannya. Meskipun usaha tersebut sebenarnya percuma saja karena meski dia menutupinya, tetapi bagian tubuhnya tetap terlihat jelas mengingat saat ini Shireen memakai lingerie seksi transparan.
Cahaya matahari menembus kaca jendela besar ruang makan, menghangatkan lantai marmer yang dingin. Beberapa pelayan mondar-mandir menyiapkan sarapan, tapi suasana rumah itu tetap terasa sunyi, seolah menahan napas menunggu sesuatu.Liam duduk di meja makan, mengenakan kemeja putih yang digulung sampai siku dan celana bahan gelap. Secangkir kopi masih mengepulkan aroma di hadapannya, namun tak tersentuh. Matanya kosong menatap piring di depannya, pikirannya entah melayang ke mana. Sejak semalam, bayangan Shireen terus mengganggunya. Wajahnya yang pucat, tubuhnya yang lemah... dan kata-katanya yang tajam.Tiba-tiba langkah pelan terdengar dari arah tangga. Liam mendongak.Dan di sana... berdiri Shireen.Ia mengenakan gaun sederhana berwarna krem dengan rambut panjangnya yang tergerai lembut di bahu. Wajahnya masih terlihat sedikit pucat, tapi matanya tampak jauh lebih hidup dibanding semalam. Tegas, berani, dan... dingin.Liam berdiri dari kursinya, tampak terkejut. “Kamu... bangun pagi,
Hari itu, Liam duduk di ruang rapat kantor pusat perusahaannya yang menjulang tinggi di jantung kota. Seorang manajer tengah berdiri di depan layar proyektor, menjelaskan strategi pemasaran kuartal berikutnya dengan penuh semangat. Namun, mata Liam kosong. Tatapannya tak benar-benar tertuju pada layar, melainkan mengawang, seperti tenggelam dalam pikirannya sendiri.Bayangan wajah Shireen terus menghantui benaknya. Tatapan wanita itu yang penuh luka, air matanya yang jatuh tanpa bisa dibendung, dan tamparan yang mendarat di pipinya masih terasa membekas, bukan hanya secara fisik, tapi juga emosional. Liam bukan tipe pria yang mudah goyah, tetapi Shireen berhasil mengguncangnya dengan cara yang tak terduga."Tuan Liam, bagaimana menurut Anda tentang pendekatan yang kami ajukan untuk segmen remaja?" suara sang manajer memecah keheningan.Liam tersentak. Ia menoleh perlahan, tak langsung menjawab. Semua orang di ruang rapat menatapnya dengan cemas, menunggu tanggapan. Beberapa terlihat m
Cahaya matahari menelusup lewat tirai tipis yang menggantung di jendela kamar hotel mewah itu. Shireen mengerjapkan matanya perlahan, membiasakan diri dengan cahaya terang yang menyambutnya. Kamar itu masih sunyi, hanya suara pendingin ruangan yang samar terdengar.Namun, sepi itu terasa berbeda. Ketika tangannya meraba sisi kasur di sebelahnya, Shireen terdiam. Kosong. Tidak ada Liam di sana."Liam?" panggilnya pelan, tapi tidak ada sahutan.Ia bangkit duduk, menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang masih terasa hangat oleh sisa-sisa keintiman semalam. Perasaannya campur aduk—malu, canggung, tapi juga ada sesuatu yang tak ingin ia akui: kerinduan.Kakinya menyentuh lantai dingin saat ia berdiri, melangkah ke kamar mandi, namun tetap tak menemukan Liam di dalam sana. Shireen mulai merasa aneh. Tanpa buang waktu, ia mengenakan pakaian seadanya dan membuka pintu kamar, menelusuri koridor hotel yang mewah itu dengan jantung berdebar.Ia membuka satu demi satu pintu yang dibiarkan tid
Beberapa hari telah berlalu sejak kejadian itu. Rumah megah yang kini menjadi tempat tinggal Shireen masih terasa asing baginya, tetapi ia mulai terbiasa dengan keheningan dan rutinitasnya. Liam jarang pulang tepat waktu, dan saat pun ia ada di rumah, percakapan mereka hanya secukupnya. Tidak ada yang benar-benar berubah, selain bahwa kini Shireen tengah menunggu perceraian resmi dengan Nick.Pagi itu, seorang pelayan mengetuk pintu kamar Shireen. Wanita muda itu masuk sambil membawa sebuah kotak berwarna krem dengan pita emas yang terikat rapi."Tuan Liam meminta Anda memakai ini hari ini," ucapnya sopan. "Beliau akan membawa Anda ke luar kota. Mobil akan berangkat dalam dua jam."Shireen mengernyit. "Keluar kota? Untuk apa?""Saya tidak diberi tahu, Nona. Tapi Tuan Liam meminta Anda bersiap."Setelah pelayan itu pergi, Shireen menatap kotak itu cukup lama sebelum akhirnya membukanya. Di dalamnya terdapat sebuah gaun panjang berwarna lembut—bukan yang terlalu mencolok, justru tampak
Klub malam itu dipenuhi asap rokok, lampu temaram, dan dentuman musik yang memekakkan telinga. Di salah satu sofa VIP yang terletak agak tersembunyi, Nick sedang bersandar dengan kepala miring, sebotol minuman keras di tangan, dan dua wanita berpakaian minim duduk menempel di kedua sisinya.Tertawa. Mabuk. Tak peduli dunia.Namun, tawa itu berhenti seketika saat salah satu wanita yang bersandar di bahunya menegakkan tubuh, lalu menunduk ketakutan. “I-Itu… siapa dia?”Langkah sepatu hitam menginjak karpet mewah ruangan itu, lambat dan berwibawa. Liam muncul dari balik kegelapan dengan tatapan yang tak terbaca, ditemani dua pria berbadan besar di belakangnya. Sorot matanya menusuk ke arah Nick seperti singa yang hendak menerkam.“Tuan Liam?” gumam Nick pelan, matanya menyipit karena efek alkohol. Ia mencoba duduk tegak, menepis tangan wanita di sampingnya. “Apa yang kamu lakukan di sini?”Liam tak menjawab. Ia hanya menarik kursi di seberang Nick dan duduk, menyilangkan kaki dengan tena
Malam menjelang dengan sunyi yang merambat pelan di seluruh sudut rumah megah itu. Lampu-lampu gantung menyala temaram, menyisakan bayangan panjang di lantai marmer putih. Shireen duduk diam di sofa ruang tamu, memeluk lutut, matanya menatap kosong ke arah televisi yang menyala tanpa suara. Ia sudah mencoba makan malam, tapi hanya menyentuh beberapa suap sebelum kehilangan selera. Pikirannya terus kembali ke pagi tadi. Ke suara pecahan gelas. Genggaman kasar di wajahnya. Tatapan tajam itu. Dan sekarang, setiap menit yang berjalan hanya membuatnya semakin gelisah. Entah karena takut Liam pulang… atau karena menanti sesuatu yang tidak ia pahami. Hatinya terasa aneh. Ingin Liam datang, tapi juga tidak. Ingin menjauh, tapi terlanjur terikat. Ketika suara mobil memasuki halaman, jantung Shireen langsung berdegup cepat. Napasnya memburu. Ia berdiri, namun tak tahu harus berbuat apa. Ia hanya berdiri di tempatnya—menunggu. Pintu utama terbuka. Langkah sepatu kulit terdengar teratur di lo
Pagi itu, sinar matahari menelusup malu-malu melalui sela tirai kamar berdesain klasik modern yang megah. Shireen membuka matanya perlahan, menatap langit-langit tinggi dengan lampu gantung yang tampak seperti milik istana. Rasa canggung segera menyelimuti dirinya. Rumah ini terlalu mewah, terlalu asing baginya. Ia bukan bagian dari dunia ini—dunia pria bernama Liam yang kini menjadi tuannya, secara tidak resmi. Shireen bangkit dari tempat tidur, kakinya menyentuh permadani lembut yang lebih mahal dari seluruh isi rumah kontrakan lamanya. Ia menghela napas panjang. Meskipun ada rasa nyaman yang tak bisa ia sangkal, ia tetap tahu diri. Ia tidak boleh terlena. Begitu mendapatkan pekerjaan, ia harus segera pergi dari tempat ini. Dari Liam. Ketukan pelan di pintu membuatnya tersentak. "Nona, Tuan Liam meminta Anda untuk segera sarapan pagi. Tuan akan berangkat kerja sebentar lagi," ucap seorang pelayan perempuan dari balik pintu dengan nada sopan. Shireen buru-buru merapikan dirinya.
Mobil berhenti di depan apartemen Nick. Shireen duduk terpaku di kursinya, menatap gedung itu dengan mata penuh rasa benci dan trauma. Liam, yang duduk di sebelahnya, mulai kehilangan kesabaran. “Kenapa tidak turun?” tanya Liam dingin, sorot matanya tajam ke arah Shireen. “Aku sudah repot-repot mengantarmu.” Shireen menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan air mata. “Aku... aku tidak bisa kembali ke sana.” “Alasan apa lagi kali ini?” suara Liam terdengar penuh ketidaksabaran. Shireen menoleh padanya, air matanya mulai mengalir. “Karena aku tidak mau! Itu bukan lagi rumahku!” katanya dengan nada hampir memohon. Liam mengangkat alis, lalu mendekat, wajahnya kini hanya beberapa inci dari Shireen. “Shireen, kita sudah membuat kesepakatan. Aku membelimu dari Nick. Kau milikku sekarang. Jadi, berhenti bersikap seperti kau masih punya pilihan.” Shireen terdiam, napasnya tercekat mendengar kata-kata itu. Hatinya terasa seperti dipukul keras, mengingat kenyataan pahit yang coba ia lupak
Shireen menghela napas berat, mencoba menenangkan diri. Ia memutuskan untuk meminta maaf kepada Liam atas keingintahuannya yang mungkin membuat pria itu tidak nyaman. "Maaf, Liam. Aku tidak bermaksud penasaran dengan kehidupanmu," ucap Shireen dengan suara rendah, penuh rasa bersalah juga takut. Liam menatapnya dengan dingin, sorot matanya keras dan tak terbaca. "Shireen, k6au dibayar bukan untuk bertanya banyak hal. Kamu hanya perlu melakukan apa yang kuminta," balas Liam tegas, suaranya terdengar tanpa emosi. Shireen menunduk, merasa semakin kecil di hadapan pria itu. Tanpa menunggu jawaban lebih lanjut darinya, Liam berbalik dan keluar dari ruangan VIP. Shireen, tak punya pilihan lain, mengikuti langkah Liam yang panjang dan tegap kembali ke tempat pesta yang masih berlangsung. Musik yang memekakkan telinga menyambut mereka saat mereka kembali ke aula utama. Liam berjalan menuju bar dan duduk di salah satu kursi yang tersedia. Tanpa banyak bicara, ia memesan segelas wine. S
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments