Jati Luhur dulunya adalah seorang tabib Kerajaan Paladu. Namun sesudah pensiun dari pekerjaannya, dia memilih menjadi ajudan sang putri.
Dia kemudian meminta para pemuda mencari beberapa tanaman obat, untuk kemudian direbusnya di gerabah dan dijadikan ramuan. Hal itu berguna untuk meredakan rasa sakit yang dialami si pemuda.Beruntung tak lama kemudian, pemuda itu sadar. Dia memang memiliki tenaga dalam yang besar, sehingga bisa lebih cepat membaik dibandingkan orang pada umumnya.
Meski melihat perkembangan yang baik dari si pemuda setelah siuman, Jati Luhur tetap melanjutkan ritual penyembuhan. Dia memijat beberapa bagian tubuh sang pemuda. Sementara itu, Tuan Putri memilih beristirahat karena malam semakin larut.
"Aku yang tua renta ini bernama Jati Luhur, seorang ajudan Tuan Putri Kerajaan Paladu. Kalau boleh tahu, siapa namamu anak muda? Kau tidak berasal dari Paladu, bukan?" tanya Jati Luhur tampak penasaran dengan pemuda berpakaian hitam compang-camping tersebut.
Sangat langka ada seorang pemuda yang memiliki struktur tubuh yang kuat. Meski pria tua itu tak bisa menakar seberapa kuat sebenarnya pemuda di hadapannya itu.
"Namaku Angga Saksana." Ingin rasanya Angga berucap seperti itu.
Namun tertahan, karena dia sekarang adalah seorang buronan. Jadi dia berpikir untuk menyembunyikan identitas aslinya.
"Saya Anggara. Saya tersesat di Pantai Selatan, dan dikejar warga karena dituduh maling ternak," jawab Angga Saksana pada akhirnya.
Angga terpaksa berbohong demi keselamatan dirinya. Dia harus hidup, demi bisa menjalankan wasiat dari sang guru, yaitu mencari Jati diri.
Jati Luhur tidak lanjut bertanya, karena paham kondisi luka si pemuda.
Keduanya memutuskan beristirahat setelah kondisi Angga sudah lebih baik. Mereka melewati malam di tepi Sungai Jago yang dingin, dengan banyak suara jangkrik yang mengganggu tidur.
***
Pagi ini, Tuan Putri, Angga Saksana, Jati Luhur dan tiga pemuda desa sudah terbangun dari tidur mereka yang tidak nyenyak. Beristirahat di tempat terbuka tidak ada yang enak, karena situasi serba tidak nyaman.
Angga Saksana kemudian pergi ke Sungai Jago untuk membersihkan wajah. Sekaligus menyembuhkan dirinya sendiri dengan kemampuan yang didapat dari gurunya. Meskipun terluka parah, namun dia masih ingat siapa dirinya. Kemampuan yang dimilikinya juga masih utuh, hanya tak ingin ditunjukkan kepada orang lain.
"Kenapa kau berbohong kepada ajudanku, Pendekar?" Tiba-tiba Angga dikagetkan oleh seorang wanita yang berada persis di belakangnya.
Namun, dia lebih terkejut lagi karena mengenali wajah perempuan tersebut. Hal itu membuatnya tidak bisa berbohong.
"Aku terpaksa melakukannya, karena sedang menjadi buronan," ucap Angga berusaha membela diri.
"Tetapi bukan dituduh maling ayam, kan?" tanya perempuan yang tak lain adalah Tuan Putri.
"Tentu saja bukan. Aku jadi seperti ini karena lelaki yang hampir memperkosamu waktu itu," jawab Angga Saksana.
Mendengar hal tersebut, Tuan Putri cukup terkejut. Sesuatu yang kebetulan, karena ternyata benar bahwa pemuda di depannya itu adalah penyelamatnya kala ia nyaris diperkosa Seta Jelang. Kemarin dia belum yakin dengan ingatannya tentang sosok Angga. Namun, setelah mengonfirmasinya sendiri, dia percaya.
Peristiwa itulah yang membuat Sang Putri tahu bahwa Angga berbohong. Meskipun dia tidak menceritakan apa yang diketahuinya kepada Jati Luhur.
"Aku tidak akan menceritakan hal ini kepada siapa pun, namun dengan satu syarat. Bagaimana?" tanya sang putri.
"Syarat apa yang Tuan Putri inginkan?" tanya Angga penasaran. Dia memang sudah diberitahu Jati Luhur, bahwa perempuan yang ada di depannya ini adalah putri Gusti Prabu.
"Mengikat sebuah perjanjian. Hanya kita berdua. Aku akan membantumu, tetapi kau juga harus membantuku!"
Ucapan itu keluar dari mulut sang putri. Hal itu jelas membuat Angga bingung. Haruskan dia menyetujui perjanjian dengan putri?
"Bagaimana? Apa kamu bersedia?" tawar Tuan Putri lagi. Perempuan yang parasnya bak bidadari itu tersenyum, meskipun itu jelas mengintimidasi."Tuan Putri tidak memberi pilihan untuk menolak," ucap Angga sambil garuk-garuk kepala.
Putri mengangguki ucapan Angga, karena memang dia mau pemuda itu setuju dengan syarat yang diajukannya.
"Ini perjanjiannya, dengarkan baik-baik," ujar Tuan Putri. “Kau harus menjadi pengawalku selama satu tahun.”
Tuan Putri percaya kepada Angga karena sudah tahu kemampuan pemuda itu. Seta Jelang saja yang memiliki kedigdayaan tinggi bisa kalah dengan mudah."Baiklah. Aku bersedia," ucap Angga. Tak ada yang tidak senang menjadi pengawal Putri yang sangat cantik. Meskipun begitu, Angga merasakan sesuatu yang aneh pada diri Tuan Putri.
"Tetapi ingat, kau harus menjadi ajudan paling lemah! Tidak boleh menggunakan kedigdayaan yang kau punya di depan umum." Tuan Putri menambahkan.
"Kenapa begitu? Bukankah Ajudan Tuan Putri harus kuat?" Angga justru bingung dengan syarat tambahan dari sang putri.“Jika ada orang yang tau bahwa kau hebat, maka kau bisa diculik dan hilang secara misterius. Sudah ada sembilan orang yang nasibnya seperti itu.” Tuan Putri mencoba menjelaskan secara singkat tentang kejadian yang menimpa istana.Setelah permaisuri meninggal dua tahun lalu, setiap Gusti Prabu menunjuk tokoh kedigdayaan sebagai pengawal, mereka akan diculik dan hilang. Bahkan sang putri sendiri beberapa kali hampir turut menjadi korban penculikan.Justru ketika orang yang dianggap lemah seperti Jati Luhur diangkat sebagai pengawal, tak ada seorang pun yang menculiknya. Jika Angga dianggap lemah, maka dia dapat menyelidiki tentang pengawal yang hilang misterius itu. Selain balas jasa karena sudah menolongnya dari Seta Jelang, hal itu yang membuat Tuan Putri berniat menjadikan Angga sebagai pengawalnya. Sebab itu Angga a
"Kamu nanti tinggal bersama Paman Jati Luhur di belakang," ujar Tuan Putri pada Angga, ketika dia akan menuju ke kediamannya yang berada di Istana Timur.Lalu, seorang pelayan perempuan datang dari arah depan menyambut Tuan Putri, dan mengawalnya masuk ke dalam keputrian."Baiklah Gara, mari kita ke belakang! Akan kutunjukkan kamarmu," ajak Jati Luhur.Keduanya kemudian menuju ke sebuah rumah sederhana yang berada di belakang kediaman Tuan Putri.Istana Paladu tidaklah semegah istana kerajaan lain, karena hanya berbentuk rumah kayu sederhana dengan atap rumbia. Selain itu, wilayah Istana Paladu kecil, dan hanya sebesar kadipaten yang berada di Sindang Nagara."Ini kamarmu. Meskipun sederhana, tetapi cukup untuk beristirahat. Lagi pula besok kau harus menghadap Tuan Putri," ucap Jati Luhur."Terima kasih, Paman. Ini sudah lebih dari cukup," ucap Angga ramah. "Oh iya, apa Paman tahu kediaman Adyaksa, putra Tuan Se
Adyaksa yang kini sudah tersungkur di depan kamar mandi, akhirnya berdiri. Keringat masih mendera di tubuhnya, begitu juga rasa sakit di leher. Namun, dia berusaha menahan itu semua, dan menghela napas panjang untuk menormalkan degup jantungnya. "Tidak ayah. Tadi aku terpeleset ketika keluar kamar mandi," jawab Adyaksa berbohong. Pemuda itu memilih tidak menceritakan apa yang terjadi, karena ayahnya pasti tidak percaya. "Ayo kembali ke rumah! Istana kita ini sedang genting. Kalau kau di luar, pasti akan dicurigai sebagai orang misterius itu," ucap Ayah Adyaksa. Akhir-akhir ini memang beberapa pengawal yang berjaga sering melihat penyusup masuk ke istana. Namun, setelah dilakukan pencarian, tidak ada satu hal pun yang bisa ditemukan. "Baik Ayah. Aku akan masuk sekarang juga!" Setelah berbicara, Adyaksa langsung masuk ke rumahnya tanpa menoleh ke atas. Di atap kediaman Tuan Senopati, Angga sedang bersembunyi dari ayah Adyaksa. K
"Gara tidak keluar kamar, Tuan Putri. Dia langsung beristirahat ketika sampai," ucap Jati Luhur. Lelaki paruh baya itu justru membela Angga, padahal dia memang datang ke kediaman Adyaksa. "Kalau begitu, siapa sebenarnya orang yang berada di balik kejadian ini?" tanya Tuan Putri sambil mengeluh, karena semua kejadian di istana membuat dirinya tidak tenang. Jati Luhur ataupun Angga tidak bisa menjawab, karena mereka tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Sayangnya, pembicaraan ketiganya harus terhenti, karena ada orang yang datang. Orang tersebut adalah perwira yang tadi malam memeriksa mayat. "Maaf Tuan Putri, jika mengganggu. Saya ingin melaporkan bahwa ketiga mayat telah dikebumikan, juga telah mengirim perwakilan ke Bojong Nipah," ucap perwira tersebut sambil memberi hormat kepada Tuan Putri. "Bagus, kamu mengerjakan tugas dengan baik. Jangan lupa berikan uang kepada keluarga penjaga yang meni
Bayu Buwana melayangkan tamparan ke wajah Angga. Namun, pukulan itu terasa lemah bagi Angga, hingga dia tak merasakan apa pun. Justru perwira sombong itu yang malah tampak kesakitan."Aduh," keluh Angga pura-pura kesakitan. Karena jika Bayu Buwana menyadari bahwa dirinya tidak terpengaruh pukulan itu, maka dia akan ketahuan memiliki kedigdayaan tinggi."Hahaha. Kau tau akibat dari ucapanmu, Codet?" tanya Bayu Buwana sambil menahan sakit pada tangannya. Dia tentu tidak ingin anak buahnya melihat dia kesakitan hanya karena memukul ajudan rendahan seperti Angga."Apa kau ingin merasakan lagi pukulan dariku?" tanya sang perwira."Ampun, Tuan Perwira," ucap Angga memilih mengalah. Dia membungkuk sembari menyatukan kedua telapak tangannya di depan wajah. Meski saat ini sebetulnya dia ingin sekali menggetok kepala perwira yang sombong itu.Bayu Buwana mengabaikan permohonan Angga. Dia mengangkat tangan untuk memukul pemuda it
Pemuda berpakaian putih dengan ikat kepala seperti seorang resi itu tampak melamun. Terus memperhatikan mayat yang tergeletak, mulai dari ujung kaki sampai kepala. "Dia sudah tak bernyawa." ucap pemuda tersebut memperhatikan mayat yang tergeletak. Terus memperhatikan luka tusukan di perutnya, hingga ususnya keluar. Namun sebuah pisau belati justru masih dipegang oleh pria misterius itu. Seperti seorang yang bunuh diri karena gagal menjalankan tugasnya. "Apa yang mengejar orang ini Macan Kumbang?" tanya si pemuda dalam hati. Pemuda berbaju putih itu tak lain adalah Adyaksa, salah satu pendekar golongan putih. Lelaki paling kuat yang dimiliki oleh Kerajaan Paladu. Adyaksa penasaran siapa orang dibalik topeng, apa betul Macan Kumbang? Sehingga dengan hati-hati membuka topeng kayu di cat warna hitam itu. Namun alangkah terkejutnya ketika melihat siapa orang yang berada dibalik topeng. "Perwira Kayuwangi?
Angga merasa dia adalah Macan Kumbang, padahal perwira tersebut tidak tahu bahwa itu dirinya. Tuan Putri yang menyimpulkan bahwa Angga terlibat."Apa yang akan kau jelaskan dengan kejadian ini?""Apa tuan Putri menuduh saya yang melakukannya?" Angga malah balik bertanya."Bukan begitu, Aku hanya ingin jawaban darimu," ucap Tuan Putri.Meskipun Tuan Putri bertanya dengan nada kesal, namun sama sekali tidak curiga kepada Angga karena baru dua hari di Paladu. Sedangkan kejadian misterius sudah berlangsung lama. Meskipun sekarang kejadiannya semakin sering, sehingga membuat sang putri semakin takut."Aku memang keluar tadi malam, ada orang yang datang ke tempat ini. Ketika dia akan membunuhku, jelas aku membela diri," ucap Angga sambil mengucek-ngucek matanya.Pemuda tersebut pada akhirnya harus jujur kepada Tuan Putri. Bagaimanapun dia orang yang menyelamatkan dirinya, sehingga dia harus dipercaya oleh gadis
"Aku ingin lihat apa dia punya kemampuan bertarung?" tanya Bayu Buwana dalam hati. Lelaki sombong itu curiga kepada Angga, bahwa dia yang membunuh sahabatnya, Perwira Kayuwangi.Namun yang terjadi Angga langsung terkapar, dari mulutnya mengeluarkan darah segar. Entah apa yang terjadi, Perwira Bayu Buwana tidak merasakan sakit seperti sebelumnya. Padahal dia curiga kepada Angga akibat pukulannya kemarin yang justru membuat tangannya kesakitan."Ternyata kau lemah seperti biasanya, aku heran kenapa Tuan Putri memilihmu," ucap Perwira Bayu Buwana.BUKK!Disertai tendangan kaki kanan dari sang perwira hingga Angga kembali terjungkal. Lelaki itu meringis, karena pukulan tersebut menggunakan tenaga dalam. Dada si codet tampak sesak, hanya bisa mengeluh sendirian.Ingin rasanya menyerang balik, jika tidak ingat dengan pesan Tuan Putri. Jika dia melawan, orang Istana akan tahu bahwa dia Macan Kumbang. Itu akan sangat berbahaya