"Kenapa begitu? Bukankah Ajudan Tuan Putri harus kuat?" Angga justru bingung dengan syarat tambahan dari sang putri.
“Jika ada orang yang tau bahwa kau hebat, maka kau bisa diculik dan hilang secara misterius. Sudah ada sembilan orang yang nasibnya seperti itu.” Tuan Putri mencoba menjelaskan secara singkat tentang kejadian yang menimpa istana.
Setelah permaisuri meninggal dua tahun lalu, setiap Gusti Prabu menunjuk tokoh kedigdayaan sebagai pengawal, mereka akan diculik dan hilang. Bahkan sang putri sendiri beberapa kali hampir turut menjadi korban penculikan.
Justru ketika orang yang dianggap lemah seperti Jati Luhur diangkat sebagai pengawal, tak ada seorang pun yang menculiknya. Jika Angga dianggap lemah, maka dia dapat menyelidiki tentang pengawal yang hilang misterius itu. Selain balas jasa karena sudah menolongnya dari Seta Jelang, hal itu yang membuat Tuan Putri berniat menjadikan Angga sebagai pengawalnya. Sebab itu Angga akan dibuat lemah tak berdaya oleh sang putri. Apalagi Angga mempunyai luka di dekat matanya.
"Tenang saja, kau boleh menggunakan kekuatanmu, asalkan dengan sembunyi-sembunyi," ucap Tuan Putri tampak senang dengan kesanggupan Angga.
"Oh, ya, siapa namamu tadi?" tanya Tuan Putri.
"Angga ... ra, Tuan Putri! Panggil saja Gara," ucap Angga Saksana.
"Gara apa? Garangan?" tanya Tuan Putri sambil monyong, menahan tawa.
Angga sebetulnya tidak terima dipanggil dengan nama hewan ternak tersebut. Namun, dia pasrah saja, karena tadi sempat berbohong sebagai tersangka maling ternak.
“Satu lagi. Kau tidak boleh memanggilku dengan sebutan Tuan Putri saat kita hanya berdua. Panggil aku Lintang Ayu Kencana. Itu namaku,” ujar Tuan Putri.
"Baiklah Tuan Put … eh Lintang." Angga menggaruk kepala canggung, sebab jantungnya berdetak kencang ketika menyebut nama sang putri tanpa gelar.
Tuan Putri tersenyum, lalu beranjak meninggalkan Angga di tepi Sungai Jago sendirian.
Setelah kepergian putri, Angga menghela napas. Kalau saja tidak ingat ucapan ayahnya sebelum meninggal, bahwa dia harus berada di Sindang Nagara, rasanya dia tak ingin menyanggupi keinginan Tuan Putri.
***
“Apa Tuan Putri yakin akan membawa Anggara ke istana? Apa yang harus kita katakan kalau ada yang bertanya tentang jati dirinya?” tanya Jati luhur yang tampak ragu dengan usulan Tuan Putri.
"Bilang saja dia keponakan jauh Paman dari Pantai Selatan,” jawab Tuan Putri. “Bukankah dirimu berasal dari sana, Paman Jati?"
Jati Luhur sadar jika pemuda bernama Anggara itu memiliki kedigdayaan tinggi. Akan sangat berbahaya jika dia datang ke istana dengan kondisi seperti ini.
Sang putri yang menangkap kekhawatiran dari raut ajudannya menambahkan, "Tenang Paman, dia bukan sebagai pengawal yang kuat. Dia hanya akan menjadi ajudan rendahan.”
Karena tak ada pilihan selain mengiyakan, Jati Luhur akhirnya mengangguk.
Keenam orang berada di dekat Sungai Jago tersebut kemudian melanjutkan perjalanan. Mereka terus menuju ke barat, di mana istana kerajaan Paladu berada.
Ketika sampai di pasar yang berada di luar Istana Paladu, langkah Angga tiba-tiba harus terhenti ketika dia melihat seorang pemuda berjalan menuju sebuah kedai.
"Ada apa? Kau seperti melihat hantu," tanya Tuan Putri penasaran dengan apa yang dilihat Angga.
“Adyaksa? Kenapa dia ada di sini?” gumam Angga dengan nada kesal pada dirinya sendiri. Lelaki yang dia lihat memasuki kedai itu adalah salah satu orang yang kemarin mengejarnya di dekat Sungai Jago.Angga tak menyangka jika pemuda yang mengejarnya itu bisa berada di Paladu.
"Apa yang kau maksud putra Senopati Paladu itu?" tanya Tuan Putri yang mendengar Angga sedang menggerutu. Dia paham jika ada sesuatu yang terjadi di antara Angga dan Adyaksa.
Angga tidak menjawab pertanyaan Tuan Putri, dan hanya fokus memerhatikan pemuda yang kini sudah duduk di kedai. Tuan Putri yang kesal karena tidak ditanggapi, akhirnya menyelonong masuk ke dalam istana.
Akan tetapi, langkah putri yang terdengar menghentak rupanya mengembalikan kesadaran Angga. Pemuda itu langsung berlari menyusul sang putri.
Setelah itu dilanjutkan dengan adat perkawinan antara Adyaksa dengan Lintang Ayu Wardani. Keduanya dinikahkan oleh sesepuh yaitu tak lain adalah Aki Jati Luhur.Angga harus menjadi wali bersama ayahnya, Prabu Bajra Wastu Kencana.Di tempat itu juga diadakan sebuah adat ketika seorang adik melangkahi kakaknya dalam sebuah pernikahan. Angga harus lari kemudian dikejar oleh Adyaksa sampai dapat. Sebagai bukti bahwa Anggara Wastu Kencana telah rela jika adiknya menikah, sebuah adat yang akan terus dijaga sampai ratusan tahun ke depan."Kenapa aku mau disuruh berlari?" ucap Angga sambil garuk-garuk kepala. Namun dia tampak kaget ketika di antara penonton ada seorang perempuan yang tersenyum kepadanya. Hal itu jelas membuat dirinya kaget bukan main, mungkin takut diajak nikah seperti adiknya."Apa yang terjadi kepadamu?" tanya Ranu Paksi kepada muridnya yang tampak bingung."Ada urusan pribadi yang sedikit mengganggu, paman" ucap Angga."Apa yang bisa aku bantu?" tanya Ranu Paksi mencoba me
"Tentu saja, sekali gerakan kau akan kehilangan kepalamu.""Kenapa kau paham dengannya?""Tentu saja, ketika kau sibuk di Istana. Aku mengangkat seorang murid yaitu dirinya." ucap Semanik yang seakan membuat Pangeran Mandura tidak percaya hal itu terjadi.Pangeran Mandura tetap menganggap Angga seperti dulu, hanya orang lemah yang tidak punya kemampuan apa-apa."Jadi apa yang akan kau lakukan jika aku tetap akan berangkat?" tanya Pangeran Mandura yang malah kecewa dengan ayahnya yang justru memberikan kemampuan kepada orang lain. Padahal Pangeran Mandura sendiri yang tak pernah pulang ketika berada di Istana Sindang Nagara dimana akan dilakukan prosesi Raja baru."Aku yang akan membunuhmu!"Jelas semua orang kaget dengan ucapan dari Semanik. Tidak mengerti apa yang sebenarnya dipikirkan oleh resi yang paling berpengaruh itu."Partai Ngarai Biru adalah milik Anggara Wastu Kencana, jadi akan setia terhadap yang sah apapun yang terjadi!"Beberapa orang yang mendengarkan ucapan dari Seman
"Bukan, aku bukan putra Mahkota. Sudah ada Raja baru yang akan memimpin Nagarawangi ke depannya." ucap Angga yang kini bicara sendiri namun menggunakan suara yang berbeda dengan aslinya.Mendengar hal itu jelas membuat Pangeran Mandura terkejut bukan main, tak mengerti siapa yang akan meneruskan tahta Sindang Nagara."Siapa yang kau maksud?" tanya Pangeran Mandura tampak penasaran."Satu yang pasti bukan dirimu!"Angga malah bicara seenaknya yang membuat Pangeran Mandura jelas tersinggung, lawannya tahu niatnya. Meskipun masih penasaran, namun rasa kesal lebih menumpuk di dirinya.Angga sama sekali tidak menjelaskan bahwa yang akan menjadi Raja adalah Adyaksa yang menikahi Gusti Putri Lintang Ayu Warda
“Maafkan Ayah, Aku sedang urusan penting di Hutan Mati. Sepertinya tempat kita dulu sangat cocok untuk dijadikan tempat perjuangan mendapatkan tahta Sindang Nagara.” ucap sang anak yang tidak merasa sedih akan kematian adiknya sendiri itu.“Mau kau jadikan apa anakku? Bukankah bencana dahsyat itu sudah memperingatkan kita untuk tidak gegabah di sana?” Sang Ayah mencoba untuk memberi masukan kepada anaknya yang semakin hari semakin tidak jelas pikirannya.“Tenang saja ayah, tidak akan terjadi apa-apa. Sindang Nagara sedang kosong, ini kesempatan kita untuk mendapatkan tahta itu.”Anak tersebut adalah Pangeran Mandura semakin bersemangat untuk melancarkan hasrat terpendam nya. Hasrat yang selama ini tertutup oleh sang ayah, yang ternyata adalah seseorang yang mengabdi lama di Sindan
Angga berteriak ketika ada sebuah senjata menyerang, jelas membuat Prana Shinta kaget. Namun dapat ditahan menggunakan tangan, sehingga serangan tidak datang lagi.JLEP!Sebuah anak panah terbang dengan sangat cepat, langsung mengenai pohon. Beruntung tidak kena ke tubuh tiga orang yang sedang berjuang."Hei bayangan hitam, siapa kau? Cepat tunjukan siapa kau?" tanya Prana Shinta sambil mengeluarkan pedang miliknya."Apa yang akan kita lakukan?" tanya Prana Shinta sambil waspada terhadap serangan."Kita harus berpencar, supaya ketahuan dimana sebenarnya serangan datang!"Keduanya berpencar seraya mencari dari mana asal serangan yang datang. Namun aneh
"Raja, aku di sini," ucap perempuan yang menjadi pasangannya. Tampak jika perempuan itu tertimpa reruntuhan, namun dia bisa selamat dari kematian."Syukurlah kau tidak apa-apa, ayo kita pergi dari sini. Kita tunggu apakah ada orang yang datang atau tidak," ucap Raja yang ternyata masih hidup. "Menurut dugaan pasti ada serangan lain yang akan merebut Nagarawangi!"Keduanya kemudian pergi dari reruntuhan yang membuat mereka terluka. Ada yang lecet, ada juga yang terluka dalam hingga perlu pertolongan temannya.Dua puluh persen dari semua kekuatan memang masih bisa bertahan, mereka memutuskan untuk kembali ke kediaman Raja. Mengikuti apa yang diperintahkan oleh Raja bahwa akan mengawasi jika serangan datang.***