Adyaksa yang kini sudah tersungkur di depan kamar mandi, akhirnya berdiri. Keringat masih mendera di tubuhnya, begitu juga rasa sakit di leher. Namun, dia berusaha menahan itu semua, dan menghela napas panjang untuk menormalkan degup jantungnya.
"Tidak ayah. Tadi aku terpeleset ketika keluar kamar mandi," jawab Adyaksa berbohong. Pemuda itu memilih tidak menceritakan apa yang terjadi, karena ayahnya pasti tidak percaya.
"Ayo kembali ke rumah! Istana kita ini sedang genting. Kalau kau di luar, pasti akan dicurigai sebagai orang misterius itu," ucap Ayah Adyaksa. Akhir-akhir ini memang beberapa pengawal yang berjaga sering melihat penyusup masuk ke istana. Namun, setelah dilakukan pencarian, tidak ada satu hal pun yang bisa ditemukan.
"Baik Ayah. Aku akan masuk sekarang juga!" Setelah berbicara, Adyaksa langsung masuk ke rumahnya tanpa menoleh ke atas.
Di atap kediaman Tuan Senopati, Angga sedang bersembunyi dari ayah Adyaksa. K
"Gara tidak keluar kamar, Tuan Putri. Dia langsung beristirahat ketika sampai," ucap Jati Luhur. Lelaki paruh baya itu justru membela Angga, padahal dia memang datang ke kediaman Adyaksa. "Kalau begitu, siapa sebenarnya orang yang berada di balik kejadian ini?" tanya Tuan Putri sambil mengeluh, karena semua kejadian di istana membuat dirinya tidak tenang. Jati Luhur ataupun Angga tidak bisa menjawab, karena mereka tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Sayangnya, pembicaraan ketiganya harus terhenti, karena ada orang yang datang. Orang tersebut adalah perwira yang tadi malam memeriksa mayat. "Maaf Tuan Putri, jika mengganggu. Saya ingin melaporkan bahwa ketiga mayat telah dikebumikan, juga telah mengirim perwakilan ke Bojong Nipah," ucap perwira tersebut sambil memberi hormat kepada Tuan Putri. "Bagus, kamu mengerjakan tugas dengan baik. Jangan lupa berikan uang kepada keluarga penjaga yang meni
Bayu Buwana melayangkan tamparan ke wajah Angga. Namun, pukulan itu terasa lemah bagi Angga, hingga dia tak merasakan apa pun. Justru perwira sombong itu yang malah tampak kesakitan."Aduh," keluh Angga pura-pura kesakitan. Karena jika Bayu Buwana menyadari bahwa dirinya tidak terpengaruh pukulan itu, maka dia akan ketahuan memiliki kedigdayaan tinggi."Hahaha. Kau tau akibat dari ucapanmu, Codet?" tanya Bayu Buwana sambil menahan sakit pada tangannya. Dia tentu tidak ingin anak buahnya melihat dia kesakitan hanya karena memukul ajudan rendahan seperti Angga."Apa kau ingin merasakan lagi pukulan dariku?" tanya sang perwira."Ampun, Tuan Perwira," ucap Angga memilih mengalah. Dia membungkuk sembari menyatukan kedua telapak tangannya di depan wajah. Meski saat ini sebetulnya dia ingin sekali menggetok kepala perwira yang sombong itu.Bayu Buwana mengabaikan permohonan Angga. Dia mengangkat tangan untuk memukul pemuda it
Pemuda berpakaian putih dengan ikat kepala seperti seorang resi itu tampak melamun. Terus memperhatikan mayat yang tergeletak, mulai dari ujung kaki sampai kepala. "Dia sudah tak bernyawa." ucap pemuda tersebut memperhatikan mayat yang tergeletak. Terus memperhatikan luka tusukan di perutnya, hingga ususnya keluar. Namun sebuah pisau belati justru masih dipegang oleh pria misterius itu. Seperti seorang yang bunuh diri karena gagal menjalankan tugasnya. "Apa yang mengejar orang ini Macan Kumbang?" tanya si pemuda dalam hati. Pemuda berbaju putih itu tak lain adalah Adyaksa, salah satu pendekar golongan putih. Lelaki paling kuat yang dimiliki oleh Kerajaan Paladu. Adyaksa penasaran siapa orang dibalik topeng, apa betul Macan Kumbang? Sehingga dengan hati-hati membuka topeng kayu di cat warna hitam itu. Namun alangkah terkejutnya ketika melihat siapa orang yang berada dibalik topeng. "Perwira Kayuwangi?
Angga merasa dia adalah Macan Kumbang, padahal perwira tersebut tidak tahu bahwa itu dirinya. Tuan Putri yang menyimpulkan bahwa Angga terlibat."Apa yang akan kau jelaskan dengan kejadian ini?""Apa tuan Putri menuduh saya yang melakukannya?" Angga malah balik bertanya."Bukan begitu, Aku hanya ingin jawaban darimu," ucap Tuan Putri.Meskipun Tuan Putri bertanya dengan nada kesal, namun sama sekali tidak curiga kepada Angga karena baru dua hari di Paladu. Sedangkan kejadian misterius sudah berlangsung lama. Meskipun sekarang kejadiannya semakin sering, sehingga membuat sang putri semakin takut."Aku memang keluar tadi malam, ada orang yang datang ke tempat ini. Ketika dia akan membunuhku, jelas aku membela diri," ucap Angga sambil mengucek-ngucek matanya.Pemuda tersebut pada akhirnya harus jujur kepada Tuan Putri. Bagaimanapun dia orang yang menyelamatkan dirinya, sehingga dia harus dipercaya oleh gadis
"Aku ingin lihat apa dia punya kemampuan bertarung?" tanya Bayu Buwana dalam hati. Lelaki sombong itu curiga kepada Angga, bahwa dia yang membunuh sahabatnya, Perwira Kayuwangi.Namun yang terjadi Angga langsung terkapar, dari mulutnya mengeluarkan darah segar. Entah apa yang terjadi, Perwira Bayu Buwana tidak merasakan sakit seperti sebelumnya. Padahal dia curiga kepada Angga akibat pukulannya kemarin yang justru membuat tangannya kesakitan."Ternyata kau lemah seperti biasanya, aku heran kenapa Tuan Putri memilihmu," ucap Perwira Bayu Buwana.BUKK!Disertai tendangan kaki kanan dari sang perwira hingga Angga kembali terjungkal. Lelaki itu meringis, karena pukulan tersebut menggunakan tenaga dalam. Dada si codet tampak sesak, hanya bisa mengeluh sendirian.Ingin rasanya menyerang balik, jika tidak ingat dengan pesan Tuan Putri. Jika dia melawan, orang Istana akan tahu bahwa dia Macan Kumbang. Itu akan sangat berbahaya
Namun Angga sepertinya harus bangun cepat, karena pagi sudah tiba. Pikirannya melayang entah ke mana, sehingga tidak bisa tidur lelap.Ditambah Angga dipanggil Tuan Putri ke kediamannya karena ada tugas baru. Pemuda itu tampak penasaran tugas apa lagi yang harus dikerjakan, apalagi dia datang sendirian tanpa Jati Luhur."Apa kamu sudah siap dengan tugas pertamamu ini?" tanya Tuan Putri.Ketika Angga sudah berada di depan kediaman Tuan Putri. Tidak seperti biasanya sang putri berpakaian mewah, seperti akan berpesta."Siap. Tuan Putri."Angga tampak takjub dengan kecantikan Tuan Putri, sehingga pandangannya tertuju kepada junjungannya. Dia tidak sadar jika telah melakukan sebuah kesalahan.PLAK!Sebuah tamparan mendarat di pipi Angga, paham jika dia telah salah ucap. Ketika hanya berdua tidak boleh menyebut Tuan Putri, tetapi nama aslinya."Maaf maksud saya, Lintang." ucap Angga gelagapan
Setelah membalikkan wajah melihat siapa yang menghampirinya. Angga sangat kaget, jantungnya terasa copot. Melihat siapa orang yang kini berada sangat dekat dengan dirinya."Tuan Adyaksa. Tuan juga makan di sini?" tanya Angga basa-basi. Pemuda itu jelas takut ketahuan jika Macan Kumbang adalah dirinya."Kamu tahu namaku dari mana?" tanya Adyaksa malah bertanya balik. Mendengar hal itu, Angga tampak kikuk, sakit takutnya bila ketahuan."Bukankah hanya ada satu orang yang mempunyai ciri-ciri seperti Tuan," ucap si pemuda memberi alasan."Kamu cakap juga, pantas Tuan Putri mengangkat dirimu menjadi ajudannya."Adyaksa justru memuji Si Codet, tidak seperti prajurit Paladu yang meremehkannya. Putra Senopati Darmayaksa itu merasakan ada aura luar biasa pada diri Angga. Meskipun dia belum curiga jika orang yang berada di depannya adalah Si Macan Kumbang."Kenapa tidak Tuan saja yang menjadi penjaga Tuan Putri?" tanya An
Semua tampak merenung, mencoba menelaah misteri yang terjadi. Meskipun tidak ada titik terang, masalah malah bertambah runyam."Ini sangat gawat, keselamatan dirimu sangat penting." ucap Pramana setelah mendengar cerita dari Tuan Putri."Apa paman ada kecurigaan tentang siapa yang melakukannya?" tanya Tuan Putri penasaran. Mengingat Pramana setidaknya lebih paham tentang kerajaan dibandingkan Tuan Putri.Karena alasan itu juga, Tuan Putri datang ke Lembah Hijau. Memenuhi undangan Juragan Koswara adalah formalitas semata."Susah sekali ditebak, Tuan Putri. Ada banyak kepentingan di Istana, termasuk pihak ingin berkuasa." ucap Ketua Partai Lembah Hijau."Apa paman curiga dengan orang Partai Bukit Merah?" tiba-tiba Angga bicara. Jelas membuat semua yang ada di situ cukup terkejut.Hal itu terjadi karena memang kedua Partai tidak pernah akur. Namun yang membuat heran dari mana Angga tahu hal tersebut.